"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6 Gerobak Baru
Flashback
3 tahun yang lalu.
"Jadi total belanjaannya delapan ratus
enam puluh lima ribu rupiah ya Bu" ucap
seorang kasir super market.
"Iya mbk, sebentar ya" jawab Bu Rosa
seraya mengaduk-aduk isi dalam tas nya.
"Bagaimana Bu? Itu yang dibelakang
ibu sudah menunggu" tanya kasir tersebut,
setelah beberapa menit Bu Rosa masih
belum melakukan pembayaran.
"Sepertinya dompet saya tertinggal di
mobil mbk, tolong nitip sebentar ya, saya
ambil dulu. Abis itu saya kesini buat bayar
ini" ujar Bu Rosa sedikit panik.
"Kalau emang gak punya uang jangan belanja bu, pake alasan dompet ketinggalan segala. Lagu lama itu. Udah
mbk jangan dilayanani!" sahut seorang
yang mengantri di belakang Bu Rosa,
disusul dengan keluhan serupa dari orang
yang mengantri lainnya.
"Mbak, saya nitip dulu boleh ya. Saya
pasti bayar kok. Ini saya taruh hp saya
sebagai jaminan, bentar lagi saya kesini
lagi" ujar Bu Rosa meminta pengertian.
"Kalau ibu tidak ada yang tunai, bisa
bayar pakai qris Bu" ujar kasir tersebut
mencoba memberi solusi.
"Maaf mbak, hp saya yang ini gak ada
saldonya" jawab Bu Rosa.
"Udah mbk, suruh ambil dompetnya
aja dulu. Ini antrian makin panjang loh"
teriak salah satu pelanggan.
"Baiklah Bu, tapi kalau sampai sore
hari ibu tidak kembali, belanjaan dan hp
ibu jadi milik sini ya" ujar kasir tersebut
pada akhirnya.
Bu Rosa pun segera keluar dari
supermarket, beliau menuju ke tempatnya
memarkir mobil di seberang jalan, sebab
beliau tadi sebenarnya hanya berniat
belanja di toko depan super market
tersebut.
Dengan panik Bu Rosa segera
membuka mobil dan memeriksanya.
Namun nihil, dompetnya tak ada di
manapun. Beliaupun mulai mengingat lagi
dan seingat beliau, dompetnya sudah
beliau masukkan ke dalam tas.
Sementara Alvin yang baru saja
membantu mengeluarkan sepeda motor
orang yang parkir, baru melihat jika Bu
Rosa telah kembali ke dalam mobilnya.
Perlahan Alvin mengetuk pintu kaca
mobil Bu Rosa.
"Maaf mas, saya belum mau pergi.
Jangan di tarik dulu ongkos parkirnya"
jawab Bu Rosa seraya membuka kecil kaca mobilnya.
"Oh tidak tante, saya cuma bertanya.
Apakah tante kehilangan dompet?" tanya
Alvin membuat Bu Rosa menoleh dan
segera membuka pintu mobilnya.
"Iya, darimana kamu tahu kalau saya
kehilangan dompet, jangan-jangan kamu
yang ambil ya!" tuduh Bu Rosa, bukan
tanpa sebab Bu Rosa menuduh Alvin
demikian, sebab saat itu memang marak
kasus pencurian dan penipuan.
"Bukan tante, tadi saya
menemukannya di bawah mobil ini.
kebetulan saya tukang parkir di depan
toko ini" jawab Alvin menjelaskan
seraya memberikan dompet Bu Rosa.
Bu Rosa pun meraih dompetnya,
beliau segera mengecek isi dan
kelengkapan dompet tersebut, syukurnya
tak ada satupun yang hilang. Membuat
beliau menghela nafas lega.
"Maaf yah nak, tante sudah menuduh kamu tadi, maklum saat ini kita gak boleh
gampang percaya sama orang" ujar Bu
Rosa pada Alvin yang hanya bisa
mengangguk.
"Oh ya, ini buat kamu" ucap Bu Rosa
seraya mengeluarkan 2 lembar uang
seratus ribuan.
"Waduh kebanyakan tante, kalau
parkir disini cuma seribuan, kalau mobil
paling banyak juga 5 ribu' tolak Alvin,
membuat Bu Rosa tersenyum.
"Nama kamu siapa nak?" tanya Bu
Rosa.
"Saya Alvin Tante" jawab Alvin.
"Baiklah Alvin, ini bukan uang
parkir, karena Tante memang belum mau
pergi. Ini sebagai imbalan buat kamu
karena sudah melindungi dompet tante"
ujar Bu Rosa seraya memaksa
menyerahkan uang tersebut pada saku
kemeja seragam SD lusuh yang dipakai Alvin.
Tanpa menunggu jawaban dari
Alvin, Bu Rosa pun segera berlalu
hendak membayar belanjaan yang beliau
tinggalkan tadi.
Alvin yang saat itu baru kelas 1 SMP,
mendapatkan nominal uang paling besar
di Indonesia secara instan, apalagi
sebanyak 2 lembar. Tentu saja merasa
kegirangan.
Tanpa menunggu lama ia memilih
segera pamit pulang pada tukang parkir
seniornya, sebab jika ketahuan oleh
tukang palak, sudah pasti yang yang ia
miliki saat itu pasti berkurang.
Flashback end.
"Jadi begitulah kejadiannya,
bagaimana mama bisa kenal sama
Alvin" jawab Bu Rosa ketika Alex
menanyai tentang bagaimana beliau bisa mengenal Alvin.
"Wah pasti kesenangan itu si Alvin,
baru ketemu sudah mama kasih uang
sebanyak itu. Pasti salama ini mama juga
sering ngasih uang ke Alvin ya?" ujar
Alex yang masih mengorek informasi.
Dirinya masih sulit menerima jika di masa
kini masih ada orang yang benar-benar
jujur.
"Eh jangan salah Lex, seminggu
setelah kejadian itu. Mama kan belanja
lagi tuh di toko tempat Alvin markir itu,
Alvin langsung nyamperin mama loh,
kamu tahu gak ngapain?" Bu Rosa mnalah
mengajak Alex tebak-tebak.
"Pasti mau minta uang lagi!" tebak
Alex.
"Awalnya mama juga mikir gitu, tapi
ternyata enggak lex. Alvin justru balikin
uang yang sebelumnya mama kasih.
Katanya setelah menerima uang tersebut ia
malah dimarahi bapaknya, katanya gak
boleh pamrih kalau mau nolong orang.
Kalau emang niat bantu gak usah mau
kalau dipaksa nerima imbalan. Dan yang
lebih bikin mama makin salut lagi, selama
seminggu itu Alvin nungguin mama,
karena bapaknya selalu marahin dia
perihal uang tersebut" ungkap mama Rosa
yang dengan antusias menceritakan
tentang Alvin.
Kemudian mengalirlah segala cerita
tentang Alvin yang Bu Rosa tahu, mulai
dari kehidupan miskinnya, peringkat
disekolahnya, hingga Alvin yang kerap
kali menolak bantuan pendidikan yang
ingin Bu Rosa berikan. Membuat Alex
diam-diam ikut menyimpan kagum pada
Alvin.
Melihat selembar uang kertas seratus
ribuan ditangan, membuat Alvin
mengucap syukur, kalo ini ia akan mulai
menabung sendiri uang lebih yang ia
terima.
Perkara nanti ibu tirinya akan memarahinya, tak terlalu membuat
Alvin kepikiran, karena hal itu sudah
terlalu biasa.
"Kok jam segini udah pulang kamu
Vin" sapa Bu Eleanor begitu melihat Alvin
pulang.
"Mulai hari ini Alvin berhenti jadi
tukang parkir buk" jawab Alvin seraya
meraih tangan Bu Eleanor untuk diciumnya.
"Apaa?! Kamu berhenti markir?" pekik
Bu Eleanor. Alvin pun segera
mengangguk.
"Terus kamu gak ngasih uang ke ibuk
lagi? Mau makan apa kamu Vin?" ucap Bu
Eleanor penuh emosi.
"Ada apa ini buk, anak pulang kok
malah dimarahi!" tanya pak Rohman yang
keluar dari dalam kamar setelah
mendengar keributan.
"Anakmu ini loh, berhenti markir pak!!" Sentak Bu Eleanor.
"Yah biarin toh buk, emang bukan
kewajiban si Alvin kok buat nyari uang"
jawab pak Rohman.
"Udah sama masuk le, makan dulu.
Kamu dari sore tadi belum makan kan"
ucap pak Rohman pada Alvin, membuat
Bu Eleanor semakin geram.
"Terus aja manjain anak itu pak, lama
lama jadi gak tau diri tuh anak!" marah Bu
Eleanor.
"Sudah buk, jangan marah-marah
terus" ucap pak Rohman mencoba
menenangkan sang istri, sembari
menggiringnya ke dalam kamar.
"Jangan nmarah-marah gimana, uang
dari kamu gak cukup buat makan kita
sehari-hari pak!" keluh Bu Eleanor.
"Gimana bisa gak cukup? Seratus ribu
tiap hari, dan kamu cuma masak lauk tahu
tempe telur terus, kamu kemanakan
semua uang itu buk?" sahut pak Rohman tak terima.
"Buat bayar listrik dan yang lainnya
pak, kamu mana tahu kebutuhan rumah
ini!" jawab Bu Eleanor sedikit gelagapan.
Beliau memang mengumpulkan uang
pemberian sang suami untuk kebutuhan
anak perempuannya Dina, apalagi akhir-
akhir ini merengek meminta laptop.
Sedangkan untuk belanja bahan makanan
Bu Eleanor selalu memakai uang pemberian
Alvin.
"Rumah kita kecil buk, listrik 50ribu
sebulan, kamu juga gak pernah ngasih
uang saku ke Alvin!!" hardik pak
Rohman, yang terus di jawab oleh Bu Eleanor.
Pertengkaran orang tua, membuat Dina
merasa sebal, sebab kini tangis Rafi juga
mulai ikut mendominasi suara
pertengkaran kedua orangtuanya.
Sementara Alvin sendiri memilih duduk
di depan rumahnya sembari merenung.
"Denger tuh! Bapak sama ibuk
berantem gara-gara kamu!" keluh Dina yang
juga memilih keluar dari rumah.
Sementara Alvin hanya menoleh,
selama ini Dina memang tak pernah sopan
padanya, meski selisih umur mereka
terpaut 3 tahun.
"Woy dengerin orang ngomong!"
teriak Dina kala Alvin tak meresponnya.
"Apa?" tanya Alvin.
"Kamu itu ngapain berhenti kerja,
udah tahu kebutuhan rumah banyak" ucap
Dina.
"Kebutuhan rumah apa kebutuhan
kamu?" tanya Alvin dengan tatapan
menyelidik.
"Ya kebutuhan rumah lah, kebutuhan
kamu juga kan!" jawab Dina membentak.
"Mana ada kebutuhan aku, aku aja
sekolah gak pernah di kasih uang saku sama ibuk. Semuanya buat kamu" elak
Alvin.
"Ya kamu sih, selalu bikini ibuk sebel"
ucap Dina santai.
"Iya iya terserah kamu" sahut Alvin
malas.
"Woy, kerja lagi gih, biar ibu sama
bapak gak berantem terus" bujuk Dina.
"Biar mereka gak berantem, atau biar
sakumu gak berkurang, atau biar kamu
bisa nyogok temen buat ngerjain tugas
kamu, oh ya jangan kira aku gak tau ya,
kalau kemarin kamu bisa masuk ke
sekolahmu itu lewat belakang' jawab
Alvin telak membuat Dina terdiam.
Dina sedikit kebingungan, bagaimana
mungkin Alvin bisa mengetahui hal itu.
Seingatnya selama ini Alvin tampak
cukup acuh dengan urusannya dengan
sang ibu.
Sementara itu, suara pertengkaran kedua orangtuanya dari dalam rumah sudah
mulai berhenti, membuat Alvin
memilih untuk segera masuk ke dalam,
meninggalkan sang adik yang masih
terkejut dengan ucapan Alvin.
Tak ingin ambil pusing, Alvin pun
segera memposisikan dirinya untuk
beristirahat. Di sofa lapuk, tempatnya
biasa tidur. Di rumah itu hanya ada 2
kamar, kamar pertama ditempati oleh pak
Rohman dan Bu Eleanor tentunya, sementara
kamar yang lebih kecil ditempati oleh Dina.
Sedangkan Alvin, di ruang tamu
yang diisi oleh sofa dan meja yang sudah
lapuk. Berselimut tipis, Alvin sudah
biasa tidur disana.
Hari libur sekolah Alvin ia gunakan
untuk beristirahat dan bersih-bersih
rumah, agar sang ibu tak marah.
"Alvin, besok kamu ke rumah haji maliki le, tadi bapak ketemu sama beliau di jalan, suruh nyampein kalau besok pagi
kamu disuruh kesana" ujar pak Rohman di
sore hari, usai pulang dari ngojek.
"Iya pak" jawab Alvin.
Keesokan paginya, Alvin pun
mendatangi rumah haji Maliki, sesuai
dengan yang di sampaikan sang bapak
semalam.
"Assalamualaikum bah" sapa Alvin
sembari menciuma tangan haji Maliki,
yang sedang menimbang setoran rosok
dari pemulung.
"Waalaikumsalam, tungguen sambil
duduk disana dulu tang, tak lanjut ini
bentar" jawab haji Maliki sembari
menunjuk amben, tempat biasa haji
Maliki bersantai.
"Enggeh bah" jawab Alvin seraya
berlalu.
Tak berselang lama, haji Maliki pun menyelesaikan pekerjaannya. Beliau segera menghampiri Alvin.
"Mana sepedamu le?" tanya haji Maliki
pertama kali, karena melihat Alvin yang
datang berjalan kaki.
"Abah kan bilangnya itu buat
akomodasi ke sekolah, bukan buat yang
lain" jawab Alvin enteng.
"Loh alah, yawes pake en buat
akomodasi kamu kemana mana le, jangan
bikin sesuatu yang bisa mudah jadi susah
kamu ini" ujar haji Maliki membuat
Alvin tersenyum malu.
"Yawes jadi gini, itu gerobak sampah
baru, sudah ada seragam dan sepatu boot
baru yang bisa kamu pakai, jangan nolak.
Karena itu emang pemberian dari
kampung, besok kamu pakai" ujar haji
Maliki.
"Baik bah, siap" jawab Alvin dengan
semangat.
"Yawesss, kamu bawa aja itu yah biar
besok kalau mulai kerja gak perlu ambil
gerobak kesini dulu kamunya. Sepedanya
juga boleh dipakai buat kesana kenmari.
Asal bukan untuk hal yang buruk"
perintah haji Maliki yang memang sedang
sibuk, sehingga beliau tak menahan
Alvin lebih lama. Sebab kini di depan
rumahnya, sudah berbaris para pemulung
yang sedang antri, untuk menyetorkan
hasil pencariannya.
"Nggeh bah, kalau begitu saya pamit
pulang bah, assalamualaikum" pamit
Alvin.
"Yo, hati-hati. Waalaikumsalam"
jawab haji Maliki.
Alvin pun memandang gerobak
sampah barunya dengan mata berbinar,
segera ia mendekat dan membawanya
pulang ke rumah dengan semangat.
"Murid beasiswa di kelas ini wajib
mengikuti lomba ini, melihat nilai rapot kalian saat SMP, sudah di tentukan bawa
Alvin akan mewakili cabang fisika,
sedangkan Mingyu cabang kimia, untuk
pasangan kalian akan diumumkan nanti,
karena kemungkinan pasangan lomba
kalian berasal dari kelas lain' ujar seorang
guru yang menyampaikan informasi
sebelum jam pelajaran berakhir.