Meira, gadis muda dari keluarga berantakan, hanya punya satu pelarian dalam hidupnya yaitu Kevin, vokalis tampan berdarah Italia yang digilai jutaan penggemar. Hidup Meira berantakan, kamarnya penuh foto Kevin, pikirannya hanya dipenuhi fantasi.
Ketika Kevin memutuskan me:ninggalkan panggung demi masa depan di Inggris, obsesi Meira berubah menjadi kegilaan. Rasa cinta yang fana menjelma menjadi rencana kelam. Kevin harus tetap miliknya, dengan cara apa pun.
Tapi obsesi selalu menuntut harga yang mahal.
Dan harga itu bisa jadi adalah... nyawa.
Ig: deemar38
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OT 8
Ruangan studio BeatWave Radio semakin riuh. Sepuluh peserta yang lolos ke babak akhir kini duduk berjajar di kursi khusus. Lampu kamera menyala, sorakan penonton kecil di belakang kaca studio terdengar menggema.
“Baiklah,” ujar host dengan suara lantang, “inilah babak terakhir untuk mencari 5 orang pemenang yang akan bertemu langsung dengan personel Silverdawn besok!”
Suasana makin tegang.
“Babak ini adalah Quiz Silverdawn Mania. Kalian harus menjawab pertanyaan seputar grup idola kita. Siapa cepat dia dapat. Jawaban benar dapat poin, jawaban salah poinnya dipotong. Dan hanya 5 terbaik yang akan lolos.”
Beberapa peserta langsung menegakkan tubuhnya, wajah-wajah penuh konsentrasi. Meira meremas jemari tangannya di pangkuan, jantungnya berdegup kencang.
Pertanyaan pertama dimulai.
“Silverdawn pertama kali menembus chart internasional dengan lagu apa?”
Beberapa peserta langsung menekan bel kecil di meja. “Shining Moon!” teriak salah satu. Tepat. Poin pertama.
Pertanyaan berikutnya:
“Siapa personel Silverdawn yang paling sering menulis lirik lagu?”
Kali ini Meira cepat-cepat menekan bel. “Eren!” jawabnya mantap. Tepuk tangan penonton langsung terdengar.
Pertanyaan makin susah.
“Teruskan potongan lirik berikut: ‘I’ll fight the storm...’”
Peserta lain mencoba, tapi Meira yang berhasil menyelesaikannya dengan benar.
Suasana makin panas saat masuk ke pertanyaan pribadi:
“Siapa di antara personel Silverdawn yang paling suka kopi hitam tanpa gula?”
Beberapa peserta bingung, ada yang asal menjawab. Meira nyaris tersenyum kecil sebelum menjawab, “Riku.” Dan lagi-lagi benar.
Satu per satu pertanyaan dilempar, dari fakta-fakta kecil kebiasaan personel, nama kota pertama tur mereka di Indonesia, sampai trivia unik yang hanya diketahui fans sejati.
Akhirnya, setelah bel terakhir berbunyi, poin dihitung.
“Dan inilah kelima peserta dengan nilai tertinggi... yang akan bertemu Silverdawn secara langsung besok!” seru host penuh semangat.
Nama-nama dipanggil satu per satu, termasuk Meira, yang tak bisa menahan wajah haru bercampur bahagia.
____
Pagi itu, udara masih sejuk ketika Meira sudah bersiap-siap. Matanya berbinar penuh semangat. Hari ini bukan hari biasa hari ini ia akan bertemu dengan Silver Dawn, band yang sejak lama ia kagumi.
Berbeda dengan kebanyakan perempuan yang mungkin menyempatkan diri ke salon, merias wajah, atau sibuk memilih pakaian yang paling modis, Meira tidak seperti itu. Ia memilih tampil apa adanya. Rambutnya yang diikat sedikit dibiarkan tergerai alami, hanya ia sisir seadanya. Kaos oversized berwarna putih, dipadukan dengan jaket jeans dan celana hitam longgar menjadi pilihannya. Sepatu sneakers kesayangannya pun tak lupa ia kenakan.
Sekilas terlihat tomboy, tapi justru itulah yang membuatnya unik. Pesona Meira bukan datang dari riasan tebal atau pakaian mewah, melainkan dari aura polos dan wajah cantik yang sudah diberikan alam sejak lahir. Sederhana, tapi justru membuatnya tampak segar dan menggemaskan.
Sambil menatap bayangan dirinya di cermin, Meira tersenyum kecil.
“Semoga gue nggak salah tingkah nanti,” gumamnya.
Jam masih menunjukkan pukul enam pagi, tapi Meira sudah bersiap untuk berangkat menuju kantor radio tempat acara One Day With You akan digelar. Ia tahu, jadi fans terpilih untuk menemani personel Silver Dawn sepanjang hari adalah kesempatan langka dan ia tidak ingin menyia-nyiakannya.
Dengan hati berdebar, ia melangkah keluar dari apartemen. Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.
Pagi itu kantor radio sudah penuh sesak. Jalan di depan gedung sampai macet karena fans yang tidak terlibat program ikut memadati area hanya untuk melihat idola mereka dari dekat. Sorak sorai dan teriakan nama idola menggema, membuat suasana semakin riuh.
Namun di dalam gedung, hanya lima fans terpilih yang boleh masuk mengikuti acara One Day With You. Wajah mereka tampak tegang sekaligus bahagia. Meira, yang termasuk salah satunya, duduk di barisan depan sambil menggenggam erat undangan khusus yang tadi ia dapat.
Presenter radio naik ke panggung kecil dan menyapa dengan penuh semangat. “Selamat datang untuk lima fans beruntung yang sudah dipilih! Hari ini, kalian akan merasakan pengalaman tak terlupakan bersama idola kalian.”
Sorak-sorai kembali terdengar dari luar, namun di dalam ruangan suasana lebih intim. Meira melirik ke kanan dan kiri, melihat fans lain yang sama-sama tampak gugup. Hatinya berdegup kencang ia masih tidak percaya bisa ada di sini, lebih dekat dari sebelumnya dengan orang yang selama ini hanya bisa ia lihat dari layar.
Mobil hitam mewah yang ditumpangi Silverdawn akhirnya berhenti tepat di depan kantor radio. Begitu pintu terbuka, teriakan histeris para fans langsung menggema, membuat suasana pagi itu semakin riuh. Kamera ponsel berjejer, tangan-tangan terangkat, dan suara jeritan memanggil nama idola mereka terdengar bersahut-sahutan.
Di tengah kerumunan yang menggila, para member Silverdawn turun satu per satu dengan senyum ramah dan lambaian tangan. Sorak-sorai semakin keras.
Namun, bagi Meira, suara-suara itu seakan meredam begitu saja. Pandangannya terhenti pada satu sosok Kevin De Luca.
Seolah waktu melambat, Meira hanya bisa menatap Kevin yang berjalan masuk ke dalam gedung. Matanya terbelalak, jantungnya berdetak kencang, dan dadanya terasa penuh. Ia tak memedulikan sekelilingnya, tak peduli pada member lain, karena bagi Meira, hanya Kevin yang tampak nyata.
Dalam hati ia bergumam, “Dia... Kevin. Orang yang selama ini cuma bisa gue liat di layar kaca... sekarang ada di depan mata gue.”
Dari luar terdengar riuh teriakan fans yang hanya memanggil satu nama
“Kevin! Kevin! Kevin!”
Suara itu menggema sampai ke dalam gedung, membuat suasana studio semakin tegang. Pintu studio terbuka, Kevin De Luca dan yang lainnya melangkah masuk dengan senyum tipis yang membuat semua orang seperti kehilangan napasnya sesaat.
Meira sontak membeku. Matanya terbelalak, tidak percaya kalau sosok yang selama ini hanya ia lihat dari jauh kini ada di hadapannya, nyata, hanya berjarak beberapa langkah saja. Dan benar Kevin memang segila itu tampannya. Wajahnya lebih berkarisma daripada di foto atau video mana pun.
Empat peserta terpilih lainnya saling pandang, mesem-mesem malu, tak bisa menyembunyikan rasa kagum mereka.
Dalam hati Meira hanya bisa menjerit.
“Buseeeet... ini asli apa mimpi? Dia beneran nyata di depan gue? Gimana caranya gue bisa duduk tenang kalau dia ada di sini...”
Kevin menyapu pandangannya ke seluruh ruangan. Lima peserta berdiri di hadapannya, semuanya sudah berusaha tampil maksimal dengan dandanan yang nyaris sempurna. Ia mengangguk pelan, lalu tersenyum tipis.
“You all look... amazing,” ucapnya dengan logat bule yang kental, membuat para peserta makin tegang. “Masing-masing of you punya style yang berbeda. Glam, chic, bold...” ia menyebutkan sambil melirik satu per satu.
Namun, pandangannya berhenti sedikit lebih lama pada Meira. Sudut bibirnya terangkat tipis.
“Tapi...” Kevin menambahkan, suaranya lebih pelan seakan memberi penekanan, “...there is one yang menurut aku paling... interesting.”
Beberapa peserta langsung menegakkan badan, berharap namanya disebut. Kevin mengangguk sekali, lalu dengan nada santai ia melanjutkan, “Simple. Not too much. Tapi tetap terlihat... beautiful. Natural, dan itu yang bikin beda.”
Meira menelan ludah. Ia tahu betul, Kevin sedang membicarakan dirinya. Teman-teman di sebelahnya mulai melirik, ada yang pura-pura tersenyum sinis, ada yang menahan rasa iri. Sementara itu, Meira justru merasa seluruh perhatian ruangan jatuh menimpanya, membuat pipinya memanas tanpa bisa ia kendalikan.