Season 2 novel SANG PENGASUH
Arya, Ricky, Rendi, dan Wiliiam, adalah empat pria tampan sold out yang telah menjalani senasib sepenanggungan gagal malam pertama karena kejahilan diantara mereka. Menjalani kehidupan rumah tangga tidak selancar jalan tol. Keempatnya mengalami ujian.
Diantaranya, Arya. Kemunculan salah satu keluarga yang dikira telah meninggal, hadir mengusik ketenangan rumah tangganya.
Pun dengan Rendi. Kedatangan adiknya dari Turki dan kini tinggal bersamanya malah membuatnya was-was.
Kisah kehidupan keempatnya, author kemas dalam satu bingkai cerita.
Kisah ini hanya fiksi. Jika ada kesamaan nama, tempat/perusahaan itu hanya kebetulan semata.
Selamat menikmati kisah yang bisa membuatmu senyum-senyum sendiri.
Cover free by pxfuel
Edit by me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Masalah
"Hai, tunggu!"
Rendi yang baru memasuki halaman setelah melakukan jogging pagi, membalikkan badannya saat mendengar teriakan panggilan.
Seorang wanita dari sebrang rumah menghampirinya. "Sorry, kamu Rendi bukan ya?"
"Iya benar. Mba siapa ya?" Rendi memicingkan matanya berusaha mengingat-ngingat wajah cantik berambut coklat di depannya itu.
"Hayo tebak aku siapa? Your neighbour in England, Ren."
"Are you Janeta?" Rendi tampak ragu menebaknya.
"Yes. I'm Janeta." Perempuan bernama Janeta itu memekik senang karena Rendi masih mengingatnya.
"Rendi, apa kabar? I miss you hu hu--" Perempuan itu spontan memeluk Rendi penuh rasa gembira.
Rendi membalasnya tak kalah senang dan kaget, tak menyangka akan kembali bertemu tetangganya saat kuliah di London.
"Janet, aku hampir tak mengenali kamu. Dulu kan kamu gemuk, sekarang langsing dan seksi." Rendi terbahak mengomentari teman lamanya itu.
"Hei, you juga sama, more handsome than before. Dulu kamu ceking, kebanyakan mikir kuliah. Sekarang uhuy" Janeta memuji body Rendi yang sempurna menurutnya.
"Sebentar, kenapa kamu bisa terdampar di Bandung?" tanya Rendi tampak penasaran.
Janeta tergelak mendapat pertanyaan Rendi yang menurutnya lucu. "Aku lagi liburan, Ren. Sudah dua hari tinggal di rumah Om Seto, dia Om aku, kakaknya Mommy." Janeta menunjukkan rumah di sebrang.
Rendi kenal dengan tetangga pemilik rumah itu. Nggak menyangka kalau Pak Seto adalah kerabatnya Janeta.
Janeta menatap jam yang melingkar di tangannya. "Ren, sorry aku harus segera pergi. Teman-teman dari England sudah tiba di Bali. Aku akan menyusul ke sana, aku mau siap-siap ke bandara nih. Kamu mau ikut, Ren?"
"Kamu nggak berubah ya, masih suka happy-happy. Aku sudah jadi dokter, Janet. Nggak bisa seenaknya main." Rendi menoyor kening Janeta yang masih sama seperti dulu, santai menjalani hidup.
"I'm single and very happy, pak dokter." Keduanya kembali tertawa bersama.
"Ah, sebenarnya aku masih kangen, pengen bernostalgia. Tapi aku sudah pesan tiket pesawat. Dari Bali nanti lanjut ke Singapore, lalu balik ke England. See you again, Ren." Janeta memeluk Rendi sebagai salam perpisahan. Tiba-tiba ia mencium pipi Rendi sambil berlari dan tertawa, melambaikan tangannya.
Rendi hanya geleng-geleng kepala dengan kelakuan temannya itu yang tak berubah. Menikmati hidupnya dengan santai, hanya untuk bersenang-senang.
.
.
Interaksi keduanya tak luput dari perhatian Marisa yang melihatnya dari balik kaca jendela ruang tamu. Segelas air yang ia bawa untuk suaminya urung diberikan setelah menyaksikan semuanya dari awal sampai akhir.
"Ayang, sejak kapan berdiri di sini?" Rendi sedikit terkaget saat memasuki pintu rumah ada Marisa yang berdiri menatapnya tanpa senyum.
"Kenapa? Kaget ya karena terciduk?" Marisa bertanya dengan sinis.
Rendi terdiam sebentar. Mengatur kalimat yang akan disampaikannya karena melihat Marisa yang tampak marah.
"Ayang, ngobrolnya sambil duduk ya." Rendi berkata lembut, merengkuh bahu sang istri. Namun diluar dugaan Marisa menepisnya dan bergidik seolah jijik.
"Jangan sentuh aku! Kamu udah peluk-pelukan bareng perempuan itu, bahkan parfumnya saja menempel di bajumu." Marisa berlalu meninggalkan Rendi yang terbengong. Dirinya nggak menyangka dengan reaksi Marisa.
Rendi mencium bajunya, memang benar ada aroma parfum yang asing baginya. Ia buru-buru mengejar Marisa yang masuk ke dalam kamar. Dilihatnya Marisa sedang duduk di tepi ranjang dengan menekuk wajahnya.
"Ayang, perempuan tadi itu namanya Janeta. Dia tetanggaku saat kuliah di London. Kelakuannya memang seperti itu. Aku minta maaf ya--" Rendi meraih tangan Marisa, namun kembali mendapat penolakan.
"Oh, jadi peluk cium seperti itu sudah biasa ya untukmu. Jadi aku juga boleh bersikap gitu ya kalau ketemu teman cowok yang udah lama tak bertemu!?"
"MARISA!" Rendi mengepalkan tangannya, memukul kasur untuk melampiaskan rasa marah dan kesal yang tiba-tiba terpancing.
Marisa berdiri karena terkejut dengan reaksi suaminya itu, suaranya tercekat ditenggorokan. "Kak Ren, membentak aku?"
"Harusnya jika sudah menikah bisa menjaga sikap. Hargai perasaan pasangannya. Kamu malah menikmati saat mendapat pelukan dan ciuman wanita lain."
"Sayang--" Rendi memanggil Marisa yang berlalu keluar kamar meninggalkannya. Tangannya meremas rambut yang mendadak membuat kepalanya pusing. "Arghh, kenapa jadi begini."
****
Setelah memutuskan untuk mandi dan mengganti pakaiannya, Rendi keluar dari kamar menuju ruang makan. Di meja sudah tersaji makanan untuk sarapan pagi. Hanya ada 1 piring dan segelas air hangat yang disiapkan di atas meja. Rendi berpikir mungkin Marisa sudah makan duluan. Ia makan dengan cepat hanya agar kenyang saja, tanpa menikmatinya.
"Bi, lihat istri saya nggak?"
Rendi menghampiri Bi Titi yang sedang menyapu di teras. Ia mencari Marisa ke seluruh ruangan, namun tidak ada.
"Neng Risa tadi pamit mau ke rumah kakaknya, den."
Rendi membulatkan matanya. Tak disangka kejadian tadi berbuntut panjang. Dengan tergesa ia berlari ke dalam, mengambil tas dan jas putihnya. Ia masuk ke dalam mobil untuk menyusul sang istri.
.
.
Mobil Rendi yang akan masuk halaman berpapasan dengan mobil Arya yang akan keluar.
"Pak Asep, tunggu dulu." Arya keluar dari mobilnya. Hal yang sama dilakukan Rendi.
"Ar, Marisa ada ke sini?" Rendi bertanya dengan wajah kalut dan cemas. Marisa pergi dalam keadaan marah, khawatir terjadi apa-apa selama di jalan.
"Marisa ada. Kamu jangan khawatir, dia datang dalam keadaan baik-baik saja."
"Tadi pagi kita ada kesalah fahaman. Aku nggak nyangka Marisa bakal pergi dari rumah. Aku akan menemuinya--"
Arya menahan lengan Rendi yang akan masuk ke halaman. "Ren, sebaiknya biarkan dulu Marisa menenangkan diri. Aku nggak tahu siapa yang benar atau salah. Tapi kalau masalah diselesaikan dalam keadaan emosi tidak akan ada titik temu, yang ada malah tambah ribut. Nanti saja pulang tugas kamu ke sini lagi. Di dalam ada Mama dan Papa, biar dia tenang dulu."
Rendi mengusap wajahnya kasar, "Aku jadi malu Ar, semua orang jadi tahu kita lagi ada masalah. Memang aku yang salah, Ar." Rendi menghembuskan nafas berat.
Arya menepuk bahu sahabatnya itu. "Kamu dan Marisa sama-sama keluarga aku. Tapi urusan rumah tangga, aku tak akan ikut campur. Bicarakan saja nanti baik-baik berdua, dengan kepala dingin."
Rendi mengikuti saran Arya. Ia dengan berat hati meninggalkan rumah itu, melajukan mobilnya menuju rumah sakit, karena tugasnya sudah menanti.
...000000000...
Jangan lupa baca juga MENGAPA CINTA yang sudah masuk episode 50. Makin greget pokoknya 😀.
Follow my ig @me_niadar