Aruna Elise Claire, aktris muda yang tengah naik daun, tiba-tiba dihantam skandal sebagai selingkuhan aktor lawan mainnya. Kariernya hancur, kontrak diputus, dan publik membencinya.
Putus asa, Aruna memanfaatkan situasi dan mengancam Ervan Zefrano—pria yang ia kira bisa dikendalikan. Ia menawarinya pernikahan kontrak dengan iming-iming uang dan janji merahasiakan sebuah video. Tanpa ia tahu, jika Ervan adalah seorang penerus keluarga Zefrano.
“Kamu mau uang, kan? Menikah saja denganku dan aku akan memberimu uang setiap bulannya. Juga, foto ini akan menjadi rahasia kita. Tugasmu, cukup menjadi suami rahasiaku.”
“Dia pikir aku butuh uang? Aku bahkan bisa membeli harga dirinya.”
Pernikahan mereka dimulai dengan ancaman, di tambah hadir seorang bocah menggemaskan yang menyatukan keduanya.
“Liaaan dititip cebental di cini. Om dititip juga?"
Akankah pernikahan penuh kepura-puraan ini berakhir dengan luka atau justru membawa keduanya menemukan makna cinta yang sesungguhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikah Denganku!
Aruna menatap Ervan, yang kini wajahnya pucat pasi. Tatapannya kosong, seolah-olah sedang dihantui oleh sesuatu yang menakutkan. Sebenarnya, Aruna juga tidak tenang. Kegelisahan menjalar di d4danya, tapi ia harus tetap bersikap santai. Ia tidak boleh terlihat panik, bukan di depan Ervan.
Dengan cepat, Aruna mengambil ponselnya, lalu memperlihatkan sebuah foto yang diambilnya semalam.
"Kamu lihat ini? Foto kita berdua. Apa kamu lupa apa yang kita lakukan semalam?" tanya Aruna dengan nada menggoda, tapi terselubung tekanan.
Ervan merebut ponsel itu. Ia menatap layar dengan seksama. Jarinya cepat menyapu layar, memastikan lalu seketika ia menunduk, meraba celana panjangnya. Masih terpakai dan dia belum berganti pakaian.
"Kamu mencoba menipuku?!" desis Ervan tajam, menatap Aruna penuh amarah dan kecurigaan.
Aruna menelan lud4hnya kasar. Ia sempat panik—lupa dengan detail kecil itu. Namun dengan cepat, ia kembali menyusun ekspresinya.
"Semalam, kamu langsung memakainya lagi," jawab Aruna singkat, berusaha menutupi kegugupannya.
"Hah?" Ervan menatap Aruna dengan pandangan tak percaya. Semua ini tidak masuk akal. Ia turun dari ranjang, meraih kaosnya yang tergantung di sandaran sofa, lalu memakainya dengan gerakan kasar.
"Dasar ... wanita gil4!" geramnya dan segera melangkah menuju pintu.
Namun sebelum ia sempat membuka pintu, Aruna berdiri dengan santai, lalu menunjukkan sesuatu lagi dari ponselnya.
"A ... a ... a ... kalau video ini tersebar ... bagaimana, ya?" katanya sambil memainkan nada suara.
Deg!
Langkah Ervan terhenti. Pundaknya menegang. Tangannya mengepal begitu kuat hingga urat-uratnya tampak men0nj0l. Amarah dan ketakutan bercampur jadi satu. Ini bukan hanya soal reputasinya, lebih dari itu dan ini tentang keluarga. Tentang orang tuanya, dan tentang harga diri yang selama ini ia jaga.
"Apa maumu?" tanya Ervan pelan, menoleh. Sorot matanya tajam, tetapi nadanya terdengar putus asa.
"Mauku?" Aruna melangkah mendekat. Ia mengusap punggung Ervan dengan ujung jari telunjuknya, lalu menarik wajah pria itu menghadap ke arahnya. Kini mereka berdiri begitu dekat, hanya berjarak beberapa inci.
"Menikah denganku," bisiknya.
"APA?! Kamu gil4?! Kamu benar-benar—"
"Sepertinya ... nama baik nggak penting buat kamu, ya?" potong Aruna dengan tenang, kembali mengangkat ponselnya.
Ervan terdiam. Sorot matanya menyiratkan kekalutan luar biasa. Ia tahu, satu unggahan bisa menghancurkan semuanya—hidupnya, keluarganya, masa depannya.
"Kamu tahu siapa aku, kan? Aku aktris, Aruna Elise Claire. Kamu mau uang, kan? Menikah saja denganku, aku akan beri kamu uang tiap bulan. Juga, foto ini akan jadi rahasia kita. Tugasmu hanya jadi suami rahasiaku."
"Dia pikir aku butuh uang? Aku bahkan bisa membeli harga dirinya." Ervan membatin, pikirannya berkecamuk.
"Bagaimana? Aku hanya tinggal posting ini, dan—"
"OKE!" seru Ervan, memejamkan matanya dengan dalam.
Bukan karena dia setuju. Bukan karena dia takut pada Aruna. Tapi dia takut mengecewakan orang tuanya. Ia tak sanggup membayangkan wajah ibunya, wanita yang paling ia cintai menatapnya dengan air mata dan kecewa. Tidak, itu terlalu menyakitkan.
Aruna tersenyum puas, seperti anak kecil yang baru saja menang dalam permainan. Ada kelegaan yang sulit disembunyikan.
"Kamu belum punya ponsel, kan? Ini pakai punyaku," katanya sambil membuka koper dan mengeluarkan ponsel cadangan.
Ia menyerahkannya pada Ervan. "Sudah ada kartu SIM di dalamnya dan jangan coba-coba kabur. Setelah ini, kita urus berkas pernikahan."
Ervan menatap ponsel itu sekilas. Ia membuka
layar utama, dan menemukan sebuah foto Aruna dengan seorang bocah laki-laki. Alisnya berkerut dalam. Mengerti apa yang Ervan tatap, ia langsung membenarkan.
"Oh, itu anak temanku. Tenang saja, aku bukan istri orang." Aruna menjawab santai.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Ervan keluar dari kamar hotel, meninggalkan Aruna yang kini bersorak girang.
"Setidaknya ... aku akan menikahi pria tampan! Nggak apa-apa, karirku pasti naik!" serunya sambil melompat-lompat kegirangan.
Cklek!
Pintu kamar terbuka. Neo dan Reva baru saja kembali membawa sarapan. Mereka menatap Aruna yang sedang menari-nari di tengah ruangan.
"Pria itu ke mana?" tanya Reva, heran.
"Sudah pulang," jawab Aruna santai, lalu duduk di sofa dengan kaki disilangkan.
"Terus, gimana Beb? Dia mau nikah sama kamu?" tanya Neo antusias.
"Ancaman foto itu berhasil! Dia kelihatan panik banget tadiiii!" Aruna mengangguk penuh kemenangan.
Reva menggelengkan kepala pelan, "Benar-benar cegil," gumamnya.
Mereka pun duduk bersama, menyantap sarapan sambil membicarakan langkah mereka selanjutnya. Tujuan mereka jelas, menikah dulu, lalu hindari media. Setelah itu ... rencana besar dimulai.
.
.
.
.
Ervan duduk di dalam taksi, menatap kosong ke luar jendela. Wajahnya sayu, tubuhnya masih lemas. Beberapa hari terakhir, ia memang pergi ke Bandung. Tapi saat pulang, tubuhnya demam tinggi. Karena tidak sanggup menyetir, ia memilih naik taksi dan menginap di hotel—yang kini ia sesali seumur hidup.
"Aku takut pulang. Mama pasti marah karena aku nekat pergi dalam kondisi sakit. Seharusnya aku dengar kata-katanya," gerutunya sambil memijat pelipis.
Tiba-tiba, ia tersentak kaget ketika mengingat sesuatu. "Astaga ... tasku!" pekiknya. Matanya membelalak.
Ponsel, laptop, dompet, semuanya tertinggal di dalam taksi semalam. Rasa panik menjalari tubuhnya. Tak habis pikir bagaimana bisa ia ceroboh seperti itu. Semua barang berharganya ... hilang.
Setibanya di rumah, taksi berhenti tepat di depan gerbang utama. Ervan turun dan langsung berpapasan dengan seorang gadis muda yang baru saja keluar dari rumah.
"Abang dari mana aja?! Mama tuh dari kemarin panik, abang dihubungi nggak bisa-bisa!" teriak Amara, matanya membelalak marah sekaligus lega.
Tanpa menjawab, Ervan membuka tas Amara, mengambil beberapa lembar uang, lalu menyerahkannya ke sopir taksi.
"ABAAAANG!" pekik Amara, kesal.
"Abang pinjam," ucap Ervan datar, lalu melangkah masuk rumah.
Amara tentu mengejar. "Uang Amaraaa!"
Teriakan itu memancing pasangan paruh baya keluar dari dalam rumah, Elara dan Arion Zefrano, orang tua Ervan. Melihat putranya kembali, Elara langsung memeluknya dengan wajah panik.
"Ervan! Dari mana aja? Mama khawatir banget. Kenapa baru pulang?"
"Maaf, Ma. Semalam aku capek, jadi nginap di hotel," jawab Ervan, tersenyum tipis.
Elara mengusap d4danya lega. "Mama kira kamu dirampok. Anak ini bikin Mama deg-degan terus aja."
"Kan Papa bilang, anakmu ini pasti pulang. Mau ada badai juga, dia nggak akan hilang," sahut Arion, menepuk pundak Ervan.
"Ma, Pa ... Aku istirahat dulu, ya," pamit Ervan sambil menaiki tangga.
Elara sempat mengusap lembut bahu anaknya, penuh kasih sayang. Tapi belum sempat suasana tenang, teriakan kembali menggema.
"ABAAAANG! UANG AMARAAAA!" jerit Amara, mengejar abangnya yang terus naik ke lantai atas.
Elara dan Arion hanya bisa tertawa kecil, walau sorot mata mereka menyiratkan kekhawatiran yang belum sepenuhnya reda.
"Dia naik taksi? Kemana mobilnya?" batin Arion. Ia sempat melihat Ervan turun dari taksi dan mengambil uang Amara. Ada sesuatu yang janggal.
Namun saat hendak mengejar Ervan, Elara menggandeng tangan suaminya. Ia bersandar pada pria yang telah menemaninya puluhan tahun.
"Aku takut," bisiknya lirih.
"Takut apa?" tanya suaminya lembut.
Elara menghela napas dalam-dalam.
"Ervan ... masih berharap Skyla kembali. Tapi sampai sekarang, kita nggak tahu di mana dia setelah kejadian itu."
_______________________
Lagi?🫣
masih curiga pokoknya aku klo blm kebuka ini misteri bpknya alian,,tersangka ku ttep benihnya ervan yg ditanam dirahim aruna 😂😂