NovelToon NovelToon
Aplikasi Penghubung Dunia

Aplikasi Penghubung Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin / Menjadi Pengusaha / Kultivasi Modern / Toko Interdimensi
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Arzhel hanyalah pemuda miskin dari kampung yang harus berjuang dengan hidupnya di kota besar. Ia terus mengejar mimpinya yang sulit digapai.nyaris tak

Namun takdir berubah ketika sebuah E-Market Ilahi muncul di hadapannya. Sebuah pasar misterius yang menghubungkan dunia fana dengan ranah para dewa. Di sana, ia dapat menjual benda-benda remeh yang tak bernilai di mata orang lain—dan sebagai gantinya memperoleh Koin Ilahi. Dengan koin itu, ia bisa membeli barang-barang dewa, teknik langka, hingga artefak terlarang yang tak seorang pun bisa miliki.

Bermodalkan keberanian dan ketekunan, Arzhel perlahan mengubah hidupnya. Dari seorang pemuda miskin yang diremehkan, ia melangkah menuju jalan yang hanya bisa ditapaki oleh segelintir orang—jalan menuju kekuatan yang menyaingi para dewa itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33 Babi berkaki dua

Arzhel duduk bersila di atas kasurnya, memegang ponsel dengan wajah serius. Satu per satu produk kecantikan ia scan menggunakan fitur Market Ilahi.

Kotak, botol, hingga masker wajah menghilang dari hadapannya, tersedot masuk ke layar seperti disedot angin tak kasatmata.

Ia mengetik deskripsi seadanya, singkat dan hambar:

“Cairan wangi, untuk wajah.”

“Pelembab, katanya bikin kulit cerah.”

“Lipstik, merah. Sangat merah.”

Arzhel tahu ia tidak mengerti apa-apa, jadi daripada bertele-tele, ia menulis apa adanya.

Setelah selesai, ia menatap daftar harga. “100 sampai 150 Koin Ilahi… ya, sepertinya pas.” Gumamnya sambil menggeser produk ke etalase grup.

Etalase Grup menyala dengan cahaya emas—ruang maya tempat semua anggota, termasuk para Dewi, bisa berjualan dan membeli barang.

Arzhel sengaja tidak mengunggah semuanya sekaligus. Ia menyimpan beberapa produk untuk persediaan, berpikir itu akan lebih aman.

“Kalau semua langsung dijual, mereka bisa saja bosan. Lebih baik bertahap.” Ia bergumam, lalu merebahkan tubuhnya.

Beberapa menit berlalu. Tak ada pembelian masuk. Arzhel mendesah panjang.

“Mungkin mereka sedang pilih-pilih barang… ya, harganya juga lumayan mahal.”

Ia hendak offline, namun tiba-tiba sebuah pesan masuk. Notifikasinya berbeda, lembut seperti sinar bulan.

Dewi Bulan🌙: “Aku tahu kau masih menyimpan beberapa produk, Arzhel. Jual saja padaku secara pribadi.”

Arzhel mengetik cepat.

Arzhel, Dewa Modern✈️: “Tidak bisa. Kalau mau, silakan beli bersama yang lain di etalase grup.”

Balasan datang nyaris seketika—dan membuat mata Arzhel membelalak.

Dewi Bulan🌙: “Kalau begitu, bagaimana kalau aku mengirimkan fotoku saat mandi… sebagai ganti. Kau hanya perlu menjualnya padaku 50% lebih murah😘.”

Arzhel spontan menutup mulutnya dengan tangan, menahan napas.

“Ini… gila…” gumamnya. “Siapa yang mau rugi separuh harga hanya demi sebuah foto?!”

Wajahnya memanas, tapi ia buru-buru menggeleng. “Tidak, aku tak peduli dengan hal seperti itu. Aku bukan tipe pria yang mudah tergoda. Benar… ini tidak masuk akal.”

Arzhel kemudian mengetik.

Arzhel, Dewa Modern✈️: “Baiklah.”

Tak lama kemudian, layar ponselnya bergetar.

🔔 [Dewi Bulan mengirim 1 foto 📷]

Arzhel membeku. Matanya melotot, wajahnya seketika memerah padam. Darah menetes deras dari hidungnya, dan ia buru-buru menekupnya dengan tangan kosong.

“A-Apa ini…” suaranya bergetar, sambil menggigit jari telunjuknya keras-keras untuk menahan diri. “I-ini... Sangat indah...”

Pipinya panas, seolah seluruh darah di tubuhnya berlari menuju wajah. Belum sempat ia menghela napas, pesan berikutnya masuk:

Dewi Bulan🌙: “Jangan lupa janjimu. Jual padaku setengah harga 😘”

Arzhel menatap layar dengan ekspresi campur aduk. Ia mengusap darah di bawah hidungnya dan mendecak keras.

“Sial! Aku jadi rugi banyak!” gerutunya sambil mengacak rambut sendiri. “Tapi… Worth it.”

Dengan pasrah, ia membuka menu transaksi pribadi, mengetik harga separuh, dan mengirimkan produk itu khusus untuk Dewi Bulan.

Notifikasi pembelian sukses berbunyi.

Tak lama, balasan datang lagi:

Dewi Bulan🌙: “Terima kasih, Arzhel😘. Ingat, kau boleh menyimpan foto itu. Tapi kalau sampai tersebar ke dewa-dewa lain… tamat riwayatmu.”

Arzhel terdiam sejenak, lalu menutup wajahnya dengan satu tangan. Senyum miring muncul di bibirnya.

“Heh… tenang saja. Aku bukan tipe pria yang bodoh. Lagi pula… kalau sampai bocor, aku yang paling rugi.” Ia terkekeh kecil, meski masih ada jejak darah di hidungnya.

Setelah semua urusannya dengan para dewi dewi selesai, Arzhel kemudian mandi, tapi entah kenapa ia sedikit lebih lama di kamar mandi yang tidak seperti biasanya. Tidak ada yang tahu apa yang dia perbuat disana.

Setelah mandi, Arzhel keluar dengan wajah segar. Setelah itu ia sarapan bersama dengan Lily di lantai bawah.

Arzhel baru saja menyendok makanan ketika ponselnya bergetar di meja. Nada dering itu membuatnya mendengus jengkel. Wajahnya langsung berubah masam.

“Siapa yang menelpon?” tanya Lily, menatap penasaran.

“Babi berkaki dua…” gumamnya sambil bangkit dari kursi. Ia melangkah pergi, meninggalkan meja makan.

Novita, yang berdiri kaku di belakang, akhirnya beritanya karena penasaran. “Siapa Babi berkaki dua?”

Lily menyeruput supnya santai, lalu menjawab seolah hal itu sudah biasa. “Kakak laki-laki Arzhel. Kalau Rubah betina, itu kakak perempuannya. Jadi kau harus bersikap baik padanya kalau tak mau diberi julukan hewan juga.”

Novita terdiam sesaat, lalu mengangguk serius.

Di luar ruang makan, Arzhel menyandarkan punggung pada dinding, menekan tombol terima. Suara kasar langsung meledak dari speaker.

“Kenapa kau lama mengangkat teleponku, hah?!” bentak suara berat itu.

Arzhel menguap, ekspresinya lesu. “Aldo, kalau kau telepon cuma buat pinjam uang, aku tutup sekarang juga.”

“Aku nggak pinjam uang,” bantah pria itu yang ternyata bernama Aldo. Tapi nada suaranya ragu-ragu. “Eh… ya maksudnya, pinjam sih. Tapi cuma 10.000 dolar.”

Arzhel menepuk keningnya keras. “Apa kau bodoh?!”

Namun Aldo tidak terdengar tersinggung. Suaranya malah tenang, bahkan sedikit santai.

“Dengar dulu. Aku tidak mau buang-buang uang seperti sebelumnya. Aku diajak temanku buka usaha. Usaha pakaian. Butuh modal 10.000, itu saja. Kau pikir aku mau apa?”

Arzhel mendengus panjang. “Heh… kau memang babi, tapi babi yang sok punya mimpi besar.”

Aldo tertawa pendek dari seberang, “Lebih baik jadi babi dengan mimpi, daripada jadi saudara yang pelit.”

Arzhel mengangkat alis, menimbang, entah harus memutuskan telepon sekarang atau mendengar ocehan saudaranya lebih lama.

“Jangan banyak alasan, Zhel!” suara Aldo membentak keras dari seberang. “10.000 dolar itu receh buatmu sekarang! Jangan sok miskin, semua orang kampung tahu kau sukses! Film itu tayang hari ini, kau jadi pemeran utamanya, kan? Sudah jadi artis bisa seenaknya buang saudara sendiri?!”

Arzhel menggertakkan gigi, tangannya mengepal. “Diam, Aldo. Jangan sebut-sebut kampung atau film itu dengan mulut kotormu. Aku ingat betul siapa orang pertama yang menertawakan dan meludahiku saat aku bilang ingin jadi aktor. Itu kau. Kau yang bilang aku cuma badut! Dan sekarang? Kau bicara seolah-olah mendukungku?!”

“HEH! Itu dulu!” Aldo membalas dengan nada keras tapi jelas terdengar gugup. “Sekarang aku benar-benar percaya padamu! Kau bisa! Kau hebat! Karena itu aku butuh bantuanmu. Pinjamkan uang itu, nanti aku kembalikan!”

Arzhel tertawa pendek, getir, lalu mendesis tajam. “Kembalikan? Hah! Omong kosong! Kau pikir aku lupa berapa banyak uang yang sudah kubakar untuk membebaskanmu dari penjara, hah? Ribuan dolar hilang begitu saja untuk menutup aibmu. Kau bahkan belum bayar sepeser pun, dan sekarang kau minta lagi?”

Suara Aldo berubah jadi makian. “Kurang ajar kau, Zhel! Sombong sekali setelah punya nama! Jangan kira aku akan selalu di bawahmu! Cepat pinjami aku, kalau tidak—”

“Kalau tidak apa, hah?!” Arzhel membentak balik, suaranya penuh amarah. “Mau kau jual lagi nama keluarga? Mau kau bikin masalah lagi sampai aku yang harus menutupinya? Tidak, Aldo. Sampai kapan pun, aku tidak akan memberikanmu sepeser pun lagi! Kau bukan saudara, kau cuma lintah busuk!”

“Breng—”

Klik!

Arzhel menutup teleponnya keras-keras sebelum makian itu selesai. Ia berdiri mematung, dadanya naik turun cepat. Butuh beberapa detik sebelum ia akhirnya menghela napas panjang, menekan pelipisnya sendiri.

“Gila,” gumamnya dengan suara rendah. “Satu telepon dari babi itu, sukses menghancurkan hariku.”

1
Jujun Adnin
kopi dulu
Depressed: "Siapa bilang Iblis itu tak punya hati? Temukan kisahnya dalam Iblis Penyerap Darah."
total 1 replies
Redmi 12c
lanjuuttt
y@y@
🌟👍🏻👍🏾👍🏻🌟
El Akhdan
lanjut thor
Caveine: oke bang👍
total 1 replies
REY ASMODEUS
kerennn 2 jempol untuk othor🤭🤭🤭
REY ASMODEUS
siap nona bos kecil
Redmi 12c
kreeeenn
Redmi 12c
anjaaaiii dewa semproolll🤣🤣🤣🤣🤣🤣
REY ASMODEUS
Thor up banyak ya, ini karya dengan tata bahasa simple tapi masuk akal....
REY ASMODEUS
dewa kuliner dewa gila rasa /Smirk//Smirk//Smirk/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!