NovelToon NovelToon
REVENGE

REVENGE

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nona Jmn

Sejak kematian ayahnya yang misterius, Elina diam-diam menyimpan dendam. Saat Evan—teman lama sang ayah—mengungkapkan bahwa pelakunya berasal dari kepolisian, Elina memutuskan menjadi polisi. Di balik ketenangannya, ia menjalankan misi berbahaya untuk mencari kebenaran, hingga menyadari bahwa pengkhianat ada di lingkungan terdekatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di balik lencana

Pagi itu udara dingin menusuk kulit, tapi di ruang latihan bawah tanah markas Evan, hawa panas dari kerja keras terasa begitu pekat. Keringat bercampur debu memenuhi udara. Suara pukulan, dentingan logam, dan letusan peluru bergantian terdengar, membentuk irama yang keras tapi teratur.

Elina berdiri di tengah ruangan, mengenakan pakaian hitam ketat yang sudah basah oleh keringat. Napasnya berat, bahunya naik turun. Di tangan kanannya, pistol hitam masih terangkat, ujung larasnya berasap. Lima peluru terakhirnya tepat mengenai titik tengah papan sasaran.

"Bagus," gumamnya sendiri, lalu meletakkan pistol di meja senjata. Ia mengambil handuk, mengelap lehernya yang dipenuhi peluh. Rambutnya kini sebahu, tak lagi panjang seperti dulu—lebih praktis, lebih ringan, dan lebih mencerminkan dirinya yang baru.

Sudah berbulan-bulan Elina berlatih di tempat itu. Dari bela diri, menembak, hingga menguasai senjata tajam. Tidak ada hari tanpa luka memar di tubuhnya. Setiap gerakan menjadi lebih cepat, setiap keputusan lebih mantap. Tapi semua itu bukan untuk pamer kekuatan—ia hanya ingin siap, agar tak ada lagi yang bisa membuatnya merasa lemah seperti dulu.

Ia masih ingat hari pertama Evan menyuruhnya latihan:

"Jangan pikir kau bisa melindungi diri hanya dengan lari," katanya waktu itu. "Kau harus jadi seseorang yang bahkan musuhnya takut untuk mendekat."

Dan Elina menuruti semua kata-katanya tanpa bertanya alasan.

Suara langkah kaki berat terdengar dari belakang. Evan muncul di ambang pintu dengan jas hitam khasnya, wajah datar seperti biasa, hanya saja kali ini sorot matanya berbeda—lebih dalam, lebih serius.

"Elina."

Suara itu dalam, memotong keheningan ruang latihan. Elina menoleh cepat. “Om?” ia meletakkan handuknya dan berjalan mendekat. “Ada apa? Biasanya Om gak datang sepagi ini.”

Evan tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap papan sasaran yang berlubang sempurna di tengah, lalu melirik Elina. “Kau semakin mahir. Sekarang kau menembak dengan keyakinan, bukan naluri panik.”

Elina tersenyum kecil. “Saya hanya berusaha mengimbangi pelatihan yang Om kasih. Kalau tidak, percuma, kan?”

Nada bicaranya santai, tapi matanya tajam.

Evan menatapnya lama. “Kau berubah banyak.”

“Berubah itu bagus kan?” balas Elina.

“Tidak selalu,” jawab Evan singkat.

Suasana jadi hening sejenak. Hanya suara jam dinding berdetak pelan. Evan akhirnya berkata, “Ada sesuatu yang harus Om sampaikan.”

Nada suaranya berbeda—lebih berat, lebih dalam, dan membuat Elina mengernyit.

“Kenapa terdengar serius banget?”

“Karena memang serius,” jawab Evan pelan.

Elina menatap pria itu, mencoba membaca ekspresinya. “Tentang apa?”

Evan menarik napas panjang. “Tentang ayahmu.”

Langkah Elina terhenti. “Ayah?” suaranya turun satu nada.

Evan mengangguk pelan. “Om tahu kau sudah berusaha melupakan masa lalu itu, tapi sekarang waktunya kau tahu yang sebenarnya.”

Elina menatap Evan lekat-lekat, kedua tangannya mengepal tanpa sadar. “Selama ini… Om tahu sesuatu tentang kematian Ayah?”

Suara itu nyaris bergetar, seolah setiap kata menahan perih yang lama terpendam.

Evan menarik napas pelan, lalu menggeleng. “Tidak, El. Justru karena itu Om berusaha mencari tahu. Om menelusuri semua petunjuk dari ciri-ciri yang dulu kau ceritakan.”

Nada suaranya tenang, tapi di baliknya tersimpan beban berat yang sulit disembunyikan.

Untuk sesaat, ruangan itu terasa sunyi. Detik jam di dinding terdengar begitu keras. Dunia seakan berhenti berputar bagi Elina. Suara langkah orang di luar ruangan pun menghilang—hanya ada degupan jantungnya yang memukul keras di telinga.

“Siapa?” bisiknya lirih, hampir tak terdengar.

Evan menatapnya lama, seolah sedang berjuang menahan sesuatu yang tak mudah diucapkan. Tatapannya goyah, lalu perlahan menunduk. “Orang yang membunuh ayahmu…”

Ia terdiam sejenak. Napasnya berat, menandakan kalimat berikutnya bukan sesuatu yang bisa diucapkan ringan.

“…adalah salah satu aparat kepolisian.”

Deg!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!