Hidup di tengah-tengah para Pria yang super Possessive tidak membuat Soraya Aleysia Abigail Jonshon merasa Terkekang Ataupun diatur. Karena hanya dia satu-satunya perempuan yang hidup di keluarga itu, baik Ayah maupun kakak-kakaknya, mereka menjaganya dengan super ketat . Bagi mereka, Raya adalah anugrah Tuhan yang harus benar-benar dijaga, gadis itu peninggalan dari Bunda mereka yang telah lama meninggal setelah melahirkan sosok malaikat di tengah-tengah mereka saat ini.
Raya adalah sosok gadis jelmaan dari bundanya. Parasnya yang cantik dan mempesona persis seperti bundanya saat muda. Maka dari Itu baik Ayah maupun Kakak-kakaknya mereka selalu mengawasi Raya dimanapun Gadis itu berada. Secara tidak langsung mereka menjadi Bodyguard untuk adik mereka sendiri.
Penasaran sama kisahnya? kuylah langsung baca.....!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10_Key
Raya menghembuskan nafasnya pelan saat mendapati kursi di samping kirinya masih kosong tak berpenghuni, sudah lima hari Key tidak masuk kampus setelah terjadi aksi pembullyan padanya. Pria itu menghilang dengan misterius sehingga membuat mahasiswa lainnya pun ikut bertanya tanya akan keberadaannya termasuk dirinya.
Dan hari ini Raya harap pria itu masuk menunjukkan batang hidungnya di hadapannya. Bukan apa Raya hanya khawatir akan kondisinya yang terakhir kali ia lihat, pria itu sangat mengenaskan dan Raya harap saat ini pria itu baik-baik saja.
Raya membuka matanya yang terpejam dengan kepala yang ia tumpukan pada meja, tangannya ia gunakan sebagai bantalannya. Matanya mengintip mendapati sosok Shaka yang baru saja duduk di kursinya.
" Ka," Raya semakin menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya saat Shaka tak merespon panggilannya. Bukan Key saja tapi Shaka pun sangat aneh baginya. Terkadang pria yang duduk di sampingnya ini bersikap hangat, tapi bisa juga bersikap dingin sedingin Es balok seperti sekarang.
Semenjak kejadian itu dimana saat Shaka menolong Raya, banyak mahasiswa terutama kaum hawa yang menatap tidak suka padanya bahkan ada yang terang terangan membencinya, mereka Fans fanatic Shaka. Dan yang bisa Raya lakukan adalah mengabaikan dan bersikap cuek. Menurut Meli dan Hana ini hanya akan terjadi untuk beberapa hari dan setelah itu rumor kedekatan Shaka dan Raya akan menghilang dengan sendirinya. Mereka hanya iri karena Raya bisa berkesempatan di tolong oleh pujaan hati mereka si sang Most wanted di Kampus mereka.
" Shaka!" Kesal karena diabaikan, Raya menimpuk Shaka dengan ranselnya, membuat pria tadi yang terdiam dan fokus pada Handphonenya kini menatap dingin padanya.
Haaaiiiss. Raya benci tatapan yang tak bersahabat itu. Tidak bisakah Dia santai sedikit? Raya menyimpan tasnya diatas meja dengan kasar, lalu menghembuskan nafas lelahnya panjang dengan bibir yang mengerucut. Jika Moodnya terus seperti ini, rasanya ia rindu akan kedua kakaknya yang rese bin nyebelin tapi ngangenin. Kakaknya selalu mempunyai seribu cara untuk menghibur dirinya dan selalu berhasil membuatnya tersenyum.
" Kak Rey, kak Randi!" Bisik nya kembali menenggelamkan kepalanya. Meli dan Hana pun belum datang, entah kemana dua gadis itu padahal MK akan segera di mulai. Tapi kedua mahluk itu belum juga menunjukkan batang hidungnya dihadapan Raya.
Raya mengangkat kepalanya membenarkan posisi duduknya dan mengaitkan ransel pada bahunya. Dia akan pergi ke kantin mungkin kedua sahabatnya ada disana. Dia beranjak dari duduknya siap melangkahkan kakinya meninggalkan kelasnya itu.
"Eh-!" Keseimbangan tubuh Raya tidak stabil saat Sweater nya tersangkut pada ujung mejanya sehingga membuat Raya kembali terduduk dan akan terjatuh bersama kursinya.
" Hati hati. Dasar ceroboh!" Raya membuka matanya saat tidak merasakan sakit sedikitpun di tubuhnya. Bahkan dia sudah kembali duduk seperti biasa.
Raya memutar matanya jengah saat mendapati Shaka yang kembali menolongnya. Bukan Raya tidak suka ataupun tidak mau di tolong oleh pria itu, Raya hanya ingin mempertanyakan sikapnya yang mudah berubah itu. Kenapa?
" Nyebelin!" Raya kembali menimpuk Shaka dengan Ranselnya dan saat hendak memukul Shaka kembali tangan pria itu lebih dulu menahan tas Raya.
" Tuh kan!" Desah Raya saat kembali mendapati tatapan tidak bersahabat dari Shaka " Bisa gak sih tuh muka Senyum dikit? Jangan kaku kaya gitu, datar banget kaya papan triplek gak capek apa?" Raya merebut kasar ranselnya dari Shaka lalu kembali ia sampirkan pada bahunya.
" Tuh kan di cuekin lagi!"
" Mau kemana?" Raya menghentikan langkahnya saat merasakan tangannya dicekal oleh seseorang. Raya menoleh kearah belakang, mendapati Shaka yang kini sedang menatap kearahnya " Duduk!" Titahnya. Tangannya menarik lengan Raya sehingga gadis itu kembali terduduk di kursinya
" Lo kenapa sih Ka?" Tanya Raya bingung " Bentar-bentar bersikap hangat bentar-bentar bersikap dingin. Gue bingung sama sikap lo itu!" Ketusnya menatap gemas pada pria yang ada di hadapannya.
" Kalo aja lo itu Robot. Gue pengen ,gue yang megang remot kontrolnya biar bisa otomatisin lo bersikap hangat, ramah dan nggak secuek ini!"
" Untungnya gue manusia!" Jawabnya santai, dan itu membuat Raya kembali mendengus tak suka.
" Dan lebih sayangnya lagi lo itu udah sia-siain masa muda lo itu tau!" Balas Raya geregetan sambil mengepal kedua tangannya " Coba Sih senyum? Gak ada salahnya kan kalo lo senyum? Jangan kaku terus, nggak enak di liat. Percuma punya muka ganteng kalo kaku dan tak berekspresi."
" Jadi menurut lo gue ganteng?"
" A... An enggak, lebih ganteng Ayah gua. Ya lebih ganteng Ayah gue dibandingkan sama lo!" Haiiisss. Raya merutuki dirinya sendiri saat ia berbicara dengan gugup di hadapan Shaka. Dan ia kembali menggerutu pada dirinya saat menyadari perkataanya mengenai Shaka tadi.
" Nggak udah ngelak, lo baru aja mengakui kalo gue itu ganteng!"
Raya memalingkan wajahnya saat merasakan panas pada kedua pipinya. Astaga apakah saat ini pipinya merona? Raya segera menenangkan degup jantungnya yang tiba-tiba terasa ingin melompat dari tempatnya.
" Pipi lo merah merona!" Jari telunjuk Shaka menyentuh pipi Raya yang memerah, meskipun Raya memalingkan wajahnya tapi Shaka masih dapat melihat itu semua. Shit. Raya mengepal kuat kedua tangannya saat Shaka kembali menggodanya.
" Berhenti godain gue Ka!" Ketus Raya " Kenapa sekarang Lo kaya burung Beo yang cerewet huh? Tadi aja gue panggil-panggil lo diam terus, nah sekarang? Dasar... isss lo itu pria aneh!"
" Walaupun Aneh tapi ngangenin kan?!"
" Ngangenin dari hongkong. Kalo nyebelin mah iya!" Dengus Raya
" Iiiiiihhhhh stop godain gue!" Raya Kembali memukul Shaka secara bertubi-tubi. Pria itu mengerlingkan matanya menggoda Raya, sehingga membuat Raya tak percaya jika Pria dingin sedingin Shaka bisa menggodanya.
" Nyebelin!" Raya menghentakkan kakinya kesal bibirnya kembali mengerucut dengan tangan yang ia lipat di depan dada.
" Minum dulu biar tenang," Raya segera menyambar Air mineral yang baru saja di sodorkan Shaka. Berhadapan dengan Shaka membuat hatinya panas karena harus memiliki kesabaran ekstra untuk menghadapinya, bukan hatinya saja suhu tubuhnya pun ikut memanas dan ia butuh minum untuk mengurangi dehidrasinya.
" Kenapa?" Raya menoleh kearah Shaka dengan Alis yang terangkat setengah " Kenapa Lo tadi manggilin gue terus?" Ucap Shaka kembali memperjelas perkataannya.
Raya menembuskan nafasnya pelan lalu membenarkan posisi duduknya menghadap ke arah Shaka "Itu gue mau nanya Lo punya nomor telpon Key nggak?"
Pegangan Raya mengerat pada botol minumannya saat mendapati Shaka yang enggan untuk menjawab pertanyaan-nya. Haisss rasanya akan sia-sia jika bertanya padanya. Lihat saja pria itu kembali cuek dan dingin.
" Nggak," Jawabnya beberapa detik kemudian.
" Alamat Rumahnya?"
" Enggak," Raya kembali mendengus. Bukankah sudah jelas jika bertanya padanya akan sia-sia? " Gue heran aja sama kalian semua. Hampir tiap hari kalian ketemu tapi nggak ada seorangpun yang punya nomor telpon key, bahkan Alamat rumahnya pun kalian nggak ada yang tau. Issss kayanya bener deh kalo Key itu di kucilkan.?
" Nggak ada yang mengucilkan dia." Bantah Shaka menatap lekat manik hitam milik Raya.
" Lalu kenapa seorangpun dari kalian nggak tahu menahu tentang Key?"
" Karena dia terlalu asik dengan buku bukunya. Dan dia lebih suka sendiri dan tidak mau mencoba untuk bersosialisasi!"
" Kaya Lo, gitu?" Sindir Raya keras.
" Tentu saja tidak!" Serga Shaka tak mau kalah.
" Seriusan? Terus kenapa lo juga menghabiskan waktu luang Lo di kelas aja? Kenapa nggak ikut berbaur sama teman yang lainya?
" buat apa?Mike dan Ian sudah cukup!"
" Gitu ya? Curiga gue, jangan-jangan bukan Key yang nggak mau bersosialisasi, tapi kalian yang nggak mau gabung sama dia karena penampilannya."
" Gue bukan orang seperti itu!" Raya terkejut saat Shaka mengeram tak terima padanya. Apakah pria ini marah?
Raya menelan salivanya kasar lalu berusaha menenangkan dirinya akan keterkejutannya atas sikap Shaka tadi " K...kalau lo bukan orang seperti itu terus kenapa lo nggak berusaha untuk memulainya lebih dulu?"
"Maksud gue, kenapa lo sama teman-teman Lo itu nggak ngajak dia gabung duluan?Mungkin itu akan mengubah pandangan negatif Key terhadap kalian!" Ucap Raya menjelaskan.
" Lo suka sama dia?"
" Apa?" Raya membulatkan matanya sempurna saat mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan macam apa itu? Batin Raya
" Lo suka sama sama dia kan?" Sekali lagi Shaka mempertanyakan pertanyaan yang sama dengan notasi yang lebih menyeramkan dari sebelumnya.
Astaga jika seperti ini Shaka terlihat seperti kakak kakaknya yang sedang marah pikir Raya
" Enggak lah, mana mungkin gue suka sama dia." Jawab Raya membantah.
" Terus, kenapa nanyain dia terus?" Terdengar nada kesal di setiap kata yang keluar dari mulutnya itu.
" Gue peduli sama dia, dia kan teman gua juga. Key itu teman pertama gue di kampus ini selain Hana dan Meli. Gue cuma khawatir, itu aja tidak lebih!" Jelas Raya "Lo juga, bisa-bisanya berfikiran seperti itu."
" Heyyy Tuan Rese kemana diri lo yang cerewet tadi huh? Kenapa sekarang Lo balik ngediemin gue lagi? Isss Lo ini ya. Kenapa tuhan mempertemukan gue dengan cowok yang jelas jelas harus memiliki ekstra kesabaran? Kalo terus terusan seperti ini, ini sama saja Lo bikin gue ngomong sama patung!"
" Aduuhhh!" Raya meringis. Satu sentilan di keningnya mendarat dengan mulus. Raya mendelik tajam pada pelakunya siapa lagi kalau bukan Shaka.
"Gue manusia bukan patung, dan inget gue juga punya hati."
"Punya hati, punya hati. Apa kabar gue yang dari tadi ngoceh terus lo diemin huh?! Lo pikir gue nggak punya hati?" Ungkap Raya menuturkan kekesalannya " Dasar nyebelin, nyebelin, nyebelin!" Rengeknya membuat Shaka menahan senyum demi menjaga Imagenya. Sungguh Raya sangat menggemaskan dan imut seperti anak kecil yang sedang merajuk.
Aksi mencak mencak Raya berhenti saat kursi di sebelah kirinya ada yang menduduki. Dia sangat senang ketika si tuan pemilik kursi itu kini telah kembali.
" Hay ke......," Raya mengatupkan bibirnya rapat saat dugaannya salah. Dia fikir Key yang baru saja duduk di kursi sampingnya itu ternyata bukan.
" Sorry, tempat itu milik teman gue," Intrupsi Raya mengingatkan " Lebih baik lo cari kursi yang lain aja!" Lanjutnya.
"Seriusan tempat ini milik teman lo? terus dimana dia?" Tanya Pria itu.
Raya mengesah lalu melirik Shaka sekilas sebelum kembali menatap pria itu " Gue nggak tau, dia belum masuk."
" Nggak tau?" Ucap pria itu mengulang.
Raya memperhatikan pria yang ada di hadapannya, Pria itu mengenakan celana berbahan levis dengan kaos yang di padukan dengan jaket Kulit hitam. rambutnya pirang, hidungnya mancung, alisnya tebal dan kulit seputih salju. Raya penasaran dengan hazel di balik kacamata yang dikenakannya itu.
" Dia itu teman lo atau bukan?"
" Tentu saja dia teman gue." Jawab Raya " Lo mahasiswa baru kan? udah sana cari kursi yang lain ini kursi teman gue!" Usir Raya
" Kalau gue nggak mau gimana?" Tantang Pria itu.
" Lo!!" Tunjuk Raya mulai kesal
" Udah biarin aja, dia juga belum tentu masuk!" Raya semakin kesal saat Shaka menyuruh dan membiarkan pria asing itu untuk duduk di kursi Key.
" Dia? Dia siapa? Dia punya nama Ka. Key, Key namanya!" Tegas Raya " Dan lo!, Tunjuknya pada pria itu " Udah gue bilang itu kursi teman gue!" Pria itu masih terdiam enggan untuk melangkahkan kakinya untuk beranjak dari kursi itu.
" Oke kalo itu mau lo, biar gue yang pindah. Lagian gue juga nggak mau bersebelahan sama cowok rese kaya Lo!"
" nggak." Cegah Shaka saat Raya ingin pindah dari kursinya. Dia mencekal kembali tangan Raya " Lo cari kursi yang lain, itu milik teman kami!" ujar Shaka dingin dengan sorot mata yang tajam.
" Teman kalian? Gue marasa tersanjung mendengarnya." Ujung bibirnya tertarik keatas tersenyum misterius di balik kacamata hitamnya.
" Ini kursi gue, sampai kapanpun ini akan menjadi tempat gue." Shaka mengetatkan rahangnya. Berani sekali pria itu berkata seperti itu. Jika itu terjadi maka Raya akan pindan dari kursinya.
" Udah gue bilang lo pergi dari hadapan kami, kursi itu bukan tempat lo!" Shaka mengepal satu tangannya yang berada diatas meja. Mendelik tajam pada Pria yang berani memainkan emosinya.
" Sudah gue bilang kursi ini milik gue dan tetap akan menjadi milik gue karena gue adalah pemilik kursi ini!" Pria itu membuka kacamata hitamnya memperlihatkan mata Hitamnya yang jernih sehingga membuat Raya tersenyum sumringah mendapati kebenaran yang ada dihadapannya saat ini.
" KEYYY!" Teriak Raya girang.