Aisyah yang mendampingi Ammar dari nol dan membantu ekonominya, malah wanita lain yang dia nikahi.
Aisyah yang enam tahun membantu Ammar sampai berpangkat dicampakkan saat calon mertuanya menginginkan menantu yang bergelar. Kecewa, karena Ammar tak membelanya justru menerima perjodohan itu, Aisyah memutuskan pergi ke kota lain.
Aisyah akhirnya diterima bekerja pada suatu perusahaan. Sebulan bekerja, dia baru tahu ternyata hamil anaknya Ammar.
CEO tempatnya bekerja menjadi simpatik dan penuh perhatian karena kasihan melihat dia hamil tanpa ada keluarga. Mereka menjadi dekat.
Saat usia sang anak berusia dua tahun, tanpa sengaja Aisyah kembali bertemu dengan Ammar. Pria itu terkejut melihat wajah anaknya Aisyah yang begitu mirip dengannya.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Ammar akan mencari tahu siapa ayah dari anak Aisyah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Apakah Masa Lalu selalu jadi pemenang?
Ammar kembali ingin memeluk istrinya, tapi lagi-lagi Mia menepisnya. Dia justru memandangi wajah suaminya dengan tatapan tajam seolah ingin menelannya hidup-hidup.
"Mia, ada apa ini. Aku benar-benar tak ingat. Kesalahan apa yang aku lakukan?" tanya Ammar.
Mia lalu berdiri dan mendorong tubuh Ammar. Membuat pria itu makin penasaran. Istrinya yang akan melangkah keluar, langsung ditahan dengan memeluk pinggangnya.
"Mia, masalah tak akan selesai jika kamu pergi. Kamu harus katakan apa salahku, agar aku bisa perbaiki dan introspeksi diri," ucap Ammar.
Ammar tak mau Mia pergi, takut wanita itu benar-benar ingin mengakhiri pernikahan mereka. Nama baiknya jadi taruhan.
"Dasar pecundang ...!" seru Mia.
Tangan Mia terangkat dan langsung menampar pipi Ammar. Pria itu terkejut. Tak menyangka jika sang istri akan melakukan itu. Dia memegang pipinya yang terasa panas.
"Apa sekarang kau telah ingat dengan kesalahanmu itu?" tanya Mia dengan suara yang penuh penekanan.
"Jika aku ingat, aku tak akan bertanya. Apa kesalahanku yang membuat kamu begitu marah. Bukankah kita telah sepakat untuk sama-sama menjalani rumah tangga ini dengan saling terbuka," ucap Ammar.
Mia tampak menarik napas dalam. Dia bertanya dalam hati, apakah suaminya benar-benar tak ingat jika telah menyebut nama Aisyah saat pelepasan tadi malam.
"Ternyata selain pecundang, kau ini sudah pikun ya! Apa kau lupa jika saat pelepasan tadi malam menyebut nama siapa? Apa saat kita berhubungan yang ada dalam pikiranmu itu Aisyah, bukan aku?" tanya Mia dengan nada sedikit tinggi.
Ammar terkejut mendengar penuturan sang istri. Dia lalu berpikir, apakah itu benar. Dia mencoba mengingatnya. Tapi, dia benar-benar tak ingat. Jika itu benar, pantaslah Mia marah.
Ammar merasa tidak nyaman dengan pertanyaan Mia. Dia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi tadi malam, tapi dia tidak bisa mengingat apakah dia menyebut nama Aisyah saat pelepasan.
"Aku ... aku tidak ingat," kata Ammar dengan suara yang lembut. "Apa aku benar-benar menyebut nama Aisyah?" tanya Ammar dengan nada yang sedikit tidak yakin.
Mia memandang Ammar dengan tatapan yang tajam. "Kau tidak ingat? Apakah kau pikir aku tuli dan salah mendengar? Padahal kau menyebut namanya dengan jelas!" seri Mia dengan suara yang sedikit keras.
Ammar merasa semakin tidak nyaman. Dia tidak tahu bagaimana menjelaskan situasi ini kepada Mia. "Mia, aku ... aku tidak tahu apa yang harus aku katakan," kata Ammar dengan suara yang lembut.
Mia menghela napas dan memandang Ammar dengan mata yang sedih. "Aku rasa aku perlu waktu untuk memikirkan tentang kita, Ammar. Aku tidak tahu apakah aku bisa terus berada dalam hubungan ini jika kamu masih memikirkan wanita lain," kata Mia dengan suara yang hati-hati.
Ammar merasa sedih dengan pernyataan Mia. Dia tahu bahwa dia telah membuatnya ragu-ragu. "Mia, aku ... aku minta maaf," cicit Ammar dengan suara pelan.
"Apa kau pikir dengan kata maafmu itu semua sakit hatiku akan hilang? Kau pikirkan lagi pernikahan kita. Sudah aku katakan, aku tak mau ada nama wanita lain dalam rumah tangga kita!" ujar Mia.
"Mia, aku benar-benar tak ssngaja. Semua pasti karena kita baru membicarakan itu sehingga tanpa sadar pikiranku masih tentangnya. Aku minta maaf, Mia. Apa yang harus aku lakukan agar kamu percaya. Aku tak ada niat menyakiti kamu."
Ammar lalu menjatuhkan tubuhnya, berlutut dihadapan sang istri. Dia seperti orang yang sangat menyesal karena telah melakukan kesalahan.
"Aku tak tau Ammar. Apakah rumah tangga ini harus kita lanjutkan atau akhiri saja sebelum hati ini makin terluka dengan sikapmu ini. Aku bisa melawan apapun cobaan dalam rumah tangga kita, tapi untuk melawan masa lalu'mu, bagiku itu terlalu sulit. Orang selalu berkata, masa lalu adalah pemenangnya. Apakah itu juga akan aku alami?" tanya Mia dengan suara yang sedikit rendah.
Sepertinya dia lelah karena bertengkar tadi. Mia tak jadi keluar kamar. Dia memilih duduk di tepi ranjang.
Ammar mendekati istrinya. Dia juga memilih duduk di tepi ranjang. Dia meraih tangan Mia. Kali ini wanita itu tak menolaknya. Tampak kelelahan di wajahnya.
"Sayang, masa lalu itu tak akan pernah jadi pemenang. Karena dia pemenangnya tak akan di sebut masa lalu. Kamulah pemenangnya. Kamu adalah masa depanku. Aku mohon maaf, jika aku membuat kamu sakit hati. Aku mohon, bantu aku untuk bisa menghapus namanya. Jika kamu juga mundur, bagaimana aku bisa melupakan hal itu," ucap Ammar dengan suara pelan dan lembut.
Mia memandang Ammar dengan mata yang lelah, tapi juga ada sedikit harapan di dalamnya. Dia tidak tahu apakah dia bisa mempercayai Ammar sepenuhnya, tapi dia ingin mencoba.
"Aku tidak tahu, Ammar. Aku benar-benar tidak tahu," ucap Mia dengan sedikit putus asa. "Aku hanya ingin tahu, apakah kamu benar-benar mencintai aku, atau apakah aku hanya pelarianmu dari rasa bersalahmu terhadap Aisyah," lanjut Mia dengan suara yang sedikit sedih.
Ammar memandang Mia dengan mata yang penuh harapan. "Mia, aku mencintaimu. Aku benar-benar mencintaimu. Kamu bukan pelarian bagi aku, kamu adalah masa depanku," bujuk Ammar dengan suara lembut agar Mia yakin.
Mia memandangi mata Ammar untuk mencari kebenaran. Dia ingin percaya pada Ammar, tapi dia tidak tahu apakah dia bisa. "Aku ingin percaya padamu, Ammar. Aku benar-benar ingin. Tapi, dari dalam hati ini berkata lain. Hatiku masih ragu dengan semua itu," ucap Mia dengan suara yang lembut.
"Kita saling mendukung. Buat aku semakin mencintaimu agar tak ada lagi nama Aisyah di hati ini. Bahkan bayangannya saja tak pernah terlintas di pikiranku," balas Ammar dengan menganggukan kepalanya.
"Baiklah, aku akan beri kamu satu kesempatan lagi. Aku mohon jangan pernah ulangi lagi. Coba kamu yang ada dalam posisi aku saat ini? Apa yang kamu lakukan, dan bagaimana perasaanmu?" tanya Mia.
Ammar langsung memeluk erat istrinya. Dia mengakui kesalahannya itu. "Maafkan aku. Maaf, Sayang," ucap Ammar dengan suara pelan. "Sebagai kata maaf, kita pergi bukan madu siang ini. Aku masih ada cuti tiga hari."
Mia tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban. Mungkin tak ada salahnya dia memberikan kesempatan.
Ammar memeluk Mia dengan erat. "Aku akan membuat kamu percaya, Mia. Aku akan membuat kamu bahagia," kata Ammar dengan suara yang penuh harapan.
seperti cintanya alby yg nyantol di hati wanita yg sudah hamil anak orang lain.../Smile//Smile/
next...
alby rela melakukan ini...
ngelamar nih ceritanya si alby?
Jadi ikuti sajah Aisyah