Aisyah yang mendampingi Ammar dari nol dan membantu ekonominya, malah wanita lain yang dia nikahi.
Aisyah yang enam tahun membantu Ammar sampai berpangkat dicampakkan saat calon mertuanya menginginkan menantu yang bergelar. Kecewa, karena Ammar tak membelanya justru menerima perjodohan itu, Aisyah memutuskan pergi ke kota lain.
Aisyah akhirnya diterima bekerja pada suatu perusahaan. Sebulan bekerja, dia baru tahu ternyata hamil anaknya Ammar.
CEO tempatnya bekerja menjadi simpatik dan penuh perhatian karena kasihan melihat dia hamil tanpa ada keluarga. Mereka menjadi dekat.
Saat usia sang anak berusia dua tahun, tanpa sengaja Aisyah kembali bertemu dengan Ammar. Pria itu terkejut melihat wajah anaknya Aisyah yang begitu mirip dengannya.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Ammar akan mencari tahu siapa ayah dari anak Aisyah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Mia dan Aisyah
Ammar mendekati istrinya itu. Rasa mual masih dia rasakan. Dia sebenarnya kepikiran dengan Aisyah.
"Apa benar yang dikatakan Mia, jika rasa mual yang aku alami seminggu ini karena Aisyah yang sedang hamil anakku?" tanya Ammar dalam hatinya.
Dia jadi bingung. Satu sisi ingin membantah, tapi sisi hati yang lain membenarkan. Ammar ingat betul, seminggu sebelum dia memutuskan hubungan, mereka masih berhubungan badan.
"Jika memang Aisyah hamil, dia pasti mencari ku untuk minta pertanggungjawaban. Tak mungkin dia membesarkan anak kami seorang diri." Kembali Ammar bicara sendiri dalam hatinya.
"Ammar ...," panggil Mia dengan suara yang cukup keras. Membuat pria itu tersadar dari lamunannya.
"Ya, Sayang," jawab Ammar.
"Kamu mikir apa? Jangan-jangan benar apa yang aku katakan. Kamu memang sedang mengalami kehamilan simpatik. Apa mantan kamu itu sedang hamil?" tanya Mia. Tampaknya dia mulai curiga melihat tingkah dan gelagat suaminya yang agak berbeda.
Ammar terkejut dengan pertanyaan Mia, dan dia merasa seperti tertangkap basah. Dia tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu, karena dia sendiri masih belum yakin tentang apa yang sedang terjadi.
"Itu tak mungkin, Mia. Jika memang itu terjadi, pasti dia datang minta pertanggungjawaban," ucap Ammar dengan suara yang lembut. "Aku hanya merasa sedikit tidak enak badan, mungkin karena kelelahan," lanjut Ammar mencoba mengalihkan perhatian.
Mia memandang Ammar dengan mata yang tajam, seolah-olah dia tidak percaya dengan jawaban Ammar. "Aku tidak percaya, Ammar. Aku tahu kamu sedang memikirkan sesuatu. Apa itu tentang mantan kamu?" tanya Mia dengan suara yang sedikit keras.
Ammar merasa tidak nyaman dengan pertanyaan Mia, dan dia tidak tahu bagaimana menjawabnya. Dia tidak ingin berbohong kepada Mia, tapi dia juga tidak ingin membuatnya cemburu.
"Aku... aku tidak memikirkan apa-apa, Mia. Aku hanya merasa sedikit tidak enak badan, itu saja," kata Ammar dengan suara yang lembut.
Mia memandang Ammar dengan mata yang menyelidiki, tapi dia tidak melanjutkan pertanyaannya. Tak mau acara bukan madunya jadi pertengkaran. "Baiklah, Ammar. Aku percaya kamu. Tapi, aku ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu ada di samping kamu, apa pun yang terjadi. Aku hanya akan meninggalkan kamu jika terbukti berselingkuh!" seru Mia dengan suara yang tegas.
Ammar merasa sedikit lega dengan kata-kata Mia, dan memeluk istrinya itu dengan erat. "Terima kasih, Mia. Aku juga akan selalu ada di samping kamu," kata Ammar dengan suara yang lembut.
Sementara itu, Ammar masih memikirkan tentang Aisyah dan kemungkinan kehamilannya. Dia tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi situasi ini jika memang Aisyah hamil. Dia merasa sedikit bingung dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Setelah beberapa saat, Ammar dan Mia memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ammar merasa sedikit lebih baik setelah beristirahat, dan dia berharap bahwa rasa mualnya akan segera hilang.
Beberapa jam kemudian, Ammar dan Mia memutuskan untuk makan malam bersama. Ammar masih merasa sedikit tidak enak badan, tapi dia berusaha untuk tidak memikirkan tentang Aisyah dan kemungkinan kehamilannya.
Mereka berdua makan malam dengan suasana yang santai, dan Ammar berusaha untuk menikmati waktu bersama Mia. Tapi, pikirannya masih terus kembali ke Aisyah, dan dia tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi situasi ini jika memang Aisyah hamil.
Malam harinya Ammar dan Mia memutuskan untuk makan malam. Setelah makan malam, mereka akan menonton film bersama. Ammar masih merasa sedikit tidak enak badan, tapi dia berusaha untuk menikmati waktu bersama Mia.
Film yang mereka tonton berakhir, dan Ammar serta Mia memutuskan untuk tidur. Ammar masih merasa sedikit tidak enak badan, rasanya ingin tidur saja.
Sebelum tidur, Ammar memeluk Mia, sambil berkata, "Aku sayang kamu, Mia," kata Ammar dengan suara yang lembut.
Mia membalas pelukan Ammar dengan erat. "Aku juga cinta kamu, Ammar," kata Mia dengan suara yang hangat.
Ammar dan Mia tidur dengan suasana yang santai. Tak tahu apa yang ada dalam pikiran masing-masing. Mereka langsung membaringkan tubuh dan memejamkan mata agar semua masa lalu hilang dalam isi kepalanya.
**
Waktu terus berjalan. Tak terasa telah empat bulan berlalu. Hubungan Aisyah dengan mama Nur makin dekat. Hampir setiap akhir pekan dia berkunjung ke sana.
Saat ini Aisyah tak bisa lagi menyembunyikan kehamilannya. Rekan kerja di perusahaan tempatnya bekerja mulai membicarakan tentang perutnya yang mulai membuncit.
"Apa kamu tak melihat kalau perut Aisyah itu seperti orang hamil?" tanya Luna dengan salah satu rekan kerjanya. Saat ini mereka sedang berkumpul di kantin sambil istirahat makan siang.
"Aku melihatnya. Bukankah dia itu masih gadis, tapi kenapa bisa hamil?" Dia balik bertanya.
"Gadis tapi tak perawan. Aku yakin dia hamil anak kekasihnya."
"Atau itu anaknya Pak Alby?" tanya rekan kerja yang lain lagi.
Luna yang mendengar ucapan temannya itu tak bisa terima. Walau diakui, dia pernah berpikir begitu. Namun, dia segera menepis isi kepalanya itu.
"Tak mungkin. Mana mungkin anaknya Pak Alby, karena perut Aisyah sudah tampak membuncit. Itu artinya sudah hampir lima bulan usia kandungannya. Sedangkan dia baru empat bulan bekerja di sini," ucap Luna.
Luna tak bisa membayangkan jika memang benar itu anaknya Alby. Rasanya tak rela kalau orang dia cintai selama ini dimiliki orang lain.
"Aku tak percaya itu anaknya Pak Alby. Aku justru yakin kalau dia hamil di luar nikah dengan kekasihnya. Dia kabur dari rumah karena diusir. Aku ingat kalau dia pernah mengatakan baru berada di kota ini, setelah ada panggilan kerja," ujar Luna selanjutnya.
"Jika memang dia telah hamil sebelum bekerja di sini, kenapa Pak Alby masih mau menerima Aisyah bekerja?"
"Pusing jadinya. Penasaran siapa sebenarnya ayah biologis dari bayi yang dikandung Aisyah," ucap yang lainnya.
"Apa yang sedang kalian obrolkan?" tanya Alby.
Entah sejak kapan pria itu berada di sana. Semua terkejut, apalagi Luna. Mereka takut jika Alby mendengar semua obrolan tadi. Mereka jadi terdiam.
"Kenapa semua jadi diam? Saat masuk tadi, saya lihat kalian semua antusias bercerita!" seru Alby.
Mereka masih saja terdiam. Tak ada yang berani buka mulut. Sebenarnya Alby mendengar sedikit obrolan mereka.
"Kami hanya bicara tentang pasangan masing-masing, Pak," jawab salah seorang dari mereka.
Alby menarik napas dalam. Dia tak mau bertindak ceroboh yang akan membuat namanya Aisyah menjadi jelek.
"Oh, gitu. Baiklah, kalau begitu saya pamit. Teruskan makannya," ucap Alby.
Baru beberapa langkah, Alby berbalik dan berkata, "Saya tak mau dengar ada karyawan yang suka ngomongin karyawan lainnya. Kalau saya dengar kalian bicara jelek tentang karyawan lainnya, saya tak sungkan mengambil tindakan!" ancam Alby. Semua karyawannya tampak terdiam dan menunduk.
Alby lalu berjalan menuju meja tempat Aisyah menunggu. Dia sengaja berkata begitu agar karyawan lain tak ada lagi yang berani bicarakan Aisyah.
seperti cintanya alby yg nyantol di hati wanita yg sudah hamil anak orang lain.../Smile//Smile/
next...
alby rela melakukan ini...
ngelamar nih ceritanya si alby?
Jadi ikuti sajah Aisyah