Nayura, gadis SMA yang belum pernah mengenal cinta, tiba-tiba terikat janji pernikahan di usia yang penuh gejolak. Gavin juga remaja, sosok laki-laki dingin dan cuek di depan semua orang, namun menyimpan rasa yang tumbuh sejak pandangan pertama. Di balik senja yang merona, ada cinta yang tersembunyi sekaligus posesif—janji yang mengikat hati dan rasa yang sulit diungkapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadin Alina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 : Getar di Balik Tirai IGD!
Gaviandra, laki-laki bertubuh 186 cm itu melangkah keluar dari gedung dengan wajah yang tertata dingin dan sorot mata tajam.
Deru mesin motornya membelah jalanan dengan kecepatan tinggi, tak pedulikan pengendara lain yang mengumpatinya.
Ada setumpuk emosi yang bercongkol di dalam dada sana, membuatnya mencari pelampiasan. Salah satunya, mengendari motor secara ugal-ugalan.
Tangan yang memegangi stang gas kian mengencang dengan tubuh yang semakin condong ke depan.
Motornya meliuk-liuk, menyalip pengendara yang—lumayan ramai. Jalanan tampak padat, namun Gavian terus memacu kuda besinya tanpa ampun.
Hingga saat ia melewati satu persimpangan, dengan kecepatan yang nyaris tak terkendali.
Tiba-tiba, sebuah motor matic melaju dengan kecepatan sedang dari arah kanan. Gavian yang hilang konsentrasi tak sengaja menabraknya, meskipun sudah mencoba untuk menghindar.
...----------------...
Seorang laki-laki paruh baya dengan jas putih keluar dari ruang IGD, kehadirannya membuyar pikiran Gavian mengenai kejadian beberapa saat yang lalu.
Ia bangkit dari kursi untuk menghampiri sang dokter. “Bagaimana keadaannya dok?” menatap sekilas pintu kaca di sampingnya.
Dokter tersenyum seraya berkata “Dia baik-baik saja, cuma luka kecil. Cukup istirahat dan ia akan segera pulih.”
Gavian menghela nafas lega, beban yang menyesakkan dada sedikit berkurang.
“Kalau begitu, saya permisi dulu, tuan muda.” Pamit dokter tersebut, seraya berlalu dengan asistennya.
Gavian hanya mengangguk kemudian, mendorong pintu kaca dihadapannya, lantas masuk ke dalamnya. Suasana hening langsung menyambutnya.
Ia melangkah menyusuri setiap tirai yang ia lalui. Hingga, ia berhenti tepat di salah satu tirai yang— ia yakini di dalamnya ada seorang gadis, yang tak sengaja menjadi korbannya.
Srek!
Tirai terbuka, membuat Nayura yang tengah berbaring menoleh cepat dengan dada berdebar karena kaget. Bola matanya membulat saat mendapati cowok tampan yang sayangnya—tak ia ketahui namanya.
Gavian melangkah mendekat, hingga ia berdiri tepat di sisi ranjang. Melihat Nayura yang menundukkan pandangan...membuatnya ingin memanggil gadis tersebut.
“Hmm…”
Gavian bergeming, bingung sendiri mau ngomong apa. Sebab, Gavian ini bukan tipe yang suka ngobrol apalagai, sama orang baru. Tapi saat bertemu dengan Nayura, ada sesuatu yang mendorongnya untuk terus berkomunikasi dengan gadis tersebut.
Nayura memilin jari-jemarinya yang ia taruh di atas perut. Mendengarkan Gavian yang bergeming, membuat jantungnya kembali deg-degan. Nayura tidak paham dengan apa yang tengah ia rasakan saat ini tapi, kenapa reaksi tubuhnya begitu aneh—saat kehadiran sosok asing ini.
“Gimana keadaan, lo?” akhirnya pertanyaan itu lolos juga dari bibir Gavian meskipun, setelahnya ia merutuki dirinya.
“Sudah lebih baik.” Jawab Nayura tanpa menatap lawan bicaranya.
Gavian mengangguk pelan, seharusnya ia tidak perlu khawatir sebab, dokter juga sudah menjelaskan mengenai kondisi gadis tersebut.
Entah magnet apa yang melekat di diri Nayura. Gavian merasa ingin terus melihatnya. Netra tajamnya memperhatikan wajah Nayura mulai dari —alis tebal nan rapi, tulang hidung nan tinggi, pipi mulus yang sedikit chubby, dan terakhir bibir mungil berwarna merah alami.
Gavian meneguk ludahnya dengan susah payah, melihat pahatan yang begitu sempurna di depan matanya. Gavian beralih, menatap bagian dada gadis itu untuk... mengetahui namanya.
“Nayura Zoe. I. ” batin Gavian, membaca nama yang tersematkan.
Drtt
Drtt
Drtt
Getar ponsel di saku celananya membuyar atensi Gavian. Ia segera merogoh benda pipih itu kemudian, menatap layar sebentar untuk mengetahui siapa yang menghubunginya.
Tertera nama sahabatnya di sana, segera ia menggeser tombol hijau kemudian menempelkan benda pipih itu ke daun telinga.
“…”
“Tunggu gue di luar!”
Tut
Gavian memutuskan panggilan secara sepihak. Ia melirik Nayura yang ternyata...masih menundukkan pandangan.
“Gue keluar bentar.” Pamitnya, kemudian melangkah menjahui brankar.
Nayura menghela nafas panjang, ia lega Gavian keluar. Nayura memegangi dada sebelah kirinya, merasakan debaran jantungnya yang…yang menggila. Berada di dekat cowok itu, membuat keadaan jantung Nayura tidak baik-baik saja.
“Astaga, gue kenapa?” keluhnya, memejamkan mata untuk mengatur ritme jantung—liar seperti kuda pacu yang tidak mau berhenti walaupun, ia sudah mencoba menenangkannya.
Matanya kembali terbuka saat nama Tessa muncul di benaknya. “Tessa gimana, ya?” monolognya, kemudian mengedarkan pandangan ke sekitar untuk mencari sesuatu.
Sayangnya, yang Nayura cari tak ia temukan. Ia mendesah gusar, memikirkan Tessa yang nggak tahu gimana keadaannya. Sesaat, ia memikirkan bagaimana ia bisa pulang? Ia bahkan, tidak tahu sekarang tasnya ada dimana.
Nayura mengedarkan pandangan, mencari keberadaan tas yang di dalamnya ada ponsel. Kalau ponselnya nggak ada, gimana mau tahu kondisi Tessa, kan.
Pikiran Nayura melayang, kembali pada kejadian yang sangat melekat di memorinya. Adegan dimana saat dirinya di bopong—oleh tangan kekar yang tak lain adalah Gavian.
Sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis. Visual itu terus menari di benaknya, menghadirkan sosok laki-laki tinggi dengan rahang tegas, sorot matanya yang tajam namun, tersirat kekhawatiran di sana, Ia akui—Gavian sangat tampan.
Seketika senyuman itu pudar, kala Nayura teringat akan ucapan orang tuanya. Ia akan menikahka dengan laki-laki yang bahkan, tidak ia ketahui siapa.
“Kalau suami gue setampan dia, nggak butuh waktu lama untuk gue jatuh cinta.” Tangan Nayura terangkat, menutupi wajahnya yang tiba-tiba memanas.
Khayalannya sudah sangat jauh, membayangkan calon suaminya setampan Gavian. Pasti Nayura akan jatuh cinta setiap detiknya. Hiyak…!
Gila! Nayura menggeleng cepat untuk mengusir khayalan yang tidak masuk akal. Mana mungkin, suami yang dipilihkan oleh orang tuanya akan sekeren itu!
Sementara itu, di luar ruangan IGD, Gavian baru saja menerima tas milik Nayura yang di antarkan oleh Mamad. Setelah tas itu berpindah tangan, Mamad masih setia berdiri disana, tanpa adanya tanda-tanda akan pergi.
Satu alis Gavian terangkat memandangi Mamad dengan penuh tanya. Mamad, yang paham dengan ekspresi bosnya, langsung nyengir kuda.
“Bos, nggak ngajakin buat jenguk si korban, gitu?” tanya Mamad dengan mata yang diketap-ketipkan.
“Nggak!” jawab Gavian tegas, membuat Mamad mengerucutkan bibirnya.
Padahal, Mamad sudah berharap banget, di bawa masuk sama Gavian untuk jengukin korban yang—ia tahu pasti cewek. Dari mana Mamad tahu? Dari tasnya yang berwana pink kulit babi dengan gantungan bermotif kucing.
“Ih, si Bos pelit!” gerutu Mamad.
“Udah, sono pergi!” usir Gavian, nggak ada ramah-ramahnya.
“Ck!”
Mamad berdecak malas, mau tak mau ia harus menyeret kakinya untuk pergi. Pasti ceweknya cantik, hingga Gavian tak ingin mengajaknya untuk masuk—pikir Mamad.
...----------------...
Hai! Gue Gaviandra
And, Gue Nayura Zoe Izora
Visual ataupun info selengkapnya bisa cek di Instagram nadin_alinaa18
Happy reading 🤗
always always bagus!!
hebat!!! Udah cocok itu open comision
kondangan kita! Semur daging ada gak?
Setiap komentar dan dukungan kalian, sangat berharga bagiku. Membakar semangat untuk terus menulis🔥
Happy reading 🤗