NovelToon NovelToon
Gadis Tengil Anak Konglomerat

Gadis Tengil Anak Konglomerat

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Diam-Diam Cinta / Idola sekolah
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Rosseroo

Seorang gadis remaja yang kini duduk di bangku menengah atas. Ia bernama Rona Rosalie putri bungsu dari Aris Ronaldy seorang presdir di sebuah perusahaan ternama. Rona memiliki seorang kakak lelaki yang kini sedang mengenyam pendidikan S1 nya di Singapore. Dia adalah anak piatu, ibunya bernama Rosalie telah meninggal saat melahirkan dirinya.

Rona terkenal karena kecantikan dan kepintarannya, namun ia juga gadis yang nakal. Karena kenakalan nya, sang ayah sering mendapatkan surat peringatan dari sekolah sang putri. Kenakalan Rona, dikarenakan ia sering merasa kesepian dan kurang figur seorang ibu, hanya ada neneknya yang selalu menemaninya.

Rona hanya memiliki tiga orang teman, dan satu sahabat lelaki somplak bernama Samudra, dan biasa di panggil Sam. Mereka berdua sering bertengkar, namun mudah untuk akur kembali.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosseroo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lagi lagi, kabar ulahnya

Suasana kelas menjelang jam pelajaran Bahasa Inggris terasa gaduh. Beberapa siswa sibuk mengobrol, ada yang membuka kamus, ada pula yang pura-pura belajar. Namun di sudut ruangan, Rona duduk dengan wajah cemberut sambil memainkan pulpen di tangannya.

“Uh, sebel banget…” gumamnya lirih.

“Na, bentar lagi Bu Dewi masuk, loh,” bisik Mely sambil menepuk lengannya.

Rona langsung mendengus. “Justru itu masalahnya. Gue nggak sudi duduk manis dengerin dia ngoceh. Tau kan, dia itu pernah….” Rona berhenti, menatap kesal ke arah pintu. “…deket sama bokap. Nyebelin!”

Rita dan Cika saling pandang lalu terkikik. “Astaga, Na. Masalahnya kok masih loe bawa sampai sekarang sih?” tanya Rita.

“Ya jelas dong! Gue nggak mau liat muka dia. Mending gue kabur.”

Tak lama kemudian, bel tanda masuk berbunyi. Suara langkah sepatu terdengar mendekat—Bu Dewi dengan map tebal di tangannya sudah terlihat dari jendela. Rona panik sejenak, lalu tanpa banyak bicara, ia meraih tasnya.

“Na! Jangan bilang lo mau kabur lagi?” tanya Cika terbelalak.

“Ya jelas lah,” Rona menjawab cepat, lalu berlari ke arah pintu belakang kelas.

Mely menghela napas panjang. “Kayak biasa…” katanya. Kemudian ia melirik Rita dan Cika. “Udah, kita laporin ke Samudra aja. Biar dia yang ngejar.”

Di tembok belakang sekolah, Rona dengan gesit sudah memanjat dan melompat turun. Nafasnya terengah, tapi senyum puas terbit di wajahnya.

“Hah, akhirnya bebas juga!” serunya lega, lalu berjalan santai.

Namun tak lama kemudian, suara langkah cepat terdengar di belakangnya.

“Rona!”

Rona menoleh, matanya membelalak. “Samudra?!”

Cowok itu menghampiri, sedikit terengah, tapi tetap tegas. “Kamu tuh ya… kabur lagi dari kelas.”

Rona manyun. “Ya terus kenapa? Gue nggak suka sama Bu Dewi, itu hak gue.”

Samudra berdiri di hadapannya, menatap dalam tapi lembut. “Aku ngerti, kamu nggak nyaman sama dia. Tapi, Na… kamu nggak bisa terus kabur begini. Kamu punya tanggung jawab sama diri kamu sendiri.”

Rona memalingkan wajah, mencoba terlihat cuek. “Gue nggak peduli. Gue udah pinter kali.”

Samudra menghela napas, lalu dengan suara lebih lembut, ia menunduk sedikit agar sejajar dengan pandangan Rona.

“Dengar, aku tahu kok kamu anak yang pintar. Aku cuma mau kamu kuat. Nggak semua hal bisa kita hindari, Na. Kadang, menghadapi lebih baik daripada lari. Dan kalaupun kamu nggak sanggup, aku ada di sini. Kamu nggak sendirian.”

Rona terdiam. Hatinya berdesir aneh mendengar nada lembut Samudra, kata-katanya terdengar hangat.

“Sam…” suara Rona pelan, nyaris berbisik. “Kenapa sih, sekarang loe bisa ngomong kayak gitu?”

Samudra hanya tersenyum tipis. “Karena aku nggak mau liat kamu terus lari. Aku mau liat kamu berdiri tegak. Kalau dunia terlalu nyakitin, biar aku yang jadi tamengnya.”

Rona menelan ludah, pipinya memanas. Ia cepat-cepat memalingkan wajah, mencoba menyembunyikan rasa yang tiba-tiba menyeruak.

“Huh… sok pahlawan aja loe.”

Samudra tertawa kecil. “Biarin. Yang penting kamu jangan kabur lagi.”

***

Suasana kelas terasa menegang. Bu Dewi berdiri di depan papan tulis, menatap barisan murid dengan sorot mata tajam. Pandangannya berhenti pada satu bangku kosong di barisan tengah. Bangku itu sudah terlalu sering sepi tanpa pemiliknya.

“Bangku itu…” gumam Bu Dewi lirih, lalu menoleh ke arah pintu. Baru saja tadi ia melihat Rona sempat masuk, tapi seperti biasa, saat pelajarannya dimulai, gadis itu lenyap entah kemana.

Bu Dewi menekan napasnya dalam-dalam sebelum berkata,

“Mely, tolong sampaikan pada Rona. Besok sebelum pelajaran dimulai, dia harus menemuiku di ruang guru. Jangan ada alasan lagi.”

“Baik, Bu…” jawab Mely dengan gugup, menunduk.

Sepulang sekolah, Bu Dewi tidak tinggal diam. Ia segera menghubungi ayah Rona, Pak Aris. Pria paruh baya itu mendengarkan dengan wajah yang semakin mengeras. Amarahnya jelas terpancing setiap kali nama putrinya disebut bersama kata “ulah”.

Malam itu, meja makan terasa berbeda. Sendok dan garpu beradu tanpa kata. Rona makan dengan wajah datar, sementara Raymond, kakaknya, hanya melirik bergantian antara ayah dan adiknya. Ia sudah bisa menebak arah suasana malam ini.

“Rona,” suara Pak Aris terdengar berat, “selesai makan, ikut Ayah ke ruang kerja.”

Rona berhenti mengunyah, lalu menatap tajam ke ayahnya. “Untuk apa lagi, Yah?”

“Jangan banyak tanya. Ikuti saja.”

"Ada apa lagi Ris, kamu selalu saja membuat putrimu tidak nyaman." sela nenek Sindy. "Hanya perbincangan anatara anak dan ayah bu."

Raymond menarik napas panjang. Ini pasti perang dingin lagi, batinnya.

Di ruang kerja, suasana semakin sesak. Pak Aris duduk di kursinya, sementara Rona berdiri di depan meja, menyilangkan tangan dengan wajah tegak.

“Ayah baru saja mendapat laporan dari Bu Dewi,” suara Pak Aris meninggi. “Kamu selalu kabur saat jam pelajarannya. Apa kamu kira Ayah tidak tahu?”

Rona mengepalkan tangan. “Aku benci dia!” suaranya pecah. “Aku nggak mau lihat wajahnya ada di kelas. Apa Ayah lupa dia pernah jadi—”

“Cukup, Rona!” bentak Pak Aris, wajahnya merah padam.

Namun Rona tak berhenti. “Aku nggak butuh dia, Yah. Tanpa dia pun aku tetap bisa belajar. Aku pintar, aku bisa sendiri. Aku nggak mau dipaksa berhadapan dengan orang yang pernah jadi… ‘wanita Ayah’.”

Kata-kata itu membuat ruangan hening. Pak Aris terdiam, wajahnya penuh amarah bercampur rasa bersalah. Sementara itu, Raymond yang diam di ambang pintu hanya bisa menghela napas panjang, mencoba mencari cara agar pertengkaran itu tidak semakin membakar hubungan ayah dan adik kesayangannya.

Rona!” suara Pak Aris membentak, membuat meja bergetar ketika tangannya menghantam permukaan kayu. “Jangan bicara sembarangan tentang Ayah!”

Rona mendengus, matanya berkaca-kaca. “Aku nggak bicara sembarangan. Aku tahu semuanya. Dan aku benci Bu Dewi karena dia pernah ada di sisi Ayah!”

Pak Aris menghela napas berat, menahan gejolak emosi yang hampir meledak. Tapi sebelum ia sempat menjawab, Raymond melangkah masuk, menutup pintu ruang kerja pelan.

“Sudah, Yah, Dek… jangan begini terus.” Suaranya tenang, meski sorot matanya tajam menatap adik kecilnya. “Kalian berdua saling keras kepala. Nggak ada yang mau mengalah. Akhirnya yang rusak hubungan keluarga kita sendiri.”

“Ray, jangan ikut campur!” bentak Pak Aris.

Tapi Raymond menggeleng. “Aku harus ikut campur, Yah. Aku nggak mau adikku makin jauh dari Ayahnya sendiri. Apa Ayah nggak lihat betapa dia terluka setiap kali nama Bu Dewi muncul?”

Rona terdiam sejenak, menunduk, sebelum akhirnya bersuara lirih, “Kak… aku nggak sanggup lihat wajahnya. Aku merasa dikhianati.”

Raymond mendekat, menepuk bahu adiknya. “Kakak tahu, Dek. Tapi kabur dari pelajaran bukan solusi. Kamu harus buktikan kalau kamu memang lebih pintar, bukan malah lari.”

Pak Aris masih terlihat murka, namun Raymond menatap ayahnya dengan tatapan tegas. “Yah, biar aku yang bicara sama Rona soal ini. Tolong beri aku kesempatan.”

Suasana sejenak hening, sebelum akhirnya Pak Aris menghela napas panjang dan bersandar di kursinya. “Baik. Tapi Ayah tidak akan tinggal diam kalau Rona masih berulah.”

Rona diam saja, hanya menatap lantai.

Setelah keluar dari ruang kerja, Raymond menggandeng lengan adiknya. Mereka duduk di ruang tamu yang sepi.

“Dek, kakak ngerti perasaanmu,” ucap Raymond pelan. “Tapi kamu harus bisa pisahin masalah pribadi Ayah sama urusan sekolah. Jangan hancurkan masa depanmu cuma karena benci sama Bu Dewi.”

Rona melirik kakaknya, matanya masih merah. “Tapi Kak… aku benar-benar nggak bisa.”

Raymond tersenyum tipis, berusaha menenangkan. “Coba dulu, ya? Demi kakak.” Ia menahan sebentar, lalu menambahkan, “Apalagi… sebentar lagi kakak akan resmi tunangan. Kakak butuh kamu di sisi kakak, bukan malah makin jauh dan keras kepala.”

Rona terbelalak. “Apa! Kakak mau tunangan?” pekiknya merasa tak percaya, kakak tercintanya akan dimiliki orang lain.

~Haii readers, mampir ke karya temen ku juga yuk? 🥰👇

Judul : Cinta Di Balik Kilauan Berlian

Author : Drezzlle

Menceritakan tentang kisah seorang gadis kaya yang kabur dari rumah demi menjalin hubungan dengan kekasihnya yang sederhana, namun gadis itu memutuskan untuk menikahi pria kaya lainnya, dan meninggalkan kekasihnya.

~Bagaimana kelanjutan ceritanya, yuk buruan mampir 🤗

1
Nurika Hikmawati
wkwkwk... aku ngakak sih di part ini
Nurika Hikmawati
prikitiw... kiw kiw
Nurika Hikmawati
ya ampun... kamu ditembak sam Ron. panah asmara sdh meluncur 😍
Nurika Hikmawati
knp dicegah sih sam... erina udh keterlaluan. harusnya biarin aja
Nurika Hikmawati
ini udh parah sih. knp harus bawa2 ibunya rona yg almarhum. perlu dibejek mulutnya
Nurika Hikmawati
kalau begini kamu memang mau pgn cari masalah sm rona aja kan?
Drezzlle
ogeb Rona, Dia itu sayang Ama lu
Peka dikit
Drezzlle
Nah bagus Rona hajar aja
Drezzlle
ih mulutnya, dengki banget sih
Dewi Ink
wah parah, dipasang kamera , gila tu bocah steve/Curse/
Dewi Ink
betuul, kan Meraka udah mulai dewasa biar nanti pas waktunya gak kaget 🤣🤣
Dewi Ink
rona anaknya sanguin ya, ga malu ngaku sama neneknya.. yawis atuh sama2 sukaa si😍
mama Al
wah ada Risma

terimakasih sudah di promosikan
mama Al
suiiit suuiit ada yang jadian
mama Al
samudra; aku tulus rona
mama Al
jangan gitu Erina, kamu layak dapat yang lebih dari dua pria itu.
Mutia Kim🍑
Wah bahaya si Steve malah naruh CCTV di boneka itu
Rosse Roo: emang, rada2 si diaaa🤧
total 1 replies
Mutia Kim🍑
Omoo omooo ternyata sudah lama dijodohkan🤭
Mutia Kim🍑
Cie yg mengakui juga perasaannya, langgeng terus ya kalian/Kiss/
🌹Widianingsih,💐♥️
Sabar Sam, kamu harus berjuang menundukkan hati dan egonya yang keras kepala....nanti lama-lama juga Rona akan luluh dan menerima mu.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!