18

Dua hari berlalu dengan cepatnya. Dan tepat di hari ini kami akan mempresentasikan tugas kami di depan kelas.

"Eh, Leo nya dimana? Sebentar lagi giliran kita. " Tanya Sita. Kami bertiga melihat ke arah pintu masuk berharap Leo muncul. Bisa-bisanya dia datang terlambat. Sedangkan sudah tujuh kelompok yang maju dan kami giliran yang terakhir. Seharusnya kami yang pertama tetapi aku meminta izin pada bu Anita untuk di berikan ke paling akhir. Kami juga nggak mempersiapkan diri. Kenapa juga aku percaya sama orang yang jelas-jelas pernah tahan kelas dua kali. Bu Anita akhirnya memanggil kelompok kami. Kami bertiga maju ke depan dengan langkah kaki yang berat.

"Di mana anggota kalian yang satunya? "

"Belum datang bu... " Aku menjawab dengan suara yang sedikit terbata-bata.

"Emangnya siapa? "

"Leo buuu" Anak-anak di kelas serempak berteriak kecuali kami bertiga yang masih mematung.

Bu Anita memijat keningnya sebentar.

"Anak itu memang nggak ada harapan. Baik, ibu akan coret nama Leo dari kelompok kalian, dia nggak akan dapat nilai. Cukup kalian bertiga saja. Kalau gitu kalian bisa lanjut! "

"Itu bu sebenarnya... "Aku mencoba mencari alasan.

Leo muncul dari luar dan masuk ke barisan bersama kami.

"Siapa yang mengizinkan kamu masuk? " Leo tidak mempedulikan teriakan bu Anita. Aku segera menjelaskan kepada bu Anita, karena kalau leo keluar bisa-bisa kami juga nggak ada nilai.

"Begini bu sebenarnya Leo yang akan menjelaskan nya."

Anak-anak tertawa mendengar perkataanku. Bu Anita juga memberikan senyuman yang meremehkan. Mungkin bagi mereka itu merupakan hal yang lucu karena kami memilih Leo. Aku berharap Leo tidak memasukkannya ke dalam hati. Tetapi tanpa sengaja sekilas aku sempat melihat Leo tersenyum sinis kepada orang-orang yang menertawakannya.

"Ya sudah, silakan di mulai."

"Baik pertama-tama saya akan menjelaskan....."

Leo memulai pembahasan dengan bahasa yang mudah untuk di mengerti. Banyak sekali kata-kata yang di ubah dan di buat dengan gayanya sendiri.

Panjang lebar Leo menjelaskan dan anak-anak memperhatikannya dengan serius.

"......Itu saja yang bisa saya jabarkan terima kasih."

Bu Anita memberikan tepuk tangan begitupula dengan anak-anak lain.

"Sungguh luar biasa penjelasannya. Kerja bagus Dinda sepertinya ibu akan selalu membagi kalian menjadi satu kelompok " Aku hanya mengangguk.

Aku juga sempat melihat Leo yang tersenyum sinis lagi seperti mengatakan

'Makanya jangan pernah meremehkan aku. Kalian belum tahu siapa aku'

Setelah itu aku mulai bertanya-tanya kok bisa ya Leo ditahan sedangkan cara menjelaskan nya tadi bukan seperti orang bodoh. Dan siapa sebenarnya dia setahu aku di kehidupan sebelumnya aku nggak pernah sekelas sama dia. Apa mungkin ini karena aku mencoba untuk mengubah kehidupan ku yang sekarang sehingga ada saja orang baru? Aku semakin pusing memikirkan hal ini.

"Baik kalian bisa kembali ke tempat duduk masing-masing. Ibu rasa semuanya sudah mengerti tentang materi ini. Sekarang kita akan lanjut ke materi berikutnya."

Lonceng berbunyi tanda jam istirahat di mulai. Loly dan Sita mengajakku ke kantin tapi aku menolaknya. Aku memilih untuk berdiam diri di dalam kelas sambil mendengarkan musik menggunakan headset. Pikiran ku kini melayang mengingat kembali kehidupan masa laluku yang berakhir begitu saja. Aku memikirkan bagaimana kondisi kedua orang tuaku saat ini, aku harap mereka baik-baik saja. Aku membenam wajahku dengan kedua tanganku. Air mata yang coba ku tahan kini jatuh berderai membasahi kedua tanganku. Kuharap nggak ada yang melihat kondisiku saat ini. Lagian di dalam kelas cuma aku seorang. Aku segera mengusap air mataku dengan sapu tangan yang selalu ku bawa kemanapun dan ku simpan di dalam tas. Pokoknya sekarang aku harus semangat nggak boleh sedih lagi. Nggak ada lagi pengkhianatan seorang sahabat dan suami tukang selingkuh. Karena sekarang aku adalah Dinda yang masih remaja. Aku terkejut saat bunyi pintu kelas yang di buka dengan tiba-tiba. Ternyata itu Leo. Syukur aku sudah melap air mataku tadi. Leo berjalan melewati ku lalu mengambil posisi duduk di samping. Leo melihat ku sebentar lalu merebahkan kepalanya di atas meja.

Apa jangan-jangan Leo lihat lagi aku yang menangis. Tapi berharap aja sih dia nggak lihat. Aduh dilemanya diriku. Kenapa dia masuk di saat yang nggak tepat sih. Apa aku tanya saja ya? Aku memberanikan diri untuk membangunkan Leo. Leo bangun lalu menatapku seperti menanyakan ada apa.

"Kamu... Tadi... Kamu lihat nggak tadi? "

Leo memasang ekspresi bingung. "Lihat apa? "

Ternyata Leo nggak lihat. "Oh nggak.. nggak jadi kamu boleh lanjut tidurnya. "

Tapi sebelum tidur lagi Leo sempat memberikan sebuah senyuman yang mematikan menurutku.

Senyuman yang membuat diriku harus berjaga-jaga.

Terpopuler

Comments

Fifid Dwi Ariyani

Fifid Dwi Ariyani

trussemamgat

2024-02-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!