NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM RATU MAFIA

BALAS DENDAM RATU MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi / CEO / Bullying dan Balas Dendam / Mafia / Balas dendam pengganti
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Ketika Violetta Quinn, saudari kembar yang lembut dan penurut, ditemukan tak sadarkan diri akibat percobaan bunuh diri, Victoria Thompson tak bisa menerima kenyataan itu begitu saja. Tidak ada yang tahu alasan di balik keputusasaan Violetta, hanya satu kenangan samar dari sang ibu: malam sebelum tragedi, Violetta pulang kerja sambil menangis dan berkata bahwa ia 'Tidak sanggup lagi'.

Didorong rasa bersalah dan amarah, Victoria memutuskan untuk menyamar menggantikan Violetta di tempat kerjanya. Namun pencarian kebenaran itu justru membawanya ke dalam dunia gelap yang selama ini Victoria pimpin sendiri; Black Viper. Jaringan mafia yang terkenal kejam.

Di sanalah Victoria berhadapan dengan Julius Lemington, pemilik perusahaan yang ternyata klien tetap sindikat Victoria. Tapi ketika Julius mulai mencurigai identitas Victoria, permainan berbahaya pun dimulai.

Victoria masuk dalam obsesi Julius.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19. MIMPI BURUK TERLIHAT

Keesokan harinya, suasana kantor DeLuca Company tidak lagi sama.

Bisik-bisik halus berhembus di setiap sudut ruangan, bertebaran seperti asap tipis yang beraroma skandal.

"Kau dengar kabarnya?"

"Katanya Kelly Grason berani menggoda pacar sahabatnya sendiri. Dan itu direktur kita."

"Ya Tuhan, padahal wajahnya manis begitu. Ternyata licik ya?"

Di pantry, di koridor, bahkan di dekat lift, nama Kelly menjadi bahan gosip utama. Tak ada satu pun yang tidak membicarakannya.

Malaikat kantor yang selama ini dikenal ramah dan murah senyum, kini dicap pengkhianat, perusak hubungan, wanita yang haus perhatian pria atasan.

Dan di tengah semua itu, Victoria duduk manis di mejanya, menyandarkan dagu di tangan, bibirnya melengkung dalam senyum kecil.

Senyum yang hanya dimengerti oleh dirinya sendiri.

Victoria menatap Kelly dari kejauhan, perempuan itu duduk di kursinya dengan wajah tegang, rambut diikat asal-asalan, dan matanya merah karena kurang tidur. Setiap kali seseorang lewat di dekat mejanya, mereka berpura-pura menyapa dingin atau menunduk pelan seolah menghindari kontak mata.

Kelly, yang selama ini selalu tampil sempurna, kini tampak rapuh dan marah sekaligus.

Dan Victoria menikmatinya.

"Kau lihat, Kelly," gumam Victoria pelan, bibirnya nyaris tak bergerak. "Begitulah rasanya bermain dengan api."

Sekitar pukul sepuluh pagi, ruangan marketing mulai ramai. Rapat internal selesai, orang-orang kembali ke meja masing-masing. Suara ketikan dan dering telepon kembali mengisi udara.

Victoria menatap layar komputernya, pura-pura bekerja, sementara matanya sesekali melirik Kelly yang duduk tak jauh darinya. Perempuan itu tampak menatap kosong ke layar monitor, mengetik asal.

Tiba-tiba, Victoria berdiri dan melangkah pelan mendekati printer yang kebetulan berada di dekat meja Kelly. Ia sengaja melangkah lambat, seolah ingin memastikan Kelly mendengar setiap kata yang ia ucapkan pelan-pelan.

"Sulit ya kalau semua orang salah paham," katanya lirih, cukup keras untuk didengar Kelly. "Padahal mungkin hanya salah satu yang benar-benar tahu kebenaran."

Kelly menegang, matanya menatap Victoria tajam.

"Apa maksudmu?" tuntut Kelly.

Victoria menoleh setengah, senyum lembut menghiasi bibirnya.

"Oh tidak, aku hanya bicara pada diri sendiri." Ia mengangkat kertas hasil print, menepuknya ringan. "Tapi kalau seseorang terlalu sering berpura-pura jadi orang baik, cepat atau lambat ... semua topeng itu akan jatuh juga."

Nada suaranya lembut, tapi setiap katanya menusuk seperti duri halus.

Beberapa orang di sekitar mereka menatap penasaran. Kelly menggenggam bolpennya erat, wajahnya memerah.

"Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan kemarin?" desisnya.

Victoria berpura-pura bingung. "Kemarin? Oh, kau maksud yang saat ruangan marketing ... rusak? Aku juga terkejut. Leon sampai bilang akan mengusut siapa pelakunya."

Kelly berdiri, kursinya bergeser keras. "Kau?!"

Namun sebelum ia sempat melanjutkan, beberapa rekan kerja menoleh, dan Victoria langsung menampilkan ekspresi paling polos sedunia.

"Kelly? Kenapa? Aku hanya bicara soal file yang hilang. Aku tahu itu pasti berat untukmu," ujar Victoria memulai aksinya lagi. Nada lembut itu malah terdengar seperti ejekan yang dibungkus perhatian.

Dan itulah pemicu terakhir.

Kelly kehilangan kendali.

Dengan gerakan cepat, ia menampar Victoria.

Suara tamparan itu bergema di seluruh ruangan.

Beberapa orang menjerit kecil, kaget.

Printer berhenti, tawa-tawa obrolan berhenti. Semua mata kini menatap dua perempuan di tengah ruangan.

Victoria terdiam, pipinya memerah karena benturan. Tapi yang lebih tajam dari rasa sakit adalah rencana yang langsung terbentuk di kepalanya. Ia memejamkan mata sebentar, lalu perlahan membukanya, air mata menggantung sempurna di sudut mata.

"K-Kelly ...," suara Victoria bergetar. "Kalau kamu sesuka itu pada Leon, kenapa tidak langsung bilang ke dia? Aku tidak akan marah, tapi jangan seperti ini."

"Hentikan wajah sok polosmu, Violetta!" seru Kelly.

Victoria menarik napas, berusaha menahan isak, suaranya terdengar lemah dan penuh luka. "Aku tidak mengerti ... kenapa kau harus bersikap kasar padaku setiap hari ... aku pikir kita teman. Ternyata selama ini kau membenciku, ya."

Beberapa orang langsung mendekat, menatap Victoria dengan iba.

"Astaga, Kelly! Kenapa kamu menamparnya?"

"Dia menangis, lihat itu! Pipinya sampai merah."

"Kau gila, ini kantor!"

Kelly memegangi kepalanya, wajahnya merah padam. "Aku ... aku tidak menamparnya karena itu! Dia ... dia berkata hal-hal yang menjatuhkan aku!"

Namun suaranya tertelan oleh suara Emma, salah satu senior marketing yang terkenal galak tapi adil. Ia berdiri dari mejanya dan menghampiri Kelly dengan mata menyala.

"Kau sadar apa yang kau lakukan, Kelly? Di depan semua orang?! Kau membuat keributan terus akhir ini," tukas Emma.

"Aku punya alasan!" sergah Kelly keras.

"Alasan?" Emma mendengus. "Jangan bilang alasanmu karena kau tidak tahan melihat Violetta masih bersama Leon. Ya Tuhan, kau benar-benar wanita murahan. Mengincar kekasih sahabat sendiri? Gatal sekali tangan dan hatimu!"

Ruangan langsung riuh. Beberapa orang menutup mulut menahan keterkejutan. Kelly membeku.

"Jangan bicara sembarangan, Emma!"

"Sembarang? Semua orang sudah tahu reputasimu sekarang. Kau pura-pura manis, padahal di belakang menikam teman sendiri!" ujar Emma tak mau kalah.

Victoria masih berdiri di tempat, tangannya menutup pipinya yang memerah. Ia menatap Martha dengan wajah sedih.

"Emma, tolong ... jangan terlalu keras pada Kelly. Aku yakin dia tidak bermaksud begitu," ucap Victoria seolah membela Kelly. Nada lembutnya seperti pisau yang diselimuti gula.

Kelly hampir menangis karena frustasi. "Kau! Berhenti pura-pura jadi korban, Violetta! Semua ini ulahmu!"

"Aku tidak mengerti," bisik Victoria pelan, suaranya nyaris pecah. "Kenapa kamu benci aku sampai seperti ini padahal kita sudah berteman sejak lama."

Mata orang-orang sekitar kini menatap Kelly dengan jijik.

Dan dalam satu detik, Kelly kehilangan kendali sepenuhnya. Tangannya meraih gelas air di meja terdekat dan menyiram Victoria.

Air dingin membasahi rambut dan wajah Victoria. Beberapa karyawan menjerit, kursi berderit, seseorang menjatuhkan pena.

Victoria berdiri terpaku, air menetes dari dagunya, pipinya menggigil, lalu perlahan, ia menangis. Tangis lembut, gemetar, yang membuat suasana menjadi lebih hening dari sebelumnya.

"Aku cuma ingin bekerja dengan tenang," kata Violetta terisak. "Kenapa kau harus melakukan ini padaku?"

Emma langsung melangkah maju dan menepuk bahu Victoria. "Sstt, sudah, sudah, Violetta. Jangan menangis, biarkan saja dia. Orang seperti Kelly tidak pantas kau tangisi"

"Aku ingin pergi ke toilet sebentar," pinta Victoria dengan suara serak.

Beberapa orang mengangguk, menatap iba. "Pergilah, Violetta. Istirahat sebentar. Biar Kelly kami yang urus."

Sementara Kelly berusaha menjelaskan, tapi tak ada satu pun yang mau mendengarkan.

Emma bahkan menunjuk Kelly tajam. "Kau sudah lewat batas, Kelly. Ini bisa kulaporkan ke HRD! Kau mengganggu ketenangan kantor," ancamnya.

Victoria berjalan cepat meninggalkan ruangan, menunduk dengan rambut basah menutupi wajahnya. Air menetes ke lantai, meninggalkan jejak kecil di sepanjang koridor.

Saat pintu lift terbuka, ia masuk dan menekan tombol menuju lantai atas. Napasnya bergetar, tapi bukan karena menangis sungguhan.

Victoria sedang menahan tawa.

Namun sebelum pintu tertutup, seseorang masuk.

"Wah," suara berat yang familiar terdengar. "Harus kuakui, aktingmu barusan membuatku merinding, Baby."

Victoria mendongak perlahan.

Julius berdiri di sana, setelan gelapnya rapi seperti biasa, dasinya longgar, dan senyum sinisnya nyaris menantang.

Victoria mendengus pelan. Ia mengangkat tangan, mengusap air dari wajahnya, lalu menyelipkan jari-jari ke rambut basah yang menutupi wajahnya.

"Sejak kapan kau jadi penonton tetapku, Julius?" tanya sang gadis.

"Sejak aku tahu kau punya bakat teatrikal luar biasa," jawab Julius sambil tertawa kecil. "Kau benar-benar membuat semua orang percaya, bahkan aku hampir ikut memihakmu."

Victoria memiringkan kepala, senyum licik muncul. "Jadi kau memantengi CCTV kantor hanya untuk menontonku?"

"Bisa dibilang begitu," jawab Julius tanpa malu.

"Stalker," sindir Victoria cepat.

Julius hanya tertawa rendah, mendekat setapak. Ia mengeluarkan sapu tangan putih dari saku jasnya, lalu tanpa izin mengelap pipi dan rambut Victoria yang basah.

Victoria menepis tangannya cepat. "Hentikan, Julius! Ada CCTV di sini!"

"Tidak ada," jawab Julius santai. "Aku sudah mematikannya sebelum masuk."

Victoria menatapnya, terdiam sejenak. "Kau benar-benar gila."

"Dan kau menyukainya," ucap Julius seraya mengecup pipi wanita itu.

Kata-kata itu meluncur seperti racun manis. Victoria hendak membalas, tapi Julius sudah menatapnya dengan sorot yang sulit dijelaskan, campuran rasa kagum dan bahaya.

Lift berhenti di lantai dimana toilet tujuan Victoria berada, tapi saat pintu terbuka, Julius menahan Victoria dengan satu tangan di pinggangnya.

"Apa-apaan, Julius!"

"Biarkan dulu. Aku ingin bersama Victoria, bukan Violetta," kata sang pria.

Victoria menghela napas keras. "Aku tidak punya waktu-"

"Kau butuh istirahat setelah pertunjukan hebat itu," potong Julius, matanya bersinar geli. "Dan ruanganku adalah tempat terbaik untuk itu."

Akhirnya Victoria menyerah, membiarkan Julius menahan pintu hingga lift tertutup lagi dan meluncur ke lantai atas.

Entah kenapa, ada bagian dari dirinya yang memang ingin sejenak berhenti memainkan peran. Bersama Julius, setidaknya ia bisa menjadi dirinya sendiri, Victoria yang cerdas, kejam, dan tidak perlu berpura-pura lembut.

Ruangan Julius seperti biasa: luas, tenang, beraroma kayu manis dan kopi hitam.

Begitu pintu tertutup, Victoria melepas napas panjang dan menjatuhkan diri ke sofa. Rambutnya masih lembap, pipinya basah, tapi di matanya tidak ada sisa kesedihan, hanya kilatan puas.

"Kau harus lihat wajah Kelly tadi," kata Victoria sambil tertawa kecil. "Aku hampir merasa kasihan."

"Hampir," Julius mengulang, duduk di kursi di depannya. "Tapi tidak sepenuhnya."

"Tentu tidak." Victoria menatap Julius, menyeringai. "Kasihan hanya untuk orang yang pantas."

Julius menatapnya beberapa detik sebelum berkata pelan, "Aku selalu tahu kau berbahaya, Victoria."

"Dan kau tetap mendekat."

"Karena berbahaya itu menarik," balas Julius.

Mereka saling berpandangan sejenak, lalu Victoria bangkit dan mendekati meja kerja Julius.

"Tunjukkan CCTV ruang marketing," kata Victoria datar. "Aku ingin tahu apakah Kelly sudah meledak sepenuhnya atau belum."

Julius menekan beberapa tombol di keyboard, dan layar di depan mereka menampilkan rekaman real-time ruang marketing.

Kelly tampak sedang menggebrak meja, melempar map, dan menendang kursinya dengan kesal.

Victoria tertawa pelan. "Oh, lihat dia. Sungguh ... dramatis."

"Dia akan dipecat jika terus seperti itu," komentar Julius santai.

"Bagus," jawab Victoria ringan.

Namun tawa di bibirnya berhenti ketika Kelly tiba-tiba mengambil tas dan keluar dari ruangan.

"Ke mana dia?" tanya Victoria cepat.

Julius menekan tombol lain untuk mengganti kamera. Kelly terlihat di koridor, berjalan cepat ke arah lift, naik ke lantai lebih atas.

"Lantai lima belas," ujar Julius. "Ruangan Leon."

Wajah Victoria berubah seketika. Matanya menajam, tangan yang tadi santai kini menggenggam kuat.

"Berani sekali dia," gumam Victoria dingin. "Dia berani naik ke ruangan Leon setelah semua itu?"

Tangannya mengepal di sisi meja. Napasnya sedikit bergetar menahan amarah.

"Kau ingin aku hentikan?" tanya Julius pelan, setengah menggoda.

"Tidak perlu," Victoria mendesis. "Aku ingin lihat seberapa jauh mereka berani bermain."

Ia mengambil alih kendali layar, mengganti tampilan kamera ke arah koridor depan ruangan Leon.

Julius menatap ekspresinya, penuh fokus, penuh niat membunuh dalam diam.

Namun beberapa detik kemudian, ekspresi Victoria berubah. Dari marah menjadi kaku. Lalu matanya perlahan membesar.

"Apa ...," suara Victoria hampir tak terdengar.

Julius menoleh ke layar.

Dari kamera depan ruangan Leon, mereka melihat seseorang keluar dari sana, bukan Kelly, bukan Leon.

Melainkan seorang pria berjas abu-abu, berwajah serius, dengan tatapan dingin yang nyaris tak asing.

Sean Headly.

Warna darah seolah mengalir cepat dari wajah Victoria. Tangannya yang tadi menggenggam meja kini gemetar halus. Napasnya terputus.

"Tidak mungkin ... Sean? Apa yang dia lakukan di sini," ucap Victoria.

Julius menatap layar, lalu memalingkan wajah ke Victoria yang menatap membeku ke monitor, wajahnya setengah pucat, setengah tak percaya.

"Kelihatannya permainanmu baru saja kedatangan pemain baru," kata Julius tenang.

Tapi Victoria tidak menjawab.

Ia hanya berdiri diam, tubuhnya menegang, mata tak lepas dari sosok Sean yang berjalan menjauh di layar, menuju lift, dengan ekspresi yang tak terbaca.

Dan untuk pertama kalinya sejak lama, senyum licik itu menghilang dari wajah Victoria.

1
Miss Typo
awas Julius nanti ditelan Victoria hidup² 🤣
makin seru Victoria luar biasa mendalami peran nya hehe
semoga rencana Julius dan Victoria berhasil
Miss Typo: Aamiin 🤲
total 2 replies
Miss Typo
semangat Victoria kamu pasti bisa 💪
semangat juga thor 💪
Archiemorarty: Siapp 🥰
total 1 replies
Miss Typo
good Victoria
Miss Typo
bisakah Victoria bebas dari Sean yg gila itu, dan kapan waktunya kalau menang bisa?
Sean obsesi bgt ke Victoria
Ima Ima wulandari
Bagus banget
Archiemorarty: Terima kasih udah baca ceritanya kak 🥰
total 1 replies
Jelita S
wah ternyata Victoria lebih licin dari belut y thor🤣🤣🤣🤣🤣
Archiemorarty: Ohh...tentu 🤭
total 1 replies
PengGeng EN SifHa
Q bacanya kok nyesek sampek ulu hati thooorr...

boleh nggak sih ku gempur itu retina si sean thooorr ??😡😡😡😡
Archiemorarty: Silahkan silahkan 🤣
total 1 replies
Jelita S
lnjut thor
Archiemorarty: Siap kakak 🥰
total 1 replies
Miss Typo
hemm semuanya akan berakhir
LB
pada akhirnya mereka tetap lebih bodoh dibandingkan sikopet 😮‍💨
Archiemorarty: Hahahaha...
total 1 replies
Pawon Ana
kenapa para psikopat diberi otak genius sih...🤔😔
Archiemorarty: Karena dia jenius itu makanya jadi sikopet karena gx sesuai kehendak dia jadi cari cara biar bisa sesuai 😌
total 1 replies
Pawon Ana
percayalah jika kau masih bisa bersikap tenang dan berfikir bijak saat berhadapan dengan sumber trauma, itu luar biasa ✌️💪
Archiemorarty: Benarr setujuu 🤭
total 1 replies
Jelita S
lnjut thor😍😍
Archiemorarty: Siap kakak
total 1 replies
Miss Typo
badai baru di mulai dan kapan ya
badai pasti berlalu
Miss Typo
gmn cara menyingkirkan Sean? dan pasti tidak akan mudah dan Victoria semoga kamu bisa menghadapi Sean bersama Julius
Miss Typo: semangat
total 2 replies
Miss Typo
Victoria semangat-semangatnya balas perbuatan Kelly, eh orang yg membuatnya trauma muncul.
semangat Vivi, pelan-pelan pasti kamu bisa .
Julius selalu bantu Vivi biar dia kuat dan bisa menghadapi semuanya
Miss Typo: cemangat juga buat othor 💪
total 2 replies
Pawon Ana
hal yang sulit adalah ketika bertemu dengan seorang atau sesuatu yang pernah menjadi trauma
Archiemorarty: Bener itu...😌
total 6 replies
Jelita S
good job victoria🤣
Deyuni12
misi berlanjuuut
Pawon Ana
ini masih jauh dari jalan untuk menjangkau Sean 😔
Archiemorarty: Ndak juga 🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!