Sinopsis:
Tertidur itu enak dan nyaman hingga dapat menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagi banyak orang, namun jika tertidur berhari-hari dan hanya sekali dalam sebulan terbangun apakah ini yang disebut menyenangkan atau mungkin penderitaan..
Sungguh diluar nalar dan hampir mustahil ada, tapi memang dialami sendiri oleh Tiara semenjak kecelakaan yang menewaskan Ibu dan Saudaranya itu terjadi. Tidak tanggung-tanggung sang ayah membawanya berobat ke segala penjuru Negeri demi kesembuhannya, namun tidak kunjung membuahkan hasil yang bagus. Lantas bagaimanakah ia dalam menjalani kehidupan sehari-harinya yang kini bahkan sudah menginjak usia 16 tahun.
Hingga pertemuannya dengan kedua teman misterius yang perlahan tanpa sadar membuatnya perlahan pulih. Selain itu, tidak disangka-sangkanya justru kedua teman misterius itu juga menyimpan teka-teki perihal kecelakaan yang menewaskan ibu dan saudaranya 3 tahun yang lalu.
Kira-kira rahasia apa yang tersimpan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca4851c, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3
"Jadi ini Anaknya Teman Papa, kalian yang akrab ya..Papa tinggal keluar dulu", jelas Papa singkat padat jelas kemudian langsung melongos pergi begitu saja.
Ku pandangi Dia dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tampangnya begitu cantik dengan tinggi yang proporsional bak model-model di luaran sana, apalagi kulitnya juga putih bersih sehingga siapapun yang tidak mengenalnya mungkin menganggapnya seorang model.
Surai rambutnya yang hitam lurus sepundak dengan berhiaskan sebuah pita kecil diujung ponny tailnya. Hidung dan mulut kecilnya nampak begitu serasi dan imut jika dipadukan dengan mata sipitnya.
"Hai, namaku stephani Alexadro..panggil stephani aja", ujarnya yang tersenyum manis seraya mengulurkan tangannya padaku.
"Namaku Tiara Gerald, salam kenal juga", ujarku dengan senyum lebar sembari membalas uluran tangannya.
"Kata Papaku Kita seumuran, Btw kamu sekolah dimana?", tanyanya dengan begitu antusias.
"Home schooling, emm..karenaa-", ujarku dengan begitu ragu yang terputus.
"Oo begitu..yaudah gak usah diteruskan gak papa", sahutnya memutus pembicaraanku sebelumnya seolah mengerti keadaanku.
"Gimana kalau kita tukaran kontak aja, biar bisa kenal lebih dekat lagi..", sarannya.
"Tidak masalah, ayuk", setujuku.
"Sini HP milikmu"
"Ini", ujarku sembari memberikan Handphone milikku padanya. Dia pun langsung dengan sigap meraihnya dan terlihat mengetikan sesuatu sebelum memberikannya kembali padaku.
"Okey, sudah Kusimpankan nomornya. Nanti malam Ku chat kamu", serunya dengan ceria.
"Baik", jawabku antusias.
"Emm, sepertinya untuk saat ini Aku tidak bisa menemanimu lebih lama lagi karena ada janji dengan Seseorang", serunya yang tiba-tiba tersipu malu.
"Tapi Aku janji lain kali akan menghabiskan waktu lebih lama lagi denganmu, dan nanti akan Kuperkenalkan juga sama teman-temanku di luaran sana", imbuhnya dengan senang.
"Benarkah?", Tanyaku penuh antusias.
"Benar. Janji", serunya seraya mengacungkan jari kelingkingnya padaku. Lantas Kubalas uluran jari kelingkingnya itu.
...*** ...
Tetap tidak ada yang berubah sedikitpun dalam setiap kegiatan yang Kulakukan usai terbangun dari tidur panjang, yah kecuali pertemuanku dengan stephani tadi sih.
Seperti biasanya, di sore ini Aku berbaring di atas karpet yang tergelar di Taman samping Rumah dengan mengenakan gaun putih panjang yang bercorakan bunga pemberian dari Papa tahun lalu saat ulang tahunku.
Tak lupa juga dengan beberapa buku yang tergeletak di samping kanan kiriku, dan seteko teh beserta cangkir mungilnya yang berada di samping kananku. Tidak hanya teh, tetapi juga beberapa cookies yang berbentuk beruang tersaji di atas piring yang terletak di sebelah tehnya.
Semilir angin berhembus begitu sejuk tatkala menyentuh kulit ini, apalagi semerbak aroma mawar yang menyeruak keluar bagaikan parfum di sekitarku membuat mata ini semakin berat.
Ku ambil salah satu buku yang ada di sekitarku ini dengan judul 'Moana' , lalu kubuka perlahan. Namun sedikitpun tak tertarik untuk membaca kali ini. Akhirnya buku itu hanya Kujadikan penutup muka saja, sebelum perlahan mulai terlelap di dunia mimpi.
TIIT
TIITT
"Haah"
Tiba-tiba deringan ponselku menyadarkanku dari dunia mimpi, meski dengan sedikit gelagapan awalnya. Akhirnya Kuraih ponselku dan buka chat dari Seseorang.
'Hai Ara, ini stephani. Besok keluar sama Aku yuk.., nanti Kukenalkan sama Teman-temanku'
Wah, mau banget pergi keluar bareng stephani. Tapi, apa bakalan diizinkan sama Papa. Biasanya saja dilarang pergi keluar sedetik pun.
KRUSUKK
KRUUSUKKK
Suara semak belukar yang terinjak membuyarkan lamunanku, lantas pandanganku menyusuri area luar pagar rumah ini yang tidak seberapa jauh dari tempatku berada.
Tampak sekilas siluet bayangan Seseorang yang berperawakan tinggi menghilang di balik pepohonan.
"Astagaaa", pekikku kaget.
"Ada apa non?", tanya Pak Joni yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangku.
"Ah, tidak Pak. Mungkin Saya tadi salah lihat saja", seruku.
"Emang Non tadi lihat apa?", tanya Pak Jono penasaran.
"Tadi seperti siluet bayangan seseorang di balik pohon itu", tunjukku ke arah pohon yang ada di samping semak belukar.
Pak Jono pun langsung melihat ke arah yang sama, dan segera berjalan cepat ke sana. Usai sampai di pembatas gerbang, Dia memanjat pagar besi samping rumah dan menghampiri pohon itu. Tampak beberapa kali Ia berjalan mondar-mandir mengelilingi pohon mangga itu dan berjongkok di semak belukar sebelum akhirnya berjalan kembali menghampiriku.
"Tadi sudah Saya periksa Non, tapi tidak Saya dapati Seseorang pun di sekitar sana. Namun..", jedanya.
" ini Saya temukan di sekitar semak belukar. Sepertinya memang tadi ada orang disana dan Dia yang menjatuhkannya", imbuh Pak Jono sembari memberikan sebuah liontin dengan bentuk separuh hati yang bewarna merah darah.
'Indahnya..'
"Yuk Non masuk ke dalam, udah hampir maghrib. Sebentar lagi Papanya Non juga mau pulang, gawat kalau tau Non di luar jam segini mah saya kena semprot..", ajak Pak Jono padaku.
Aku pun menurut saja sembari membawa sebagian buku-buku milikku yang juga dibantu Pak Jono membawakan yang lainnya.
Kami pun berjalan masuk ke dalam rumah yang ternyata sudah ada Papa di ruang tamu.
"Lho, tumben cepet pulangnya?", tanyaku pada Papa yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari bermain ponsel. Lantas Papa pun langsung menoleh kearahku.
"Iya nih, kerjaan Papa selesai lebih awal hingga dapat pulang cepat", jelas Papa padaku.
"Oow begitu..", seruku mangut-mangut.
"Emm, Pa", panggilku dengan ragu.
"Iya, kenapa?", tanya Papa balik. Namun mulut ini masih saja terkatup lantaran terbayang-bayang kemungkinan Papa menolaknya seperti biasanya.
"Terus terang saja sayang, tidak masalah..", seru Papa.
"Itu.., Stephani mengajak Ara ke luar besok. Apak-"
"Boleh", jawab Papa yang tiba-tiba memutus pertakataanku.
'Hahh, demi apa langsung diizinkan? Padahal Stephani kan orang baru bagiku'
"Udah makan belum?", tanya Papa yang membuyarkan lamunanku.
"Belum Pa, ini mau mandi dulu", jawabku.
"Yaudah, sana gih mandi. Habis itu makan bareng Papa", suruh Papa padaku yang langsung saja ku angguki.
Tanpa berlama-lama Aku pun bergegas naik ke atas, sepintas ku dapati Bu Rat yang sedang berkutat di dapur.
Semerbak aroma sedap menyeruak masuk ke rongga hidungku, dan rasa lapar pun memenuhi perutku. Ku percepat lagi jalanku hingga tanpa sadar telah sampai di depan pintu kamar.
Ku dorong pintu itu, dan berjalan menuju laci meja belajarku. Lantas Ku keluarkan liontin tadi dari saku gaunku.
' Kira-kira siapa orang itu? '
Ku amati liontin yang berbentuk setengah hati itu, ternyata terdapat corak bunga-bunga yang terukir di bagian tengahnya.
'Cantik sekali liontinnya, pasti ini milik orang itu. Tapi mengapa Dia sembunyi-sembunyi begitu? Apakah dia berniat jahat pada keluargaku..'
Aku pun memasukkan dan menyimpan liontin itu di dalam laci meja belajarku sebelum beranjak ke kamar mandi yang ada di samping lemari.
...*** ...
(Hari ke-3 Setelah Bangun)
Kupandangi pantulan bayangan diriku yang ada di depan cermin.