Siapa sangka moment KKN mampu mempertemukan kembali dua hati yang sudah lama terasa asing. Merangkai kembali kisah manis Meidina dan Jingga yang sudah sama-sama di semester akhir masa-masa kuliahnya.
Terakhir kali, komunikasi keduanya begitu buruk dan memutuskan untuk menjadi dua sosok asing meski berada di satu kampus yang sama. Padahal dulu, pernah ada dua hati yang saling mendukung, ada dua hati yang saling menyayangi dan ada dua sosok yang sama-sama berjuang.
Bahkan semesta seperti memiliki cara sendiri untuk membuat keduanya mendayung kembali demi menemui ujung cerita.
Akankah Mei dan Jingga berusaha merajut kembali kisah yang belum memiliki akhir cerita itu, atau justru berakhir dengan melupakan satu sama lain?
****
"Gue Aksara Jingga Gayatra, anak teknik..."
"Meidina Sastro Asmoro anak FKM, kenal atau tau Ga?"
"Sorry, gue ngga kenal."
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hay Arika....
Masih terlalu pagi untuk melihat adegan menggelikan pak kordes. Namun belum usai keterkejutan mereka, seseorang dengan motor KLX menghampiri posko, "punten akang--teteh, teh Meidinanya ada?"
Praktis mereka menoleh pada pria manis berlesung pipi dengan kaos wangki navy nya. Rambut berpomadenya menunjukan kharisma tinggi yang tak terbantahkan.
"Saya Hamzah, anak pak kades." Katanya tersenyum sopan.
"Mei, ada yang nyari!" tak perlu repot-repot menyusul Mei yang masih berada di gawang pintu dan tengah di goda Jingga, Arlan bahkan berteriak membuat kedua manusia di ambang pintu itu menoleh.
"Teh Mei, punten ganggu..."
"Oh, kang Hamzah, ya..." Mei langsung berbalik dan menyapanya.
"Yah...yah...ditinggalin, pesonamu kurang brutal kawan," cibir Jovi ketika melihat Mei menghampiri Hamzah dan Jingga bergabung kembali dengan teman-temannya.
"Ci Yu, lo lagi bakar sampah kah?! Ko bau asep?!" tambah Arshaka memancing riuh para anak kkn 21, padahal Jingga sendiri hanya memasang wajah datarnya, meraih gergaji dan melanjutkan kegiatannya, meski dari ekor mata ia tetap mengawasi Meidina lekat-lekat.
"Ini bukan bau asep sampah, asep cemburu bukan sih?" tanya Zaltan saling bersahut-sahutan membuat riuh persis kawanan mo nyet yang baru dapet pisang.
Gadis itu mengangguk-angguk ketika Hamzah berbicara seraya sesekali menimpali ucapannya dengan tersenyum. Obrolan mereka sayup-sayup hampir tak terdengar karena Mei dan Hamzah sedikit menjauh dari sana.
"Lo baik kan pak? Tenang, baru langkah awal...kehadiran anak kades ngga akan mempengaruhi lo. Toh, obrolan manis yang sampe bikin si Mei senyam senyum gitu ngga membuktikan apa-apa," ujar Alby menepuk-nepuk pundak Jingga yang hanya meladeni dengan dengusan dan gelengan kepala.
"Jiahhh si an jing pake diperjelas lagi." Umpat Mahad terkekeh tak habis pikir.
"Lo semua emang punya jiwa menantang maut. Ngga takut kalo nilai kkn diselempet Jingga." Maru bersuara menggeleng tertawa kecil.
"Ya elahh, Jingga mah pro ya Ga...lagian tenang aja, pesona anak kades yang tumpah-tumpah itu ngga akan bikin seorang Jingga yang remahan crackers minder ya Ga? " Arlan kembali berucap membuat mereka tertawa.
"Jingga remahan crackers, nah lo apa kabar? bubuk sagon?" tanya Jovi.
Dan godaan setan-setan itu, hanya membuat Jingga tersenyum kecut. Beberapa kali ia mencuri pandang pada sepasang pria dan wanita yang masih mengobrol asik disana. Resah dan tak nyaman rasanya.
"Ga," Mei sudah bersiap dengan sepatunya disaat yang lain pun sudah siap beranjak dari posko.
"Hm?"
"Kang Hamzah ternyata dokter koas di RSUD. Kebetulan lagi pulang ke rumahnya, terus bu kades yang cerita kalo kita lagi kegiatan kkn...nah kang--"
Jingga memejamkan matanya sambil mengeratkan hati saat Mei memanggil 'kang terasa risih di pendengarannya.
"Kang Hamzah bilang mau ikut bantu program kita, khususnya programku. Jadi biar lengkap, ada dokter ada ahli gizinya juga. Biar programnya lebih sedikit berkembang aja...."
"Wah, ide bagus tuh!" Nalula ikut memberikan suaranya, Syua mengangguk setuju, "setuju. Cocok."
Para anggota lelaki menoleh horor sekaligus usil pada Jingga, "pake disebut cocok. Setelah Arlan, Arshaka ada ci Yua sama Lula juga yang ngga takut nilai kkn nya jeblok njirr."
"Apaan sih, bawa-bawa nilai kkn. Gue baru tau kalo pak kades punya anak dokter praktek..." Vio menepuk-nepuk pan tatnya setelah berdiri dari tempatnya duduk.
"Masih muda, ganteng pula!" jawab Syua menimpali ucapan Vio, praktis Vio berbinar, "oh ya?! Kok waktu awal ngga liat sih, jadi penasaran ihhh..."
"Ya elah, gantengan juga kita-kita disini..." ucap Arshaka yang baru saja menyiramkan air bekas cucian ke halaman yang terlupa tadi, lalu tangannya terulur menatuh ember hitam di samping rumah.
"Ih, najis!" hardik Senja refleks.
Mei hanya terkekeh renyah, sementara Jingga sejak tadi memperhatikan Mei dengan tatapan kurang sukanya secara seksama, "bahagia banget kayanya yang ketemu kang Hamzah."
Mei menoleh, kedua alisnya terangkat, "siapa? Aku?"
"Bukan. Syua..." tukas Jingga.
Mei mengu lum senyumnya melihat tingkah Jingga. Sementara di halaman sana, teman-temannya masih saja meributkan sosok kang Hamzah, dan semakin panas saja mereka saling melemparkan cibiran.
"Auranya kang Hamzah tuh persis oase. Udah bukan levelan terong-terongan...tapi spek calon ayah anak-anak..." jawab Syua membalas ucapan Arlan yang mengatakan jika kang Hamzah itu auranya pria overcooked, sementara dirinya dan kawan-kawan kkn cowok fresh.
Sementara Alby, Zaltan dan Jovi, mereka justru menepuk-nepuk tong sampah seolah-olah suporter badminton Indonesia dan Malaysia.
"Ga, ngomong dong Ga...belain harga diri cowok cowok disini yang disebut terong-terongan sama ci Yua!" seru Arlan pada Jingga.
"Dih, gue ngga bilang kalo cowok disini persis terong..." Syua tak terima, sementara Senja dan Vio tertawa dengan perseteruan Syua dan Arlan termasuk Senja dan Arshaka yang membantu pihak masing-masing.
"Udahhh, lo berempat bikin heboh pagi-paginya kampung orang aja." Tarik Maru di kerah jas Arlan.
"Iya, kasian si akang-akangan, kupingnya udah panas pada lo omongin." Mahad turut melerai.
"Lagian lo semua heboh banget. Anak kadesnya aja mau ketemu Meidina, lo pada.. yang kelojotan." Tambahnya.
Masih tentang blusukan, Mei mengikuti Nalula. Dan kali ini, keduanya memilih berjalan kaki agar Mei bisa berinteraksi langsung dengan warga, tidak terpaku dalam ruang lingkup sekolah saja.
"Assalamu'alaikum ibu..." sapa Mei dan Lula pada kerumunan ibu-ibu warga Widya Mukti.
"Wa'alaikumsalam, eh teteh kkn..."
"Ibu, boleh ikut gabung duduk ngga?" tanya Mei.
(..)
Dan keramaian aktivitas warga tak bisa lebih tinggi lagi, manakala anak-anak karang taruna tengah bersiap menyambut hari HUT RI.
"Pasang di tiang bendera bu Amay aja, biar kenceng!" mereka menyeret tali dengan tempelan bendera dari kertas wajik dan beberapa plastik air berwarna secara zig-zag di jalan-jalan kampung.
"Teh,"
"Eh teteh..."
Sapa beberapanya pada Lula dan Mei.
Hingga langkah mereka membawa Mei dan Lula ke sebuah sekolah tk, dimana anak-anak disana tengah bermain di halaman.
"Ini tk BPPC, Mei...aku udah konfirm kedatangan kita hari ini sama bu Ayu..." diangguki Mei yang sepanjang kunjungan mengikuti gerak-gerik Lula sembari sesekali turut menyapa dan berinteraksi dengan anak-anak.
Lula memang sigap, perayu ulung...atas anjuran Mei, ia membawa serta susu kotak demi dibagikan pada anak-anak ini.
Tertawa, ceria...Mei ikut hanyut pada pembawaan si calon ibu guru itu, namun...perhatiannya condong fokus pada seorang anak yang sejak tadi berbeda dari yang lain.
Anak itu seperti...Mei menghampiri, "hei, aku boleh tau, siapa namanya?" bocah perempuan itu, entah kenapa...ketika Mei mengajaknya berbincang ia justru melakukan hal random dengan kelojotan riang seolah memiliki dunianya sendiri dan tak fokus padanya yang jelas-jelas sedang mengajaknya bicara.
"Arika istimewa, teh..." Mei menoleh ke belakang dimana bu Ayu menghampiri, "hey Arika...itu tetehnya nanya..." bu Ayu menangkup wajah Arika kemudian, setelah Arika bisa fokus padanya...ia menunjuk Mei, "teteh cantiknya nanya, ini.." bu Ayu menunjuk dada Arika, "siapa namanya..."
"Hay, aku Meidina...anak cantik ini siapa namanya?" tanya Mei menularkan senyumnya pada Arika.
"Ita.." jawabnya.
"Hay Arika..." Mei mencoba menjabat tangannya, bocah itu terlihat tak begitu gemuk meski tak kurus. Tidak seperti kebanyakan anak-anak kekurangan gizi namun....Mei mengulas senyumnya nanar menatap Arika.
.
.
.
.
jadi jangan ada yg di tutup²in lagi ya cantik