Setelah orang tuanya bunuh diri akibat penipuan kejam Agate, pemimpin mafia, hidup siswi SMA dan atlet kendo, Akari Otsuki, hancur. Merasa keadilan tak mungkin, Akari bersumpah membalas dendam. Ia mengambil Katana ayahnya dan meninggalkan shinai-nya. Akari mulai memburu setiap mafia dan yakuza di kota, mengupas jaringan kejahatan selapis demi selapis, demi menemukan Agate. Dendam ini adalah bunga Higanbana yang mematikan, menariknya menjauh dari dirinya yang dulu dan menuju kehancuran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Truth Finally Revealed
Ancaman Haruna yang menyentuh Akari telah menghancurkan pertahanan Ayah dan Ibu Akari. Di antara dua pilihan mengerikan—memanggil Akari sekarang, atau membiarkan Agate mengincar Akari nanti—Ayah Akari membuat keputusan yang terpaksa.
"Akari! Nak, kemarilah sebentar!" panggil Ayah Akari, suaranya tercekat dan tidak wajar.
Ibu Akari seketika menggelengkan kepalanya, air mata mengalir deras, berusaha menahan suaminya. Ia tahu memanggil Akari sama saja dengan menyerahkan putri mereka ke tangan Iblis. Namun, Ayah Akari sudah terlanjur memanggil.
Akari, yang sedang asyik belajar, mengangkat kepala. Ia terkejut melihat ibunya menangis dan ayahnya terlihat pucat pasi.
Akari berjalan mendekat, membawa buku di tangannya.
Haruna hanya tersenyum—senyum kemenangan yang dingin—saat Akari menghampirinya.
"Ah, selamat malam, Akari-san. Saya Haruna. Kita bertemu lagi. Saya senang akhirnya bisa menyapa Anda secara resmi," sapa Haruna dengan nada ramah yang dibuat-buat.
Akari memberikan sambutan sopan, membungkuk sedikit sesuai ajaran kendo, meskipun ia masih bingung.
"Selamat malam, Haruna-san. Terima kasih telah sering berkunjung," jawab Akari.
"Tentu saja," balas Haruna. Ia menepuk kursi di sebelahnya. "Saya rasa ini adalah momen yang tepat. Bergabunglah dengan kami, Akari-san. Saya ingin Anda ikut dalam pembicaraan ini."
Akari kebingungan. Ia menoleh ke Ayah dan Ibunya.
"Ayah? Ibu? Untuk apa Akari bergabung? Ini urusan orang dewasa, 'kan?" tanyanya, nada suaranya dipenuhi rasa ingin tahu yang cemas.
Haruna tidak menjawab Akari. Ia membalikkan badan ke arah Ayah dan Ibu Akari, tersenyum mendesak, suaranya pelan dan penuh tekanan.
"Nah, sekarang giliran Anda. Jelaskan semuanya pada putri Anda. Jelaskan mengapa pinjaman ini diambil. Jelaskan mengapa bunga Anda melambung tinggi. Jelaskan mengapa masa depannya kini berada di tangan Tuan Agate."
Wajah Ayah dan Ibu Akari hancur. Mereka tidak punya pilihan. Kebohongan terakhir mereka telah runtuh, dan kini mereka harus menyampaikan kebenaran yang kejam itu kepada putri tercinta mereka.
Didorong oleh tatapan dingin dan tuntutan Haruna, Ayah Akari menundukkan kepala, sementara Ibu Akari menangis tersedu-sedu di sampingnya. Mereka tahu, ini adalah penghinaan terakhir yang harus mereka terima demi Akari.
Dengan suara yang bergetar dan dipenuhi penyesalan yang mendalam, Ayah Akari mulai menjelaskan, dibantu oleh isakan Ibunya.
"Nak... Maafkan kami," ucap Ayah Akari. "Wanita ini... dia bukan pelanggan. Dia agen dari AgateX. Uang universitas yang kami berikan padamu... itu bukan tabungan. Itu... pinjaman dari mereka."
Akari terperangah. Ia melihat kebingungan, kemudian kengerian, terpancar di matanya.
Ibu Akari maju selangkah, meraih tangan Akari. "Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, Nak. Kami tidak ingin kamu memilih universitas lain karena mahal. Tapi mereka menipu kami! Kami salah baca kontraknya! Bunganya... bunganya naik sangat cepat, Akari!"
Mereka menjelaskan bagaimana Haruna menjebak mereka, bagaimana AgateX adalah rentenir kejam yang kini menuntut restorasi dan rumah mereka, bahkan mengancam masa depan Akari. Mereka menceritakan semua permohonan, semua air mata, dan semua kebohongan manis yang mereka ciptakan agar Akari tetap bahagia.
Akari termenung.
Ia tidak berteriak, tidak menangis histeris. Ia hanya berdiri membeku, seluruh dunia kebahagiaan yang ia nikmati selama ini ternyata dibangun di atas fondasi pasir dan kebohongan yang pahit. Ia melangkah mundur perlahan, seolah-olah menjauhi penyakit menular.
"Kalian... berbohong?" bisik Akari, suaranya pelan dan hampa, tidak percaya. Kebohongan yang mereka anggap sebagai cinta, kini terasa seperti pengkhianatan yang dingin. "Kalian mempertaruhkan semua ini... hanya agar aku bisa terlihat 'sukses' di mata dunia?"
Haruna hanya menyimak, menyandarkan dagunya di tangan, menikmati pertunjukan sedih ini dengan senyum puas. Baginya, kehancuran emosional keluarga ini adalah bagian terbaik dari pekerjaannya.
Kenyataan yang kejam itu menghantam Akari: orang tuanya bukan hanya korban penipuan finansial, tetapi juga korban dari cinta yang salah tempat dan obsesi untuk melindunginya. Dan kini, semua itu akan menghancurkan mereka.
.
.
.
Pengakuan yang kejam itu menghancurkan sisa-sisa hati Akari. Rasa sakit karena dikhianati oleh kebohongan yang manis jauh lebih menyakitkan daripada penghinaan dari para perundungnya di sekolah.
Akari mundur selangkah demi selangkah. Air mata yang selama ini ia tahan, air mata kekecewaan, kepahitan, dan kemarahan, kini mengalir deras membasahi pipinya. Ia tidak bisa lagi menatap wajah orang tuanya yang memohon.
"Aku..." Akari tidak mampu mengucapkan kata-kata lain.
Dengan langkah terhuyung, Akari berbalik dan pergi dari sana, meninggalkan orang tuanya sendirian di tengah restoran yang sunyi. Ia lari, suaranya tercekat oleh isakan, meninggalkan rasa kecewa yang mendalam terhadap Ayah dan Ibunya yang telah mempertaruhkan segalanya, termasuk kejujuran mereka, untuknya.
Begitu Akari menghilang di tikungan jalan, Haruna tersenyum lebar. Ia telah mencapai tujuannya: membuat keluarga ini hancur secara emosional sebelum kehancuran fisik.
"Baik," ujar Haruna, kini nada suaranya berubah menjadi komando militer yang dingin. "Drama selesai."
Tiba-tiba, pintu restoran terbuka lebar. Beberapa pria berjas datang dan menyebar, mengelilingi Ayah dan Ibu Akari yang kini terlihat kecil dan tak berdaya.
"Karena putri Anda tidak kooperatif dan Anda menolak tawaran organ saya sebelumnya," kata Haruna, berdiri tegak. "Tuan Agate memberi Anda kesempatan terakhir."
Haruna mengacungkan jari telunjuknya.
"Anda ingin dibunuh oleh kami sekarang? Atau Anda memilih bunuh diri agar kematian Anda terlihat bersih dan tidak mengundang perhatian polisi?" Ia menambahkan dengan seringai. "Bagaimanapun, kami tetap akan mengambil organ Anda untuk melunasi sebagian kecil dari utang Anda. Kami butuh aset cepat."
Ayah dan Ibu Akari terperosok ke lantai. Mereka sudah sangat terpuruk, dikhianati oleh sistem, dikecewakan oleh diri sendiri, dan baru saja mengecewakan putri mereka dengan kebohongan yang pahit. Utang yang harus dilunasi sangat tinggi, dan mereka tahu, jika mereka mati di tangan Agate, Akari pun akan terus diburu.
Mereka saling menatap. Dalam tatapan mata itu, ada penyesalan, cinta, dan kesepakatan terakhir yang sunyi. Demi melindungi Akari dari cengkeraman Agate yang akan datang, mereka tidak punya pilihan.
Mereka telah memilih jalan terakhir yang tragis.
.
.
Ayah dan Ibu Akari, dengan air mata dan penyesalan yang mendalam, mengambil keputusan terakhir mereka. Mereka saling memeluk erat, menatap mata satu sama lain, menemukan kekuatan terakhir mereka dalam cinta dan keinginan untuk melindungi Akari.
Haruna berdiri di sana, menyaksikan momen tragis itu dengan santai.
Saat Ayah dan Ibu Akari melakukan tindakan mengerikan itu, Haruna hanya tersenyum sumringah. Di telinganya, gumaman dan tangisan terakhir mereka terdengar seperti musik.
"Maafkan kami, Nak... Maafkan Akari..." gumam Ibu Akari.
"Ayah tahu ini bukan jalan yang terbaik, Nak... Tapi ini yang terbaik bagi keselamatanmu dari mereka..." bisik Ayah Akari. "Kami mencintaimu..."
Setelah itu, Haruna tersenyum puas. Pertunjukan telah usai. Kehancuran total telah tercapai.
Ia berbalik kepada salah satu pria berjas.
"Hubungi polisi," perintah Haruna dengan suara yang dingin dan berwibawa. "Laporkan adanya kasus bunuh diri ganda yang kejam. Pastikan untuk menekankan bahwa organ mereka telah hilang. Dan buat alibi seolah-olah ini adalah ulah pembunuh berantai yang sedang dicari, sehingga penyelidikan fokus ke arah yang salah."
Haruna memastikan tidak ada jejak AgateX yang tersisa, mengubah kejahatan finansial mereka menjadi misteri kriminal yang membingungkan.
Haruna kemudian melangkah keluar dari tempat yang kini menjadi kuburan. Di belakangnya, Restoran Mie sederhana kini hancur—meja-meja terbalik, peralatan berantakan, dan di tengah-tengahnya, mayat dua pasangan suami istri yang saling mencintai putri mereka lebih dari hidup mereka sendiri.