Liora tak pernah menyangka jika pertemuannya dengan Marvin akan membawanya pada sesuatu yang menggila. Marvin, pria itu begitu menginginkannya meskipun tahu jika Liora adalah adik iparnya.
Tidak adanya cinta dari suaminya membuat Liora dengan mudah menerima perlakuan hangat dari kakak iparnya. Bukan hanya cinta yang Marvin berikan, tapi juga kepuasan diatas ranjang.
"Adikku tidak mencintaimu, jadi biar aku saja yang mencintaimu, Liora." ~ Marvin Leonardo.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 ~ CTDKI
Haikal kembali ke hotel dimana dia meninggalkan Liora. Seorang pria yang bekerja di hotel tersebut memberitahukan jika istrinya sudah pergi meninggalkan tempat itu beberapa menit setelah dirinya pergi. Tentu saja semua itu hanya karangan belaka karena Marvin yang membayar pria itu untuk berbohong. Marvin tidak ingin kebersamaannya dengan Liora terganggu oleh suami dari Liora yang juga adalah adiknya sendiri.
"Dengan siapa istriku pergi?" tanya Haikal dengan wajah yang mulai cemas.
"Istri Anda pergi sendirian dengan menggunakan taksi, Tuan." jawab petugas hotel.
Haikal memutar badannya dengan satu tangan yang dia letakkan di pinggang, satu tangannya lagi mengusap wajahnya dengan kasar, memikirkan kemana istrinya pergi. Apa mungkin Liora pulang kerumah? Tapi kenapa?
Atau... Mungkinkah Liora tahu jika dia memiliki hubungan dengan wanita lain makanya Liora marah dan langsung ikut pergi tanpa masuk terlebih dahulu kedalam kamar hotel yang sudah dia pesankan.
"Ah, tidak mungkin Liora tahu. Selama ini dia jarang keluar rumah, jadi tidak mungkin dia tahu apa yang aku lakukan selama ini dibelakangnya," gumam Haikal dengan wajah yang mulai putus asa.
Haikal mengeluarkan ponselnya begitu dia sudah masuk ke dalam mobil. Hatinya mulai bimbang, ingin menelpon orang rumah tapi dia takut. Bagaimana jika Liora tidak pulang ke rumah setelah dia menelpon, ayahnya pasti akan marah besar padanya.
Setelah beberapa saat berkecamuk dengan pikirannya sendiri, akhirnya Haikal menelfon Audrey demi mencari informasi apakah Liora pulang ke rumah atau tidak.
"Ya, Kak, gimana? Kakak dan Kak Liora sudah sampai villa?"
Kalimat pertanyaan yang dia dengar membuat Haikal yakin jika istrinya belum pulang kerumah. Tapi kemana Liora pergi? Ini sudah malam, bagaimana jika terjadi sesuatu dengan istrinya itu diluaran sana.
"Ya, kami sudah sampai sejak sore tadi." Haikal terpaksa harus berbohong demi tidak membuat orang rumah merasa cemas. "Ya sudah, Kakak tutup teleponnya dulu. Kakak menelpon hanya untuk memberitahu kalau kami sudah sampai, itu saja."
"Oke. Selamat berlibur dan berbulan madu ya, kak."
Begitu sambungan telepon terputus, Haikal menyandarkan tubuhnya pada sandaran jok. Kemana dia harus mencari istrinya sekarang malam-malam begini, sementara nomor telepon Liora tidak aktif, sehingga sulit baginya untuk mengetahui keberadaan istrinya.
❄️
❄️
❄️
"Turunkan tanganmu, aku mau mandi dulu,"
Liora berkata dengan suara lembut, tersenyum pada Marvin yang enggan menurunkan tangannya dari pinggangnya.
"Aku bantu lepaskan bajunya, bagaimana?" tawar Marvin, menyapukan hidungnya dihidung Liora.
"Kalau kamu yang membantu, nanti mandinya bisa lama," Liora sedikit memprotes, tangannya yang melingkar di leher Marvin kini turun ke dada pria itu. "Aku janji hanya sebentar,"
"Kalau begitu biarkan aku membantumu."
Marvin mendekatkan wajahnya, mencium bibir Liora sebelum wanita itu kembali melayangkan protes. Ciuman itu bersambut, bibir mereka saling menyesap, saling memagut.
Langkah kaki mereka membawa mereka berjalan masuk ke dalam kamar mandi tanpa saling melepaskan ciuman, satu persatu pakaian mereka terlepas dari tubuh dan hanya menyisakan dalaman saja.
Marvin melepaskan ciumannya saat mereka sudah berdiri di bawah shower, menatap Liora dengan mata yang sudah berkabut gairah. "Apakah milikmu masih sakit?"
Satu tangannya terangkat untuk menutup bibir Marvin. "Jangan bertanya seperti itu, aku malu." ucap Liora dengan wajah merona malu.
Marvin tersenyum, menurunkan tangan Liora dari wajahnya. "Kenapa harus malu, aku sudah melihat semuanya. Dan aku menginginkanmu malam ini," bisiknya dengan suara menggoda.
Marvin mengarahkan wajahnya ke leher jenjang Liora, memberikan kecupan-kecupan lembut yang mampu membuat Liora mendesah nikmat. Satu tangannya menyentuh kenop air shower, detik berikutnya suara air yang mengalir memenuhi ruangan kamar mandi hotel.
Setiap gerakan Marvin begitu lembut, memastikan Liora merasa nyaman. Lidahnya begitu lihai bermain di setiap titik sensitif yang mampu membuat Liora melenguh panjang. Suara napas yang saling memburu, bibir yang saling bersambut, dan tangan yang saling memberikan sentuhan-sentuhan lembut membawa keduanya pada puncak kenikmatan.
Sejenak mereka sama-sama ingin lupa dengan status yang ada, dan hanya ingin menikmati momen-momen indah berdua sebelum hari esok membawa mereka kembali pada kenyataan tentang status mereka yang adalah kakak dan adik ipar.
Selesai dengan kegiatannya dikamar mandi dimana mereka melakukannya dengan posisi berdiri, kini mereka melanjutkannya diatas ranjang. Suara-suara desahan mereka memenuhi disetiap sudut ruangan kamar hotel tempat mereka menginap. Mereka saling menggeram, saling berbagi keringat dan saling berbagi kenikmatan.
"Eungggh... Ahhh..."
Marvin terus berpacu dengan ritme diatas tubuh Liora. Suara desahan adik iparnya terdengar begitu merdu ditelinganya dan selalu mampu membangkitkan gairah dalam dirinya.
"Ahhh... Ahhhh..."
Untuk kedua kalinya mereka mencapai pelepasan bersama. Marvin menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka berdua, membawa tubuh Liora kedalam dekapannya dan memberikan ciuman di kepalanya.
"Kak..."
"Hem,"
Liora mendongakkan kepalanya supaya bisa menatap wajah kakak iparnya. "Aku ingin bercerai dari suamiku. Tapi... Jika itu terjadi apakah kita tetap bisa bersama? Mereka pasti akan menentang hubungan kita. Dan mas Haikal, dia tidak mungkin mau melepaskan aku begitu saja."
"Aku tidak peduli jika mereka akan menentang hubungan kita. Aku akan selalu memperjuangkan kamu, Liora." Marvin mencoba meyakinkan, mengusir rasa takut dalam dirinya sendiri.
"Tapi aku tidak ingin kamu mendapatkan masalah dengan keluargamu, aku tidak mau kalau sampai---"
"Husstt..." Marvin meletakkan jari telunjuknya di bibir Liora, menatap adik iparnya itu dengan intens. "Aku tidak ingin kamu mundur ataupun menyerah, kita akan lewati ini berdua."
"Apa kamu lapar?" tanyanya kemudian, mencoba mengalihkan topik pembicaraan supaya Liora tidak terlalu memikirkan tentang apa yang akan terjadi nantinya.
"Sedikit," jawab Liora, kegiatan mereka barusan memang cukup menguras tenaganya dan membuat perutnya yang tadi sudah diisi makanan kini kembali lapar.
"Aku akan pesan makanan dan meminta petugas hotel untuk mengantarkannya kemari," ucap Marvin. "Tapi sebelum itu..."
Dengan senyum menggoda Marvin mendekatkan wajahnya dan berbisik, "Sekali lagi ya,"
"Ish, aku lelah." protes Liora, memukul dada Marvin dengan wajah yang kembali merona.
Marvin menahan pergelangan tangan Liora dan kembali mencium bibir adik iparnya yang langsung disambut oleh Liora. Apa yang menjadi ketakutan Liora juga menjadi ketakutan terbesarnya dimana ibunya pasti akan menjadi orang yang paling menentang hubungan mereka berdua.
❄️
❄️
❄️
Bersambung....
kaget gak.. tegang gak anuu muu