NovelToon NovelToon
Dendam Putri Pengganti

Dendam Putri Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel / Bullying dan Balas Dendam / Putri asli/palsu / Balas dendam pengganti / Romansa / Mengubah Takdir
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: eka zeya257

Asa terkejut saat membuka matanya semua orang justru memanggilnya dengan nama Zia Anggelina, sosok tokoh jahat dalam sebuah novel best seller yang menjadi trending topik paling di benci seluruh pembaca novel.

Zia kehilangan kasih sayang orang tua serta kekasihnya, semua terjadi setelah adiknya lahir. Zia bukanlah anak kandung, melainkan anak angkat keluarga Leander.

Asa yang menempati raga Zia tidak ingin hal menyedihkan itu terjadi padanya. Dia bertekad untuk melawan alur cerita aslinya, agar bisa mendapat akhir yang bahagia.

Akankah Asa mampu memerankan karakter Zia dan menghindari kematian tragisnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 09

Jam pelajaran kedua akhirnya usai, Zia merentangkan kedua tangannya di atas kepala. Ia memiringkan kepalanya ke kanan dan kiri untuk mengurangi pegal yang melanda tengkuknya.

"Gila, kok bisa pelajaran lama banget kayak gini." Ujarnya mengeluh.

Maddy terkekeh. "Namanya juga sekolah, Zi. Wajar kalo pelajarannya terasa lama."

"Iya sih, cuma gue bosen. Kepala gue kaya berasap dari tadi di pake mikir mulu."

Mendengar keluhan sahabatnya, Maddy hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Tingkah Zia sangat berbeda, ia memang sudah menyadarinya tapi tetap saja terkadang ia masih terkejut.

"Lo pulang sama siapa, Zi?" Tanya Maddy setelah selesai membereskan peralatan sekolahnya.

Zia mengangkat kedua bahunya acuh. "Gak tahu, mungkin supir."

Maddy mengangguk, ia mendorong kursi ke belakang dan menatap ke arah Zia yang juga baru beranjak dari kursinya.

"Ayo keluar," ajak Zia seraya menyampirkan ranselnya ke bahu kiri.

Mereka berdua berjalan berdampingan menuju parkiran, sesekali Maddy dan Zia melemparkan pertanyaan random yang membuat perjalanan mereka terasa menyenangkan.

Namun, kesenangannya berhenti di tengah jalan saat Zia melihat mobil ayahnya terparkir di depan pintu gerbang sekolah tersebut.

Maddy menaikan sebelah alisnya, ia tidak biasa melihat mobil ayah Zia yang parkir di depan gerbang. Gadis itu menyenggol lengan Zia, hingga membuat Zia menoleh padanya.

"Tumben bokap lo jemput?" Tanya Maddy tak bisa menutupi keheranannya.

"Bukan jemput gue kok," jawab Zia acuh.

Ia sudah tahu, sebab selama ia membaca novel itu ayahnya sama sekali tidak pernah melirik ke arahnya sedikit pun sejak kelahiran Gaby.

Maddy mengernyit heran. "Lah, terus ngapain bokap lo ada di sini?"

Tanpa menunjukan emosi sedikit pun, Zia mengedarkan pandangannya ke segala arah sampai ia akhirnya melihat sosok adiknya yang baru keluar dari kelas bersama dengan Arza serta kawan-kawannya.

"Tuh, tuan putrinya baru muncul sama dayang-dayangnya." Kata Zia menunjuk ke arah Gaby menggunakan dagunya.

Maddy mengikuti arah pandang gadis itu, seketika sudut bibirnya terangkat. Tatapan Maddy terlihat mengejek saat Gaby dengan wajah polosnya menggenggam tangan Arza.

"Oh, jadi bokap lo mau jemput si jalang itu?"

Zia terkekeh lalu menepuk pundak Maddy pelan. "Jangan di perjelas, nanti dia dengar bisa berabe gue."

Udara siang itu terasa lebih panas dari biasanya. Zia berdiri mematung di pinggir taman kecil dekat gerbang sekolah, menatap mobil hitam mengilap yang kini menjadi pusat perhatian beberapa siswa.

Dari kaca mobil yang sedikit terbuka, tampak wajah sang ayah yang berekspresi hangat sedang menatap lurus ke arah Gaby yang berjalan mendekat sambil tertawa kecil di sisi Arza.

Zia menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia tidak kaget. Tidak marah. Bahkan tidak terluka. Semua ini sudah pernah ia baca dalam alur cerita yang kini menjadi hidupnya.

Sosok ayah yang tak pernah benar-benar melihatnya sebagai anak, hanya sebatas bayangan dari masa lalu yang tidak diinginkan.

Mobil itu berhenti tepat di depan Gaby. Sang ayah keluar dari sisi pengemudi, langkahnya tenang, penuh wibawa. Satu tangan dimasukkannya ke saku celana, tangan lainnya terbuka menyambut sang putri bungsu dengan lembut.

"Sudah selesai, Sayang?" suara beratnya terdengar jelas, penuh kehangatan yang tidak pernah Zia dapatkan.

Gaby mengangguk manis, suaranya terdengar riang. "Iya, Pi. Arza nganterin tadi."

Ayah mereka menoleh sebentar ke arah Arza dan mengangguk kecil, seolah memberi restu diam-diam pada kebersamaan keduanya. Sementara itu, Zia berdiri tak jauh di belakang, menyaksikan semuanya dengan tatapan datar.

Tidak sepatah kata pun keluar dari mulut sang ayah untuknya. Tidak ada sapaan, tidak ada lirikan, bahkan tidak ada pengakuan bahwa ia juga berdiri di sana. Seolah Zia hanyalah udara yang lewat di antara mereka.

Namun, Zia sama sekali tidak peduli. Ia hanya tersenyum tipis, kemudian merapikan tali ranselnya.

"Lucu banget, ya. Dunia ini bener-bener sesuai naskah," gumamnya pelan.

Maddy, yang sedari tadi memperhatikan, menggigit bibirnya kesal. "Zi, lo gak apa-apa?"

"Ngapain gue apa-apa?" Zia menatapnya santai. "Dia gak liat gue, bukan berarti gue gak ada. Gue cuma gak penting buat ceritanya, Mad. Itu aja."

Maddy menunduk, tidak tahu harus berkata apa. Terlebih perkataan Zia terdengar sangat ambigu, ia tak paham dengan maksud di baliknya.

Sementara itu, Gaby sudah masuk ke dalam mobil bersama ayahnya. Arza sempat melambai, dan Gaby membalasnya dengan senyum manis. Mobil itu perlahan melaju keluar dari gerbang, meninggalkan debu halus yang berterbangan di sekitar sepatu Zia.

"Yuk pulang. Sebelum gue beneran muntah liat adegan bahagia palsu kayak gitu," kata Zia ringan.

Maddy menatap sahabatnya lama, kemudian berjalan di sebelahnya tanpa bicara lagi.

Namun saat mereka melewati Arza, tiba-tiba pemuda itu menahan pergelangan tangan Zia yang membuat langkah gadis itu seketika terhenti.

Zia menoleh ke arah Arza, "Apa?"

"Nggak ada yang mau lo bahas sama gue?"

Pertanyaan itu membuat semua orang mengernyitkan dahi, termasuk Maddy yang heran dengan sikap Arza.

"Gak! Lepasin tangan gue." Zia mencoba melepaskan cekalan di tangannya, namun gagal.

"Lo makin aneh."

Zia mendongak menatap langsung ke arah mata pemuda itu, sudut bibirnya terangkat sedikit hingga membentuk seringai.

"Kenapa? Nggak suka?" Zia mengikis jarak di antara mereka. "Mau gue aneh atau nggak, itu bukan urusan lo."

Arza menatap Zia lekat-lekat, ada sesuatu dalam sorot matanya yang tak bisa dijelaskan. Campuran kebingungan, penasaran, dan sedikit waspada. Tapi Zia hanya menatapnya dengan tatapan datar yang dingin. Tidak ada sedikit pun kelembutan di sana.

"Zia, lo berubah," ujar Arza pelan, suaranya hampir seperti peringatan.

Zia terkekeh, nada tawanya rendah dan menohok. "Berubah? Oh, baru sadar ya? Gue cuma berhenti pura-pura jadi orang baik." Ia menunduk sedikit, menatap tangan Arza yang masih mencengkeram pergelangan tangannya. "Sekarang lepaskan tangan lo sebelum gue bikin lo nyesel."

Nada itu datar, tapi entah kenapa membuat bulu kuduk Maddy meremang. Ada sesuatu dalam suara Zia yang dingin, tajam, seperti bilah yang siap menebas siapa pun yang berani menentangnya.

Arza perlahan melepaskan cengkeramannya, tapi matanya masih menatap Zia tidak percaya. "Gue gak tahu lo kenapa, tapi ini bukan lo yang dulu."

"Yang dulu?" Zia tersenyum tipis, menatapnya sinis. "Yang dulu itu bodoh. Yang dulu rela ngasih segalanya buat orang yang bahkan gak pernah ngelihat keberadaannya. Gue bukan dia lagi, Arza. Dan lo..." ia menepuk dada Arza dengan ujung jarinya, "...bukan siapa-siapa lagi buat gue."

Arza terdiam. Wajahnya menegang, tapi Zia tak berhenti di situ. Ia mencondongkan tubuh sedikit, suaranya menurun menjadi bisikan yang hanya bisa didengar Arza.

"Asal lo tahu, lo cuma menang di wajah doang. Tapi selebihnya... lo nggak sebanding dengan seseorang yang sedang gue tunggu."

Zia melangkah mundur, menatap wajah Arza yang kini tampak terkejut dan bingung. Maddy menatap sahabatnya itu dengan ngeri, tapi Zia hanya melangkah santai melewatinya, seolah tak terjadi apa-apa.

"Zi, lo ngomong apaan barusan?" bisik Maddy panik.

Zia menatapnya sekilas, lalu tersenyum samar. "Cuma ngasih peringatan, Mad. Beberapa orang harus belajar kalau mereka nggak boleh nyentuh sesuatu yang bukan miliknya."

1
kriwil
jalang maruk🤣 semau laki mau di embat
Rossy Annabelle
no coment 🤧huhu
Heni Mulyani
lanjut author 💪
Murni Dewita
double up thor
Zee✨: bsk² yak hehe
total 1 replies
Murni Dewita
👣👣
Wahyuningsih
kpn thor zia bahagia 🤔🤔kan kasihan q jdi males mau baca soalnya zia d tindas mulu haaaaaaaaaah
Zee✨: sabar belum jg pertengahan kak😄
total 1 replies
Heni Mulyani
lanjut author
Heni Mulyani
lanjut
Sribundanya Gifran
lanjut💪💪💪💪
Sribundanya Gifran
lanjut
Dewiendahsetiowati
part yang bikin nyesek
Wahyuningsih
thor buat mereka yg menyakiti zia menyesal d buat segan matipun tk mau n buat gaby terpuruk n menderita oran g kok manipulatif gedek q sebel banget d tnggu upnya thor yg buanyk n hrs tiap hri sehat sellu thor jga keshtn tetp 💪💪💪💪💪💪
Heni Mulyani
lanjut
Wahyuningsih
thor perasaan novel author yg lain blm pd tamat trus anda jga jrng up kk udah ada novel bru yg lma gimna d tamti dlu lah thor jgn d gantung syg klau gk d lanjutin 🤔🤔🤔🤔
Zee✨: itu udh tamat kak, sengaja di bikin gantung buat season 2 nanti hehe
total 3 replies
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Sribundanya Gifran
lanjut up yg bnyak thor💪💪💪💪
Zee✨: Siappp, tungguin yakk
total 1 replies
Heni Mulyani
lanjut author
Zee✨: okeee
total 1 replies
Heni Mulyani
lanjut 💪
Heni Mulyani
lanjut
Heni Mulyani
lanjut 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!