Tanpa perlu orang lain bicara, Aya sangat menyadari ketidaksempurnaan fisiknya.
Lima tahun lamanya, Cahaya bekerja di kota metropolitan, hari itu ia pulang karena sudah dekat dengan hari pernikahannya.
Namun, bukan kebahagiaan yang ia dapat, melainkan kesedihan kembali menghampiri hidupnya.
Ternyata, Yuda tega meninggalkan Cahaya dan menikahi gadis lain.
Seharusnya Cahaya bisa menebak hal itu jauh-jauh hari, karena orang tua Yuda sendiri kerap bersikap kejam terhadapnya, bahkan menghina ketidaksempurnaan yang ada pada dirinya.
Bagaimanakah kisah perjalanan hidup Cahaya selanjutnya?
Apakah takdir baik akhirnya menghampiri setelah begitu banyak kemalangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21.
.
“Kami menghampiri kalian untuk menyampaikan niat baik kami.” ucap cahaya ingin menenangkan mereka.
“Niat baik?” Pria itu tadi menoleh menatap Cahaya dengan pandangan menelisik. “Lihat baik seperti apa?”
Marcel merasakan sorot ketidaksukaan dari pria itu kepada cahaya ingin dirinya turun tangan tetapi dia juga ingin memberikan kesempatan pada Cahaya untuk bisa menyelesaikan masalah. Lagi pula ide itu datang dari Cahaya. Marcel ingin melihat sejauh mana kemampuan Cahaya dalam menghadapi situasi.
“Saya ingin mengadakan pelatihan keterampilan bagi kalian. Mungkin kalian tidak akan langsung bisa. Mungkin juga kalian tidak akan langsung mendapatkan uang dari hal ini, tapi dengan kalian memiliki keterampilan setidaknya kalian bisa mencoba sesuatu yang baru. Bukan berdiri berpanas-panasan menunggu lampu merah menyala.”
Mereka yang mendengar ucapan cahaya saling pandang. Tawaran gadis itu memang menarik. Tapi apa benar mereka bisa?
“Keterampilan seperti apa?” Seorang ibu yang sedang menggendong bayinya bertanya.
Cahaya mengambil tas yang tergantung di pundaknya lalu menunjukkan kepada mereka. “Tas ini saya hasilkan dari gelas plastik bekas. Kita akan membuat seperti ini. Kalian bisa menjualnya dan menghasilkan uang. Bagaimana menurut kalian?”
Para difabel merasa ragu dan tidak percaya diri. Mereka takut tidak bisa mengikuti pelatihan tersebut. Lebih dari itu ada sesuatu yang membuat mereka khawatir.
“Jika kami masih dalam tahap belajar berlatih itu artinya kami tidak bisa langsung menghasilkan uang lalu selama itu bagaimana cara kami makan jika kami tidak mengemis atau mengamen?” Pertanyaan logis dari pemuda yang berjalan menggunakan kruk.
Cahaya menoleh ke arah Marcel. Melihat pria itu tersenyum dan mengangguk ia merasa tenang.
"Teman-teman, jangan takut. Ada Tuan Muda Marcel yang akan membantu kita semua. Untuk sementara ini saya dan Tuan Muda Marcel yang akan menanggung makan kalian.”
Mereka semua kembali saling pandang. “Ya kalau benar makan kami semua ditanggung sih kami setuju.” ucap ibu yang menggendong bayi. Para difabel dan dhuafa itu akhirnya setuju untuk mengikuti pelatihan tersebut.
Cahaya tersenyum lebar mendengar jawaban mereka. “Kita semua bisa belajar. Yang penting, kita punya kemauan dan semangat," kata Aya.
Marcel berdiri dari duduknya setelah dicapai kesepakatan. “Kalau begitu kami akan pulang dulu besok kami akan mendatangi tempat kalian dan membawa bahan dan peralatan yang kalian perlu lakukan dalam berlatih,” ucapnya.
Setelah berkata demikian Marcel mengambil dompet dari jaketnya. Mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikan kepada mereka. “ini, ada sedikit rezeki. Gunakan ini untuk membeli bahan makanan untuk kalian selama beberapa hari!”
“Wah..” mata mereka berbinar melihat apa yang kini ada di tangan mereka. “Terima kasih, Tuan, Nona. Saya akan bersemangat mengikuti pelatihan.”
“Saya juga!”
“Saya juga!”
*
*
*
Keesokan harinya Aya dan Marcel dengan membawa Tina, Nunik dan Rani, benar-benar mendatangi jembatan Kuningan seperti yang dikatakan oleh pemuda difabel kemarin.
Mata Marcel memindai sekeliling. Tempat itu benar-benar mirip hunian yang penuh sesak berjubel berdesakan. Sungguh miris, di mana dirinya hidup bergelimang harta sejak lahir, di tempat ini dia menyaksikan kehidupan yang begitu memprihatinkan.
Tanpa menunggu waktu, Cahaya dibantu oleh Tina Nunik dan Rani, mulai memberikan pelatihan kepada mereka. Sebelum itu Cahaya memperkenalkan dirinya dan juga Marcel serta ketiga temannya pada mereka, lalu mencatat nama-nama mereka.
Mereka mengajarkan cara membuat tas daur ulang mulai dari pola paling sederhana. Cahaya khusus membimbing Sani si gadis tunanetra. Sedangkan Tina Nunik dan Rani membimbing yang lain.
Mereka semua mengikuti pelatihan tersebut dengan penuh semangat. Mereka sangat antusias untuk belajar.
“Waktunya istirahat, ini makanan untuk kalian!” Marcel yang tadi pergi sebentar kembali dengan beberapa kantong plastik besar. Memberikannya bukan hanya pada mereka yang ikut pelatihan, tapi juga penghuni yang lain yang kebetulan berada di sana.
“Ada makanan enak!” Seru satu di antara mereka. Dan yang lain pun segera menyerbu.
*
*
*
Beberapa waktu berjalan, Marcel melihat bahwa mereka yang mengikuti pelatihan masih memiliki kendala tempat tinggal. Tempat itu benar-benar kurang layak, sehingga kurang nyaman dan mempengaruhi produktivitas.
Apalagi Marcel juga tidak bisa setiap hari mengantarkan Cahaya ke tempat itu, karena dia juga harus mengurus perusahaan bersama kakaknya.
Marcel kemudian berinisiatif untuk mencari solusi atas masalah ini. Ia berdiskusi dengan Aya mengenai kemungkinan menyediakan tempat tinggal yang layak.
"Aya, saya perhatikan teman-teman difabel kita masih banyak yang kesulitan dengan tempat tinggal. Bagaimana kalau kita sediakan saja rumah singgah untuk mereka? Jadi mereka bisa lebih fokus berkarya," ujar Marcel.
"Terima kasih, Kak! Saya benar-benar terharu. Sebelumnya saya tidak menyangka kakak benar-benar mendukung semua yang saya lakukan. Dengan adanya rumah singgah, mereka tidak perlu lagi khawatir soal tempat tinggal.” balas Aya.
Marcel segera memerintahkan orang kepercayaannya untuk mencari sebuah rumah yang kemudian direnovasi dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan, seperti kamar tidur, kamar mandi, dapur, ruang makan, dan ruang bersantai. Rumah tersebut didesain senyaman mungkin agar para difabel merasa seperti di rumah sendiri.
Setelah renovasi selesai, Marcel dan Aya mengumumkan kepada para difabel mengenai adanya rumah singgah yang bisa mereka tempati.
Para difabel sangat terkejut dan terharu mendengar kabar baik itu. Mereka tidak menyangka akan mendapatkan perhatian dan bantuan sebesar ini dari Marcel dan Aya.
"Ya Allah, Tuan Muda Marcel dan Mbak Aya, kami tidak tahu bagaimana membalas kebaikan kalian. Kalian sungguh sangat baik dan perhatian kepada kami," ucap satu diantaranya dengan mata berkaca-kaca.
"Kami sangat bersyukur dan berterima kasih atas bantuan ini. Rumah singgah ini akan sangat berarti bagi kami," timpal yang lain.
Marcel dan Aya tersenyum bahagia melihat kebahagiaan para difabel. Mereka merasa senang bisa memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas hidup para difabel.
"Sama-sama, teman-teman. Kami senang bisa membantu kalian. Rumah ini adalah milik kita bersama. Jaga dan rawatlah rumah ini dengan baik," pesan Marcel.
"Kami berharap dengan adanya rumah singgah ini, kalian bisa lebih fokus dalam mengembangkan keterampilan dan meraih kesuksesan," tambah Aya.
Marcell langsung memerintahkan beberapa orang untuk membawa mereka semua ke rumah singgah.
Para difabel kemudian mulai menempati rumah singgah tersebut. Mereka semakin termotivasi untuk berkarya.
Satu bulan kemudian mereka berhasil membuat tas daur ulang dengan berbagai model. Aya dan Marcel sangat bangga dengan hasil karya mereka.
"Teman-teman, tas-tas ini sangat bagus! Kalian semua hebat," puji Aya.
"Kami akan bantu kalian menjual tas-tas ini. Kami akan pasarkan tas-tas ini secara online dan di pameran-pameran kerajinan," timpal Marcel.
Para difabel merasa senang dan bangga dengan diri mereka sendiri. Mereka tidak menyangka, mereka bisa menghasilkan uang tanpa mengemis.
Aya dan Marcel kemudian membantu memasarkan tas-tas tersebut secara online.
Tas-tas buatan mereka mendapat sambutan yang sangat baik dari berbagai kalangan.
"Terima kasih banyak, Mbak Aya dan Tuan Muda Marcel. Kalian telah mengubah hidup kami," ucap salah seorang difabel dengan mata berkaca-kaca.
Aya dan Marcel tersenyum bahagia. Mereka merasa senang bisa membantu orang lain. Mereka berharap, program pelatihan yang mereka lakukan bisa memberikan manfaat yang besar bagi para difabel dan kaum dhuafa.
"Sama-sama, teman-teman. Kami senang bisa membantu kalian. Semoga, kita semua bisa sukses bersama," kata Aya.
"Kami akan terus mendukung kalian. Kami akan bantu kalian mengembangkan usaha ini," timpal Marcel.
Dengan bantuan Aya dan Marcel, para difabel kini bisa hidup mandiri. Tidak lagi berdiri di bawah lampu merah. Mereka juga tidak lagi merasa minder dan rendah diri. Mereka kini memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan semangat untuk hidup yang lebih baik.
Akhirnya terungkap juga rahasia 2 hati...
Apa yg terjadi kemudian...?
Kita tunggu up berikutnya...wkwkwkwkk
. cuit cuit