Guang Lian, jenius fraksi ortodoks, dikhianati keluarganya sendiri dan dibunuh sebelum mencapai puncaknya. Di tempat lain, Mo Long hidup sebagai “sampah klan”—dirundung, dipukul, dan diperlakukan seperti tak bernilai. Saat keduanya kehilangan hidup… nasib menyatukan mereka. Arwah Guang Lian bangkit dalam tubuh Mo Long, memadukan kecerdasan iblis dan luka batin yang tak terhitung. Dari dua tragedi, lahirlah satu sosok: Iblis Surgawi—makhluk yang tak lagi mengenal belas kasihan. Dengan tiga inti kekuatan langka dan tekad membalas semua yang telah merampas hidupnya, ia akan menulis kembali Jianghu dengan darah pengkhianat. Mereka menghancurkan dua kehidupan. Kini satu iblis akan membalas semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27: NERAKA BERAPI DAN DOSA SANG IBLIS
"Guang Lian..."
Suara Haikun menggema, bukan dari satu arah, melainkan dari segala penjuru langit merah darah itu.
"Aku melihat jauh ke dalam serpihan jiwamu yang retak... Sungguh membingungkan. Bagaimana bisa bocah Klan Mo memiliki ingatan Panglima Perang Ortodoks legendaris itu?"
Haikun melayang turun perlahan, jubah hitamnya berkibar tanpa angin. Ia mendarat tepat di hadapan Mo Long yang sedang berlutut memegangi kepalanya, menahan sakit yang serasa membelah otak.
"Tapi, ingatan itu mengingatkanku pada sesuatu—"
WUSH!
Tanpa peringatan, Mo Long melompat dari posisi berlututnya. Tinjunya yang dibalut sisa tekad terakhir melesat mengincar rahang Haikun.
Greb.
Haikun menangkap kepalan tangan itu dengan santai. Hanya dengan satu tangan. Wajahnya datar, seolah ia baru saja menangkap kelopak bunga yang jatuh, bukan pukulan seorang pendekar.
"Lemah."
Haikun mengentakkan tangannya.
BRAK!
Tubuh Mo Long terhempas keras ke tanah tandus, terseret beberapa meter hingga menabrak batu nisan yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
"Ughh..." Mo Long mengerang. Bukan hanya fisik, tapi jiwanya terasa diremas. Tekanan di dunia ini begitu pekat, setiap napas terasa seperti menghirup serbuk kaca.
"Percuma saja," ujar Haikun dingin. Ia berjalan mendekat. "Ini duniaku. Di sini, aku adalah Absolut. Gravitasi, udara, waktu... semua tunduk pada kehendakku."
'Aku harus sadar...' batin Mo Long panik. 'Ini hanya ilusi. Tubuh asliku ada di gua. Aku harus memutus aliran Qi ke otakku sendiri untuk bangun!'
Mo Long memejamkan mata, mencoba memusatkan kesadaran ke Dantian-nya.
Nihil.
Gelap.
Ia tidak merasakan aliran Qi sedikit pun. Seolah-olah meridiannya telah dicabut dari tubuhnya.
Saat Mo Long membuka mata kembali dengan napas memburu, wajah mengerikan Haikun sudah berada tepat sejengkal di depan hidungnya. Mata kelima di dahi pria itu berkedip menatapnya.
"Kau pikir ini ilusi biasa?" bisik Haikun. "Di Mata Kelima... ilusi adalah realitas baru."
PLAK!
Punggung tangan Haikun menampar wajah Mo Long.
Tamparan itu terasa nyata. Rasa panas, perih, dan asin darah di sudut bibir... semuanya nyata.
Mo Long terhuyung, jatuh terlentang menatap langit yang berwarna seperti daging busuk. Bayangan hantu-hantu bermunculan dari tanah—wajah-wajah dari masa lalu Guang Lian. Ayahnya yang kecewa. Guang Wei yang menyeringai. Prajurit yang ia gagal selamatkan.
Mereka berbisik, “Pengkhianat... Gagal... Mati...”
"Cukup..." desis Mo Long. Ia mencoba bangkit dengan lutut gemetar.
Haikun tertawa kecil. Ia melayang mengelilingi Mo Long seperti burung pemakan bangkai.
"Aku akui kau kuat, Mo Long. Kombinasi seranganmu dengan istriku tadi... sungguh indah. Kalian bergerak seirama, saling melengkapi. Begitu serasi..." Suara Haikun memberat, penuh racun cemburu. "...hingga membuatku ingin muntah."
Ia berhenti tepat di depan Mo Long, menatapnya rendah.
"Kau tahu apa yang lucu? Jika kau datang sehari lebih cepat—saat mata kelimaku belum terbuka sempurna—mungkin kau bisa membunuhku."
Aura ungu meledak dari tubuh Haikun, mengguncang dimensi ilusi itu.
"TAPI SEKARANG TERLAMBAT!" teriaknya. Tawanya meledak, menggema gila. "Bahkan jika seluruh pasukanmu di luar sana membantumu... KAU MUSTAHIL MENANG!"
Sementara teror mental menghancurkan Mo Long di dalam gua, di tengah hutan luar, keputusasaan fisik sedang terjadi.
TRANG! TRANG! TRANG!
Bunyi denting logam beradu dengan kecepatan tinggi.
Gao Shui bergerak seperti bayangan, pedangnya menyabet dari segala arah. Namun setiap tebasannya yang dilapisi Qi hitam ditangkis dengan mudah oleh cakar Tengu yang sekeras baja.
Di belakang makhluk itu, Gao Shan melompat tinggi, pedang besarnya siap membelah kepala.
"Mati kau, Burung Sialan!"
Tengu itu bahkan tidak menoleh. Keempat sayap hitam di punggungnya melebar mendadak.
WOOSH!
Satu kepakan keras menciptakan badai angin puyuh.
"Argh!" Gao Shan terhempas seperti daun kering, tubuh besarnya menabrak batang pohon hingga retak.
Namun, itu memberi celah. Saat Tengu fokus menghempaskan Gao Shan, Gao Shui melihat sisi kanan tubuh makhluk itu terbuka.
'Sekarang!'
Tubuh Gao Shui melebur menjadi asap hitam, menghindari sabetan cakar Tengu, lalu memadat kembali tepat di samping lengan makhluk itu.
SLASH!
Pedangnya berhasil menyayat lengan merah Tengu. Darah hitam menetes.
Gao Shui segera melompat mundur, menjaga jarak aman. Napasnya tersengal.
Tengu itu menatap luka di lengannya. Lukanya dangkal, namun regenerasi alaminya terhambat. Ada asap hitam yang menggerogoti dagingnya.
"Racun... dan ilusi," gumam Tengu dengan suara berat yang menggetarkan dada. Ia menatap Gao Shui dengan ketertarikan seorang predator. "Teknik Klan Naga Bayangan memang menjengkelkan."
Di sisi lain, Gao Shan bangkit sambil meludah darah. Qi-nya menipis, tapi matanya masih menyala liar.
'Sialan... kulitnya keras sekali,' umpat Gao Shan dalam hati.
Tiba-tiba, suara transmisi Qi Gao Shui terdengar di kepalanya.
'Kita tidak bisa menang satu lawan satu! Gunakan formasi!'
'Aku bisa sendiri!' balas Gao Shan keras kepala.
'JANGAN BODOH! Lihat kita! Babak belur! Kalau tidak pakai formasi, kita mati jadi makanan Tengu sialan itu!'
Gao Shan menatap saudaranya. Wajah Gao Shui pucat, tangannya gemetar.
Ia menghela napas kasar. 'Baiklah.'
'Formasi Naga Kembar. Kau umpan, aku eksekutor,' perintah Gao Shui.
'Kenapa selalu aku yang jadi umpan?!'
'Karena wajahmu lebih menjengkelkan!'
'Brengsek. Baiklah!'
Gao Shan menegakkan tubuh, mengumpulkan sisa-sisa Qi terakhirnya. Ia memprovokasi.
"WOI AYAM KAMPUNG!" teriaknya sambil mengangkat pedang. "AKU BELUM SELESAI DENGANMU!"
Qi Bayangan meledak dari tubuhnya—pekat, berputar seperti badai kecil.
"SERIBU NAGA BAYANGAN!"
ROOOAAAR!
Dari ayunan pedangnya, ratusan—tidak, ribuan—bayangan berbentuk naga kecil melesat keluar! Naga-naga itu terbuat dari Qi murni, bermata merah, meluncur menyerbu Tengu seperti gelombang tsunami hitam.
Tengu mendengus remeh. Ia melompat ke udara, mengepakkan sayapnya.
SNAP! SNAP! SNAP!
Cakarnya bergerak cepat, menghancurkan naga-naga bayangan itu satu per satu.
Tapi jumlahnya terlalu banyak. Naga-naga itu terus mengejar, meliuk di udara, menggigit sayap dan kakinya.
"Mengganggu!" geram Tengu.
Cakarnya membesar, diselimuti api merah.
SLASH!
Satu tebasan api menghanguskan puluhan naga sekaligus.
Namun, di balik kekacauan ribuan naga itu—
SWISH!
Gao Shui muncul dari bayangan pohon tepat di bawah Tengu!
"Ini akhirnya!"
Pedangnya berkobar Qi hitam yang mengerikan, menusuk lurus ke atas, mengincar celah di armor Tengu, tepat di bawah ketiak.
JLEB!
"Kena!"
BOOOM!
Ledakan Qi hitam terjadi saat tusukan itu masuk. Tengu meraung kesakitan. Tubuhnya terhempas ke tanah, menyeret tanah hingga puluhan meter, menabrak pohon demi pohon hingga tumbang.
Hutan menjadi sunyi. Debu mengepul tebal.
Gao Shan dan Gao Shui mendarat berdampingan, napas mereka habis.
"Hahaha!" Gao Shan tertawa di sela napas beratnya. "Lihat itu! Jatuh juga dia! Ayo potong sayapnya untuk hiasan dinding Tuan Mo Long!"
Ia melangkah maju. Namun tangan Gao Shui menahannya.
"Tunggu," bisik Gao Shui, wajahnya pucat pasi. "Auranya... tidak melemah."
Dari balik debu reruntuhan pohon, terdengar suara tawa rendah.
"Hehehe... hahaha... HAHAHAHA!"
Sosok Tengu berjalan keluar dari kepulan debu. Ia melepas sisa armor hitamnya yang hancur, melemparnya ke tanah.
KLANG!
Di balik armor itu... kulit merahnya mulus.
Tidak ada luka tusuk. Tidak ada darah.
Gao Shan ternganga. "Mustahil..."
"Kerja sama yang manis," puji Tengu, matanya berkilat kuning buas. "Geli-geli sedap. Tapi sayang... Qi kalian terlalu lemah untuk menembus kulit Roh tingkat tinggi."
Tengu membuka mulutnya lebar-lebar—sangat lebar hingga rahangnya berbunyi krek. Lidah hitam panjangnya menjulur keluar.
Tangannya merogoh ke dalam mulutnya sendiri, lalu menarik sesuatu.
Sebuah benda kecil seukuran tusuk gigi.
Namun saat terkena udara, benda itu bergetar hebat. Cahaya merah menyala terang.
WHOOOOOM!
Ledakan energi spiritual yang panas menyapu hutan!
Benda kecil itu membesar dalam sekejap mata. Berubah menjadi pedang raksasa sepanjang tiga meter! Bilahnya hitam legam, namun permukaannya diselimuti api berkobar yang tak kunjung padam.
Pedang Pemusnah Api.
Tanah di sekitar kaki Tengu mulai meleleh dan retak hanya karena hawa panas pedang itu.
"Sial..." wajah Gao Shan memutih. "Mainan macam apa itu?"
Tengu mengangkat pedang raksasa itu ke pundaknya dengan enteng.
"Pemanasan selesai," ucapnya santai.
Ia mengibaskan pedang itu. Pelan. Hanya satu ayunan horizontal sederhana.
WHOOSH!
Gelombang api berbentuk bulan sabit raksasa melesat keluar!
"MENGHINDAR!!" teriak Gao Shui.
Mereka berdua melompat ke samping sekuat tenaga.
BLARRRR!
Gelombang api itu melewati tempat mereka berdiri, terus melaju ke belakang, memotong puluhan pohon besar dalam satu garis lurus.
Pohon-pohon itu tidak hanya tumbang. Mereka terbakar instan menjadi abu.
Dalam satu detik, hutan di belakang mereka berubah menjadi lautan api.
Gao Shan menelan ludah, keringat dingin bercampur hawa panas membasahi wajahnya. "Kita... kita akan mati di sini."
Tengu menyeringai, mengangkat pedang raksasanya tinggi-tinggi.
"Tarian kedua."
Sementara hutan di luar berubah menjadi neraka, situasi di dalam ilusi Gunung Mayat semakin putus asa.
Mo Long tersungkur. Darah segar mengalir dari hidung, telinga, dan matanya.
Haikun melangkah mendekat, lalu mencengkeram leher Mo Long, mengangkatnya ke udara dengan satu tangan.
"Aaaakkh!" Mo Long meronta, kakinya menendang udara.
Mata kelima Haikun bersinar ungu terang.
SNAP!
Haikun menjentikkan jari.
Dunia berubah lagi.
Mo Long mendapati dirinya terpasung. Rantai cahaya mengikat kedua tangan dan kakinya, memaksanya berdiri dalam posisi terbuka menyerupai huruf X.
Di sekelilingnya, tanah tandus itu kini dipenuhi ratusan pedang berkarat yang tertancap.
Haikun berjalan santai, mencabut satu pedang dari tanah.
"Kau tahu," ucapnya sambil mengamati ketajaman bilah pedang itu. "Aku pernah mendengar namamu disebut dalam bisik-bisik para Tetua Tao Langit Hitam."
Mo Long tersentak. ‘Apa?’
"Mo Long. Anak sampah Klan Mo yang diramalkan akan mengemban takdir... sebagai wadah Iblis Surgawi."
Mata kelima Haikun menatap tajam, seolah menelanjangi jiwa Mo Long.
"Itu menjelaskan semuanya. Bagaimana kau bisa punya ingatan Guang Lian. Bagaimana kau bisa bangkit dari kematian."
Haikun mendekat, ujung pedang diarahkan ke bahu kanan Mo Long.
"Tapi aku tidak peduli dengan takdirmu."
JLEB!
Pedang itu ditusukkan perlahan, menembus bahu kanan Mo Long hingga tembus ke belakang.
"ARGH! BAJING—"
Mo Long berteriak, rasa sakitnya nyata, membakar sarafnya.
"Yang kupedulikan adalah..." Haikun memutar gagang pedang yang masih menancap itu. "...kau harus mati karena berani menyentuh milikku."
Ia mencabut pedang kedua.
JLEB!
Pedang menusuk bahu kiri Mo Long!
"AAAARGH!"
Darah menyembur. Rasa sakit semakin menjadi-jadi.
"Kau berani tidur dengan wanita yang menjadi milikku," lanjut Haikun sambil mengambil pedang ketiga.
JLEB!
Pedang menancap di paha kiri!
"GAAAKH!"
Mo Long menggigit bibirnya sampai berdarah. Matanya berair di balik penutup kain hitam.
Haikun mengambil pedang keempat. Kelima. Keenam
"Kau berani meracuninya dengan ramuan pengendali pikiran." JLEB! Paha kanan.
"Kau berani menjadikannya boneka." JLEB! Perut.
"Kau berani..." Haikun mengambil pedang keenam—pedang yang lebih besar, dengan bilah bergerigi. "...berpikir kau bisa membunuhku."
Dia mengarahkan pedang itu ke dada Mo Long, tepat di atas jantung.
Mo Long terengah-engah. Darah mengalir dari enam luka tusuk di tubuhnya. Kesadarannya mulai kabur.
‘Apa ini... akhirnya?’
Haikun tersenyum—senyum dingin yang lebar. Kini, keempat matanya menutup, tersisa mata kelimanya yang semakin lebar bersinar dari cahaya ungu menjadi merah pekat.
"Selamat tinggal, Mo Long dari Klan Mo," bisiknya lembut. "Kuharap dendam Guang Lian yang bersarang di jiwamu... tetap terjebak selamanya dalam tubuh yang mati ini."
Tangan kanannya membentuk segel tangan, aura Qi panas menyeruak dari matanya.
Tiba-tiba, api hitam menyala melingkari Mo Long, perlahan merambat semakin dekat, sementara Haikun melayang menjauh dengan tawa lepas seperti iblis.
“Haikun... Berani sekali kau...”
Suara asing bergema. Bukan di dunia ilusi Haikun. Bukan di Gua Mayat. Namun, dalam tubuh Haikun.
Haikun membeku. Tubuhnya terjatuh, bergetar hebat, dalam tubuhnya ia merasakan sesuatu menggeliat.
“INI—TIDAK MUNGKIN!”
Haikun tercekat, wajahnya menengadah dan mulutnya terbuka lebar.
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁