*
"Tidak ada asap jika tidak ada api."
Elena Putri Angelica, gadis biasa yang ingin sekali memberi keadilan bagi Bundanya. Cacian, hinaan, makian dari semua orang terhadap Sang Bunda akan ia lemparkan pada orang yang pantas mendapatkannya.
"Aku tidak seperti Bunda yang bermurah hati memaafkan dia. Aku bukan orang baik." Tegas Elena.
"Katakan, aku Villain!"
=-=-=-=-=
Jangan lupa LIKE, COMMENT, dan VOTE yaaa Gengss...
Love You~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amha Amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Villain Chapter 7
*
"Lihat! Betapa kayanya saya sampai tak ragu untuk menghamburkan uang sebanyak ini." Elena menyunggingkan seringai devilnya.
Satya mendengar ucapan Elena sangat merasa puas. Gadisnya itu memang jangan di lawan karena mulutnya mengandung cabai seribu kilo.
"Kau menghina saya?" Faizal makin geram, dia menggertakkan gigi serta menatap tajam Elena.
"Bukanlah sebaliknya?" Balas Elena tak mau kalah, dia sangat benci dan sensitif jika ada yang menyinggung harga dirinya "Key, bawa ayah kesayanganmu pergi. Bisa tambah parah aku jika dia terus disini." Pinta Elena menatap Keyra.
Keyra juga tak enak hati pada Elena, papahnya memang keterlaluan "Pah, ayo kita pulang."
Faizal terus menatap Elena tajam, sedangkan yang di tatap hanya memperlihatkan raut wajah santai tanpa merasa gentar sedikitpun. "Apa kau tidak pernah di ajari sopan santun oleh orangtuamu itu Hah?!" Sentaknya.
"Tentu di ajari oleh Bundaku tersayang, namun itu tak berlaku jika melawan orang angkuh seperti anda." Balas Elena.
"Hanya Ibumu saja yang mengajari? Apa peran ayahmu? Apa dia tidak ikut mengajarimu?" Sinis Faizal membuat Elena seketika naik pitam.
Wajah Elena memerah seperti seluruh darah naik ke atas lalu mendidih, rahang mengeras, giginya saling menekan, kedua tangan mengepal. Berusaha mengendalikan dirinya agar tidak kelepasan. "Ayahku tak pernah mengajariku apa arti sopan santun." Ucapnya menatap intens mata Faizal.
Faizal terkekeh mengejek "Pantas saja, kau sangat lancang pada orangtua."
"Dia tidak mengajariku, anda tahu kenapa?" Ucap Elena lagi menggantungkan ucapannya setelah menarik satu tarikan nafasnya.
"Ayahku sudah mati." Lanjutnya penuh penekanan.
Keyra terkejut. Faizal lebih terkejut lagi. Lelaki paruh baya itu, terdiam beberapa saat, bibirnya seolah membeku, mata menatap gadis di depannya yang kini juga menatapnya tajam dan menusuk. Ia merasakan ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu, entah apa itu dia tidak tahu.
"Pah, ayo kita pulang sekarang." Pinta Keyra lagi, ia tidak ingin papahnya kembali menghina orang yang sudah menjadi pahlawannya.
Tanpa sepatah katapun, Faizal melangkahkan kaki keluar ruangan dengan sangat cepat. Elena menatap kepergiannya dengan sengit, ingin sekali merobek mulutnya.
Keyra menatap Elena "Aku minta maaf atas sikap papah."
"Tidak perlu minta maaf, bukan kamu yang salah tapi papah kesayanganmu itu." Elena mendengus kesal, ia kembali mengatakan sesuatu sebelum Keyra membuka suaranya lagi "Pergilah, aku ingin beristirahat." Elena mengalihkan pandangan, enggan menatap Keyra.
Keyra bisa mengerti bagaimana perasaan Elena saat ini, tentunya sangat sedih dan sangat tidak terima saat di hina seperti tadi. "Baiklah, kamu istirahat saja."
"Aku akan kembali lagi kesini besok pagi." Lanjutnya segera melangkah pergi.
Elena sontak menatap kepergian Keyra. Ia ingin mencegah kedatangan Keyra besok, namun tak sempat mengatakannya, Keyra sudah pergi lebih dulu. Elena hanya bisa menghembuskan nafas panjangnya.
"Hebat." Seru Satya mengangkat dua jempolnya pada Elena, dia sangat senang melihat bagaimana keberanian Elena saat dirinya di tindas "Orang seperti dia memang pantas di gituin. Aku salut kamu bisa mengendalikan diri untuk tidak memutilasinya."
Elena sedikit terkekeh, namun pikirannya menerawang jauh. Entah bagaimana bisa orang yang paling dia sayangi di dunia ini yaitu sang Bunda, mencintai sosok yang begitu arogan sepertinya. Apa Bundanya itu cinta buta? Dia benar-benar tidak habis pikir. Ia penasaran bagaimana jika Bundanya tahu jika dia baru saja di hina oleh ayah kandungnya sendiri. Haisshhh... Apa itu ayah kandung? Elena tidak punya ayah, hatinya sudah mati dan tak akan pernah menganggapnya sebagai ayah walau hanya satu detik.
Dan Elena lebih tidak habis pikir lagi, Bundanya itu memiliki hati yang begitu luas. Setelah masa depannya direbut paksa, dia sama sekali tidak memiliki dendam. Tidak! Elena yang tidak bisa menerima semua ini. Bukan karna dia pendendam, melainkan ia tidak terima saat mendengar berbagai cacian dan hinaan yang orang lain katakan Bundanya. Sedangkan orang yang menghancurkannya justru mendapat pendapat pujian bak seorang malaikat.
Elena merasa dia harus melakukan sesuatu yang membuat orang itu menyesal, ah tidak... Menyesal tidak sebanding dengan penderitaan Bundanya selama bertahun-tahun.
"Kamu yakin tidak menginginkannya?" Tanya Satya melirik semua sobekan uang di lantai, jika di pekirakan mungkin uang itu ada lima juta.
"Apa aku cewek matre?" Balas Elena kesal membuat Satya menggeleng cepat.
Satya pun jongkok, membereskan semua uang itu kemudian dia membuangnya ke tempat sampah. "Btw, kalau ku perhatikan tadi wajahmu dan wajah Keyra sangat mirip."
Elena sontak menatap Satya, entah apa maksud dia mengatakan wajah mereka mirip "Jangan samakan aku dengannya."
"Tidak ada maksud menyamakan, tapi ini pendapatku saja. Mata kalian yang sedikit belo, hidung mancungnya, lalu bibir yang--..."
"Kita tidak mirip. Jika kamu menyukainya, Kejar saja dia. Jangan menemaniku disini." Potong Elena dengan cepat dan penuh kekesalan.
Dia sangat kesal di miripkan sama orang yang berhubungan dengan penghancur keluarganya. Meski ia tak bisa di pungkiri, mungkin yang di maksud Satya mirip itu karena memang dalam diri mereka mengalir darah yang sama, yaitu darah dari ayahnya.
Satya mendadak tersenyum, dia berpikir Elena kesal karena dia membahas mata serta bibir Keyra yang mirip dengannya. Bukankah itu berarti Satya memperhatikan wanita lain selain Elena? Lalu apa Elena cemburu melihat dirinya melirik cewek lain? Jika iya... Apa Elena menyukainya? Satya tak mampu mengendalikan kebahagiaannya itu.
Elena melirik Satya yang masih senantiasa tersenyum tidak jelas, ia tidak mengerti apa yang membuatnya bahagia. Bukankah tadi dia memarahinya? Kenapa Satya malah terlihat senang? Sungguh tidak habis pikir.
Seseorang memasuki ruangannya, Elena dapat melihat raut wajah Bundanya begitu khawatir saat menghampirinya. "Bunda."
"Kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa terluka?" Tanya Bunda Nayla dengan penuh kekhawatiran.
"Apa Bunda melihatnya?" Bukannya menjawab, Elena justru lebih cemas jika Bundanya berpaspasan dengan orang tidak punya akhlak tadi.
"Melihat siapa?" Tanya Nayla kebingungan.
"Ah tidak, bukan siapa-siapa. Tidak penting juga."
"Kamu belum jawab pertanyaan Bunda yang tadi. Kamu kenapa?" Tanya Nayla lagi, ia begitu cemas. Putrinya itu pergi dengan keadaan sehat, lalu tiba tiba saja mendapat kabar jika putrinya masuk rumah sakit. Orangtua mana yang tidak khawatir?
"El baik-baik aja, tadi ada insiden kecil di pesta. Tapi sudah aman semua kok." Jawab Elena tersenyum, ia tidak ingin Bundanya makin cemas.
"Insiden apa?"
"Kesalahan teknis." Jawab Elena singkat
"Maksudnya?" Tanya Nayla, ia belum mengerti situasi ini.
"Anak tante ini terlalu baik, dia mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan orang lain. Alhasil, dia sendiri yang tertimpa lampu." Ujar Satya yang tak peduli mendapat pelototan dari mata Elena.
"Apa?! Tertimpa lampu? Jadi kamu kamu menyelamatkan orang lain?" Tanya Nayla ingin memastikan.
"Eumm... Iya Bun, kan Bunda sendiri yang bilang harus tolong menolong." Mau tak mau akhirnya Elena pun jujur.
"Menolong orang itu kewajiban, tapi harus tetap memikirkan diri sendiri. Jangan membiarkan dirimu terluka sayang." Tutur Nayla memperingati agar tak terulang lagi, Elena pun hanya bisa mengangguk dan meminta maaf sudah membuat Bundanya cemas.
*
Dalam sebuah bangunan yang cukup megah, bernuansa putih dengan banyaknya furniture yang mewah. Keyra bersama papahnya melangkah memasuki rumah megah itu.
Keyra sesekali melirik papahnya di samping, ia masih sedikit tidak terima dengan perlakuan papahnya terhadap Elena. Sedangkan Faizal tak menyadari tatapan sang putri, dia terus terngiang semua ucapan gadis di rumah sakit tadi. Entah kenapa itu sangat mengganggu pikirannya.
"Kenapa baru pulang?" Seseorang menghampiri mereka dengan aura kesalnya.
"Mamah..." Keyra mengulurkan tangan ingin menyalami Shella, mamahnya.
Shella tak menanggapi, lebih memilih menatap suaminya yang terdiam saja. "Kenapa tidak menjawab telfonku? Aku lelah mengurus kekacauan ini sendiri."
Keyra tersenyum getir, seharusnya ia tidak terkejut. Ini hal yang biasa terjatuh. Dia di acuhkan.
Faizal menatap istrinya "Aku juga capek, aku lelah. Dan lagi urusan pesta kamu yang handle, bagaimana bisa ada kesalahan teknis? Apa kau tidak becus mengurusnya?"
"Kau menyalahkanku? Ini bukan salahku, kau juga bertanggungjawab penuh atas insiden ini."
"Arghh... Bicara denganmu tak akan ada habisnya." Faizal mengacak rambutnya frustasi, dia sangat kesal dengan istrinya itu. Kemudian dia memilih pergi dari sana sebelum dia benar-benar lepas kendali.
"Mas... Mas Faizal, aku belum selesai bicara! Maasss... Aarghh..." Teriak Shella dengan emosi memuncak.
"Mah--..." Keyra memberanikan diri menyentuh bahu mamahnya, namun ia terkejut saat tangannya di petis.
"Kamu juga. Siapa yang nyuruh kamu bernyanyi Ha?! Kamu mau mempermalukan diri kamu dengan suara jelekmu itu Ha?!" Shella tampak makin emosi menatap putrinya.
"Aku hanya ingin beri kejutan untuk mamah."
"Tidak perlu. Merusak suasana saja." Tukas Shella kemudian melangkahkan kaki pergi meninggalkan Keyra sendirian.
Tanpa terasa bulir bening mengalir di pipi mulus Keyra. Ucapan dari mulut mamahnya sungguh sangat menyakitkan.
Seorang pembantu di rumah itu sejak tadi memperhatikan mereka, dia menghampiri Keyra yang menangis dalan diam "Non, Nona yang sabar ya. Mungkin Nyonya sedang banyak masalah."
"Masalah?! Heh..." Keyra terkekeh getir, air matanya tak berhenti menetes "Mungkin, aku masalahnya disini." Ujarnya tak mampu menahan kesedihan.
Keyra pergi menuju kamarnya, ia sangat butuh ketenangan. Pembantu itu menatap Kepergian Nona mudanya dengan sendu "Kasihan Nona muda, dia selalu di acuhkan keluarganya. Padahal dia gadis yang baik."
*
~Bersambung~
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
Jangan lupa LIKE, COMMENT, dan VOTE Yaa Gengsss....
Love You~