Cerita ini adalah kelanjutan dari Reinkarnasi Dewa Pedang Abadi.
Perjalanan seorang dewa pedang untuk mengembalikan kekuatannya yang telah mengguncang dua benua.
Di tengah upaya itu, Cang Yan juga memikul satu tujuan besar: menghentikan era kekacauan yang telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu, sebuah era gelap yang pada awalnya diciptakan oleh perang besar yang menghancurkan keseimbangan dunia. Demi menebus kesalahan masa lalu dan mengubah nasib umat manusia, ia kembali melangkah ke medan takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nugraha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 : Saat Racun Tak Berarti
Racun hijau terus menyelimuti udara, menciptakan ilusi kabut yang menyesakkan. Namun, Cang Yan tetap berdiri tegak di tengahnya, tanpa sedikit pun tanda-tanda keracunan. Pria tua itu menyipitkan matanya, jelas-jelas terkejut.
"Bagaimana mungkin?!" serunya.
"Tak ada yang bisa bertahan dalam kabut beracun milikku lebih dari beberapa napas. Bahkan kultivator Transformasi Jiwa tahap akhir pun akan tumbang."
Cang Yan tidak menjawab, hanya menyeringai dengan tipis. Dalam hatinya ia mengingat momen terakhir sebelum kematiannya di kehidupan sebelumnya. Mo Xie salah satu kultivator terkuat Sekte Seribu Racun adalah musuh yang jauh lebih menakutkan. Racun pria tua ini? Hanya sebagian kecil dari apa yang pernah ia hadapi.
Ia mengaktifkan Esensi Jiwa Langit, aura perak menyelimuti seluruh tubuhnya, menstabilkan aliran energi yang ada dalam tubuhnya. Lalu, dengan suara pelan namun penuh wibawa, ia berbicara ke dalam pikirannya.
"Huang Long, alirkan energi emasmu ke tubuhku. Aku tidak ingin racun ini menyebar ke meridianku."
Di dalam pedang Huang Ming Jian suara dalam dan berwibawa terdengar. "Baiklah Tuan."
Tidak lama setelah itu energi emas yang hangat mengalir dari dalam tubuhnya, menciptakan lapisan pelindung yang tak kasat mata. Kini, meskipun ia menghirup udara beracun atau terkena serangan racun langsung, tubuhnya tetap tidak terpengaruh.
Pria tua itu mengertakkan giginya.
"Sombong! Jangan kira aku hanya memiliki satu racun saja."
Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, dan kabut hijau di sekeliling mereka mulai berputar putar, dan langsung berkumpul menjadi pusaran besar. Dari dalam kabut, ribuan jarum beracun keluar seperti hujan, melesat ke arah Cang Yan dengan kecepatan menakutkan.
Cang Yan segera menghunus kan pedangnya, kilauan perak yang bersatu dengan Kilauan emas berpencar di sekelilingnya.
"Tarian Pedang Empat Musim, Musim Semi: Bunga Mekar."
Begitu kata-kata itu keluar, puluhan tebasan cahaya muncul di udara, masing-masing seperti kelopak bunga yang berputar dengan keindahan mematikan. Setiap tebasan bertabrakan dengan jarum-jarum beracun dan menghancurkannya sebelum bisa mencapai tubuhnya.
Mata pria tua itu membelalak.
"Teknik pedang macam apa ini?!"
Namun, Cang Yan tidak berhenti di situ. Dengan satu gerakan cepat ia mengubah posisinya dan melesat ke depan, dan menyerang dengan teknik berikutnya.
"Musim Panas: Matahari Membakar."
Seketika, pedangnya mengeluarkan gelombang panas yang menyala terang, seolah-olah matahari kecil telah lahir di medan pertempuran. Gelombang kejut yang ditimbulkan dari tebasan nya membuat tanah retak, dan udara mendidih.
Pria tua itu melompat mundur dengan cepat, mengangkat tangannya untuk menangkis serangan itu.
Namun, saat ia mengumpulkan energi untuk pertahanan, ia menyadari sesuatu yang mengerikan, racunnya tidak bekerja sama sekali.
"Apa yang terjadi, kenapa racunku tidak berpengaruh padanya." pikirnya dengan panik.
Seharusnya, siapapun yang bertarung dalam jarak dekat dengannya akan mengalami perlambatan gerakan, kehilangan tenaga, atau bahkan jatuh dalam koma racun. Namun, Cang Yan tetap bergerak dengan kecepatan penuh, seolah-olah racunnya hanyalah angin sepoi-sepoi.
"Tidak, Ini bukan hanya karena kekuatan fisik atau teknik pedang semata. Ada sesuatu yang melindungi pemuda ini."
"Sialan. Aku tidak bisa membiarkan ini berlanjut."
Pria tua itu menggigit jarinya sendiri, lalu menggambar simbol aneh di udara dengan darahnya. Seketika tanah di bawah mereka bergetar, dan dari dalam bumi cakar-cakar hitam muncul, menggeliat seperti tentakel makhluk neraka.
"Kutukan Dewa Racun Hitam, Belenggu Bayangan!"
Cang Yan melompat ke belakang, menghindari cakar-cakar itu, tetapi salah satunya berhasil menyentuh ujung lengan bajunya. Dalam sekejap, lengan bajunya membusuk dan berubah menjadi abu.
"Kekuatan korosi?!"
Pria tua itu tertawa gila. "Mari kita lihat apakah kau bisa menghindari ini."
Serangan cakar-cakar hitam semakin intens, menyapu udara dengan kecepatan luar biasa. Cang Yan mulai bergerak dengan lebih hati-hati, mengandalkan kecepatan dan refleksnya untuk menghindari setiap serangan.
Namun, ia sadar jika ini berlanjut, ia akan terpojok.
Matanya menyala dengan tekad.
"Musim Gugur: Daun Berguguran."
Dalam sekejap mata, Cang Yan menghilang.
Pria tua itu terkejut dan matanya membesar.
"Di mana dia?!"
Lalu, ia merasakan sesuatu desiran angin lembut. Ia menoleh ke belakang hanya untuk melihat bayangan Cang Yan tepat di belakangnya.
"Ter... terlalu cepat!"
SWISH...
Dalam waktu singkat, serangan pedang yang tak terhitung jumlahnya mengenai tubuh pria tua itu.
Darah muncrat ke udara.
Tubuhnya terpental ke belakang dan langsung berguling-guling di tanah, sementara luka-luka kecil mulai muncul di seluruh tubuhnya. Namun, luka-luka itu tidak dalam tetapi terasa membakar.
Pria tua itu berlutut dengan tangan bergetar.
"Teknik pedang apa yang digunakan bocah ini!"
Cang Yan menatapnya dengan tatapan dingin.
Pria tua itu menggertakkan giginya, wajahnya dipenuhi kemarahan sekaligus ketakutan.
"Kau... kau ini siapa sebenarnya?!"
Cang Yan hanya tersenyum tipis. Tidak menjawab pertanyaan pria tua itu.
Pria tua itu melihat Cang Yan seperti melihat monster, tubuhnya sekarang sudah mulai melemah, dan racun yang digunakan nya kini seolah-olah menyerangnya.
Ia kalah.
Dan saat kesadarannya mulai memudar, ia hanya bisa mendengar suara Cang Yan yang berbisik dingin.
"Sekarang, waktunya mengakhiri ini."
Pria beracun itu jatuh tersungkur ke tanah, tubuhnya bergetar hebat sebelum akhirnya kehilangan nyawa.
Sejak awal, dia bukan ahli dalam pertempuran jarak dekat. Keahliannya terletak pada racun, memanfaatkan udara beracun dan serangan tersembunyi untuk melemahkan lawan sebelum memberikan pukulan akhir.
Namun, melawan Cang Yan, taktiknya gagal total. Racunnya yang mematikan sama sekali tidak berpengaruh, dan serangan jarak dekat Cang Yan begitu agresif, tak memberinya kesempatan untuk melancarkan serangan balasan.
Cang Yan mengamati tubuh pria tua itu, memastikan tak ada tanda-tanda kehidupan lagi. Dia tahu, membiarkan kultivator seperti ini tetap hidup hanya akan membawa lebih banyak malapetaka. Dengan satu tebasan bersih, dia mengakhiri hidup pria itu tanpa ragu.
Menghembuskan napas panjang, Cang Yan merasa tubuhnya mulai terasa berat. Walaupun energi emas Huang Long telah melindunginya dari racun luar, racun tetap berhasil menyusup ke dalam tubuhnya. Dia harus segera menetralisirnya. Tanpa membuang waktu, dia duduk bersila dan mulai bermeditasi, menyerap energi spiritual dari alam sekitar untuk mengusir racun dari dalam tubuhnya.
"Huang Long, berjaga di sekitarku," perintahnya dengan suara tegas.
"Di hutan ini, mungkin masih banyak binatang buas yang bisa menyerang kapan saja, dan beberapa dari mereka memiliki racun yang jauh lebih kuat."
"Baik Tuan," suara Huang Long bergema dari dalam pedang Huang Ming Jian sebelum sesosok naga keemasan muncul dari pedangnya. Tubuhnya tak sebesar naga dewasa, tapi auranya cukup untuk membuat makhluk lain berpikir dua kali sebelum mendekat.
Huang Long melingkar di sekitar Cang Yan, mata tajamnya menatap sekeliling, mengawasi setiap gerakan di hutan ini.
Cang Yan mulai mengatur napasnya, perlahan lahan menyalurkan energi ke dalam meridian dan organ dalamnya. Racun yang tersisa dalam tubuhnya mulai bergetar, berusaha melawan energi emas yang mengalir dalam darahnya. Sakit luar biasa menyerang setiap syarafnya.
"Kau baik-baik saja Tuan?" tanya Huang Long, masih dalam posisi berjaga.
"Racun ini lebih kuat dari yang kuduga. Tapi aku bisa mengatasinya," jawab Cang Yan dengan suara tenang, meskipun dahinya sudah mengeluarkan keringat.
Tiba-tiba, dari kejauhan, terdengar suara lolongan panjang. Huang Long segera menegakkan kepalanya, matanya bersinar tajam.
"Tuan, ada sesuatu yang mendekat."
Cang Yan membuka matanya, tatapannya sangat dingin. "Huang Long apakah kamu bisa mengatasinya?"