Memiliki watak yang berbeda dengan saudaranya yang lain, membuat Erina sulit diatur. Bahkan ia tidak mengindahkan permintaan orang tuanya untuk segera menikah. Ia lebih memilih tinggal di luar negeri dan sibuk dengan karirnya. Hingga pada suatu saat, ia tidak menyangka bisa berjumpa dengan seseorang yang dapat menaklukkan hatinya. Pertemuan mereka yang tidak disengaja mampu merubah kehidupan Erina. Meski awalnya ia tidak tertarik namun akhirnya ia yang tidak bisa menjauh darinya.
Laki-laki tersebut adalah seseorang yang juga sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Namun setelah bertemu dengan Erina, ia mulai merubah pandangannya terhadap seorang wanita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gara-gara terasi
"Mana sarapanku?"
"Hem, sebentar. Masih aku siapkan. Tunggu di luar saja!"
"Kenapa tidak di dalam saja? Nggak sopan tahu!"
"Pamali, bukan mahram. Takut ada setan lewat."
Dengan santai Erina meninggalkan Rasyad yang masih berdiri di depan pintu. Namun pintunya tidak ditutup.
Rasyad pun memikirkan kembali kata-kataku Erina. Ia dapat menangkap bahwa Erina benar-benar menjaga diri dari laki-laki yang bukan mahramnya. Beberapa kali ia dapat melihat hal itu dari cara Erina tidak berjabat tangan dengan laki-laki, ia menjaga pandangannya, dan juga baru saja Erina mencegahnya masuk ke dalam.
"Dia bukan saja unik, tapi sepertinya memang wanita baik-baik." Batin Rasyad.
"Hei, bengong lagi!"
Suara Erina mengejutkan Rasyad.
"Ini sarapanku. Lunas ya. Jangan nagih lagi! "
Erina memberikan nasi dan ayam serta sambal dan sayurnya yang dikemas dalam tupperware kepada Rasyad.
"Okey, makasih. "
"Hem."
Erina baru saja akan menutup pintunya, namun tangan Rasyad menghalanginya.
"Tunggu dulu!"
"Apa lagi?"
"Bagaimana parfum yang saya pesan?"
"Ah iya, lupa. Saya sudah bawa sampel. Tapi kamu sarapan dulu gih. Nanti ayamnya lari."
blum
Erina menutup pintunya. Sepertinya ia sedang balas dendam karena Rasyad selalu begitu.
Rasyad sudah membuka mulut untuk membalas ucapan Erina. Namun ia harus mengusap dada saat Erina sudah menutup pintunya.
Rasyad segera masuk ke dalam apartemennya. Ia duduk di kursi makan dan membuka tupperware itu. Dari baunya sudah nampak sedap. Rasyad mencicipi ayamnya.
"Hem, lumayan. Tapi hampir keasinan."
Rasyad pun mencoba makan dengan nasi.
"Nah gini pas."
Ia pun mencocol dengan sambal penyetan yang dibuat oleh Erina dengan penuh perjuangan. Karena ia sendiri sebenarnya tidak suka ribet.
Rasyad menghabiskan makannya. Ia lupa jika dirinya alergi terasi. Sedangkan Erina mencampurkan sedikit terasi di sambelnya. Terasi tersebut ia bawa dari rumah. Sejenak kemudian, Rasyad merasakan gatal di bagian tangannya.
"Astaga, apa ada yang salah dengan masakannya?" Gumamnya.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu.
Rasyad pun membuka pintu.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Ini sampelnya. Coba kamu cium baik-baik, nanti bilang saja kurang apa."
Saat akan mengambil botol parfume dari Erina, tangan Rasyad sudah bentol-bentol dan berwarna merah. Ia sadar akan hal itu, dan langsung memundurkan tubuhnya.
"Tu-tunggu sebentar."
Rasyad mencari obat di dalam tasnya. Ia lupa jika saat melakukan perjalannya ke Paris dirinya tidak membawa obat alerginya karena yakin tidak akan kambuh.Ia hanya membawa obat magh. Namun saat ini yang terjadi di luar dugaannya.
Erina masih di depan pintu. Ia mengintip sedikit dari ambang pintu.
"Hallo... kamu nggak pa-pa kan?"
Rasyad langsung duduk di sofa ruang tamunya. Ia menggaruk kedua lengannya dan lehernya yang juga sudah mulai bentol-bentol.
Melihat hal tersebut, tiba-tiba Erina panik. Ia langsung masuk ke dalam.
"Ka-kamu kenapa?"
"Kamu kasih apa tadi dalam masakanmu?"
"Hah... masakan ku?"
"Oh... ya Allah, gatal sekali."
"A-apa kamu alergi?"
"Iya, aku alergi ikan asin dan sejenisnya."
"Terasi?"
"Iya, itu juga."
Erina menutup mulutnya.
"Sambelnya dicampur terasi."
"Astaghfirullah... mana nggak bawa obat."
"Eh, gini saja. Aku yang akan beli obat alergi. K-kamu tunggu ya."
Erina buru-buru keluar dari apartemen Rasyad. Ia kembali ke apartemennya untuk mengambil Dompetnya lalu langsung keluar lagi. Ia akan pergi ke Apotek di dekat gedung apartemennya. Beruntung gedung apartemen sangat strategis. Beberapa kios, mini market, bahkan apotek ada di sekitarnya.
Erina melupakan handphone nya di apartemen Rasyad. Handphone itu berdering berkali-kali. Rasyad dapat melihat nama orang yang menghubungi Erina. Di situ tercantum nama Ayah. Rasyad tidak mungkin mengangkatnya karena takut dinilai lancang dan tidak sopan. Apa lagi panggilannya berupa video call.
Erina sudah sampai di apotek. Ia membeli obat alergi yang ja jelaskan kepada penjaga apotek. Ada dua pilihan obat untuk jenis alergi tersebut. Akhirnya Erina membeli dua-duanya.
"Semoga saja cocok." Batinnya.
Ia keluar dari apotek dan berlari kecil kembali je apartemen.
tok tok tok
"Masuk saja!" Sahut Rasyad dari dalam.
Erina pun membuka pintu apartemen Rasyad.
"Ini obatnya. Kamu pilih mana yang menurutmu cocok. Bentar aku ambilkan air."
Erina benar-benar khawatir karena merasakan bersalah. Ia tidak tahu kalau Rasyad alergi terasi. Jika terjadi sesuatu yang gatal maka dia yang harus bertanggung jawab.
"Ayo diminum."
"Tolong dibuka yang ini."
Tangan Rasyad benar-benar gemetaran.
Erina membantunya membuka obat. Dan Rasyad langsung meminumnya.
Handphone Erina berding lagi.
"Huh handphone ku di sini."
"Dari tadi bunyi." Sahut Rasyad.
"Kak, kamu istirahat saja ya. Aku mau balik dulu." Sekali lagi maafkan saya."
Erina buru-buru keluar dari apartemen Rasyad lalu menerima panggilan dari Ayahnya. Ia memberikan alasan yang tidak membuat Ayahnya curiga. Karena kalau sampai Ayahnya curiga, Bisa-bisa tidak bisa bernafas dengan lega.
Sementara, Rasyad mengantuk setelah minum obat. Ia pun berbaring di sofa.
Siang harinya.
Erina masih kepikiran kepada Rasyad. Ia mencoba menghubungi nomer Rasyad namun tidak diangkat. Pikirannya berkecamuk. Ia takut terjadi sesuatu pada Rasyad. Akhirnya ia keluar dan berdiri di depan pintu apartemen Rasyad.
"Duh gimana ini?" Lirihnya sambil berjalan mondar-mandir.
Setelah lima menit kemudian, Erina memutuskan untuk mengetuk pintu.
Tok tok tok
Tok tok tok
"Kak....apa kamu baik-baik saja?"
Tok tok tok
Rasyad pun terbangun karena mendengar suara, Erina.
Ceklek
"Hem... "
"Kak, gimana?"
Melihat kekhawatiran pada diri Erina, terlintas dalam pikiran Rasyad untuk mengerjainya.
"Gatalnya sudah mending, tapi lihat ini merah semua. Mana tanganku gemetar rasanya. Siang ini aku nggak bisa masak."
"Bi-biar saya yang masak. Saya akan tanggung jawab atas kekalaian ini. Tapi masak apa?"
"Ada pasta di kulkas Bisa bikin spageti. "
"Ah iya baiklah. Aku akan masak di apartemen ku. "
"Masak di sini saja."
"Tapi... "
"Ya Allah, saya tidak ingin berdebat. Laper!"
"Baiklah.... "
Erina pun dengan terpaksa langsung pergi ke dapur. Ia meyakinkan dirinya bahwa Rasyad laki-laki yang baik dan saat ini dalam keadaan lemah. Sementara Rasyad duduk kembali di sofa sambil tersenyum smirk. Ia menyetel TV agar Erina tidak canggung karena senyap.
Beberapa saat kemudian, Mana Rasyad menelpon. Ia mengecilkan volume TV dan menerima telpon. Seperti biasa Mama mengingatkan Rasyad untuk shalat dan makan. Rasyad tidak bilang kepada sang Mama bahwa saat ini ia sedang alergi. Ia tidak ingin Mamanya khawatir. Saat masih asik ngobrol dengan sang Mama, Tiba-tiba Erina datang membawa piring yang berisi spageti yang sudah jadi.
"Spageti sudah siap... " Ujar Erina.
Suara Erina terdengar jelas di telpon. Mama pun langsung mengintimidasi Rasyad.
"Suara siapa itu? Hallo... sayang."
"Eh itu ma, udah dulu ya. Assalamu'alaikum."
Tut tut tut
"Hallo.... ah awas ya."
Sejenak kemudian Mama tersenyum. Mama membayangkan wanita tadi adalah pacar Rasyad.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semoga kalian berdua segera saling membuka hati, apalagi kedua ortu kalian dah memaksa kalian untuk tinggal bersama ?? Hayo kita semua dah siap nungguin kalian berdua belah duren 🤣🤣🤣🤩🤩🤩🙏