Aisyah yang mendampingi Ammar dari nol dan membantu ekonominya, malah wanita lain yang dia nikahi.
Aisyah yang enam tahun membantu Ammar sampai berpangkat dicampakkan saat calon mertuanya menginginkan menantu yang bergelar. Kecewa, karena Ammar tak membelanya justru menerima perjodohan itu, Aisyah memutuskan pergi ke kota lain.
Aisyah akhirnya diterima bekerja pada suatu perusahaan. Sebulan bekerja, dia baru tahu ternyata hamil anaknya Ammar.
CEO tempatnya bekerja menjadi simpatik dan penuh perhatian karena kasihan melihat dia hamil tanpa ada keluarga. Mereka menjadi dekat.
Saat usia sang anak berusia dua tahun, tanpa sengaja Aisyah kembali bertemu dengan Ammar. Pria itu terkejut melihat wajah anaknya Aisyah yang begitu mirip dengannya.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Ammar akan mencari tahu siapa ayah dari anak Aisyah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Sarapan Buatan Alby
Setelah makan, Aisyah kembali ke kamar. Begitu juga dengan Alby. Saat di kamar, dia mengambil gawainya. Menekan nomor mamanya. Beberapa saat kemudian tersambung.
"Ma, aku mau bawa seseorang besok ke rumah," ucap Alby memulai obrolan.
"Siapa? Apakah calon mantu mama?" Mamanya Alby yang berada di seberang sana bertanya dengan wajah ceria dan senyum sumringah.
"Bukan, Ma. Dia asisten pribadiku. Ma, aku mau bilang. Kalau dia mengalami nasib sama dengan Syifa," jawab Alby.
"Maksud kamu apa, Nak?" Kembali Mamanya Alby bertanya.
Alby tak langsung menjawab pertanyaan sang mama. Dia tampak menarik napas berat.
"Namanya Aisyah. Dia saat ini sedang hamil. Tadi sempat putus asa dan ingin membuang janinnya. Dia tak mau karena ayah biologis anaknya telah meninggalkan dirinya. Menikah dengan jodoh pilihan orang tua pria itu. Ma, aku jadi ingat Syifa," ucap Alby dengan suara serak.
Alby ingat saat dia marah dan menampar adiknya ketika mengetahui Syifa hamil. Dia lalu mengusir adiknya karena menganggap telah memalukan keluarga.
Syifa hamil dengan sang kekasih dan pria itu meninggalkan dirinya untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Saat gadis itu mengabarkan kehamilannya, sang pria tak mau bertanggung jawab dengan alasan, mereka melakukan semua atas dasar suka sama suka.
Dua hari setelah Alby mengusir sang adik, dia menerima kabar jika gadis itu mengakhiri hidupnya di sebuah kamar hotel. Mamanya Alby syok. Satu tahun dia harus berobat ke psikiater untuk mengobati rasa sakit karena kehilangan anak gadisnya.
Alby sangat menyesal karena telah mengusir adiknya. Sejak saat itu dia berjanji akan melindungi setiap wanita yang hamil di luar nikah karena ditinggal sang pria.
Bukannya Alby menormalisasikan zina. Tapi, dia tak ingin wanita-wanita itu menambah dosa dengan menggugurkan kandungan. Alby yakin, dalam hati mereka juga menyesal karena telah melakukan hal itu.
"Sekarang dia di mana, Nak?" tanya Mama Alby lagi.
"Dia ada di apartemen denganku. Aku tak mau membiarkan dia pulang ke kost. Aku takut dia melakukan hal yang sama dengan apa yang Syifa lakukan."
Di seberang sana, Mama Alby tampak menghapus air matanya. Dia kembali teringat dengan sang anak. Bukannya dia tak pernah mengajari mengenai agama. Jika memang akhirnya Syifa bisa melakukan itu mungkin karena dia yang kurang perhatian. Dia sibuk dengan kegiatannya sendiri.
"Maafkan Mama, Syifa. Mama kangen, Nak. Jika seorang anak kehilangan ayah di sebut yatim, kehilangan ibu disebut piatu. Apa sebutan untuk orang tua yang kehilangan buah hatinya. Tidak ada, Nak. Karena hal itu sangat menyakitkan bagi kami. Kesedihannya tak dapat diungkapkan, Nak," gumam Mama Alby pada dirinya sendiri.
"Bawalah besok ke rumah. Mama mau kenalan. Nanti mama masakin kue yang banyak," ucap mama Alby.
"Ya, Ma. Sudah dulu. Mama istirahatlah lagi," ungkap Alby. Sambungan telepon genggam itupun terputus.
**
Pagi harinya, Alby bangun lebih pagi dari biasanya. Dia ingin membuatkan sarapan untuk Aisyah. Dia memilih menu roti bakar. Pilihan yang paling gampang untuk dia buat.
Semoga dia suka,” gumam Alby sambil mengatur selai di atas roti bakar. Aroma roti yang harum mulai memenuhi dapur yang sederhana itu. Dia ingin memberikan kejutan kecil untuk Aisyah.
Setelah roti bakar siap, Alby meletakkannya di atas piring cantik. Dia menambahkan secangkir kopi hangat untuknya dan segelas jus jeruk di sampingnya. Alby kembali melirik jam dinding. “Sekarang, tinggal menunggu,” katanya kepada diri sendiri sambil duduk di kursi dapur, menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
Beberapa saat kemudian terdengar suara pintu dibuka. Aisyah telah rapi dengan pakaian yang Alby berikan. Dia memberi baju Syifa yang kebetulan masih dia simpan.
Mata Alby berkaca-kaca saat melihat Aisyah yang berjalan ke arahnya. Baju Syifa begitu pas di tubuh Aisyah. Dia jadi ingat akan sosok sang adik.
Air mata Alby tak bisa dicegah, jatuh membasahi pipi. Aisyah yang melihat jadi heran.
"Maaf, Pak. Kenapa Bapak menangis?" tanya Aisyah dengan suara pelan. Dia takut menyinggung perasaan sang bos.
"Aku teringat adikku yang telah tiada, Aisyah. Ternyata memang benar, rindu yang paling berat adalah merindukan orang yang telah tiada," cicit Alby.
"Maaf, Pak. Aku tak tau," balas Aisyah.
"Tak apa, Aisyah. Bukan salahmu. Jadi tak perlu minta maaf. Aisyah, aku mau mengajak kamu ke rumah mama. Setelah sarapan kita berangkat."
"Boleh, Pak." Aisyah menjawab dengan singkat.
Alby tersenyum lembut dan mengangguk. "Baik, setelah kita sarapan, kita akan berangkat ke rumah mama," kata Alby dengan suara yang hangat.
Aisyah memandang piring sarapan yang telah disiapkan Alby dan tersenyum. "Terima kasih, Pak. Roti bakarnya enak," ucap Aisyah dengan suara yang lembut.
Alby tersenyum dan memandang Aisyah dengan mata yang hangat. "Aku senang kalau kamu suka," balas Alby sambil tersenyum.
Mereka berdua makan sarapan bersama dalam keheningan yang nyaman, sesekali saling menatap dengan mata yang hangat. Setelah selesai sarapan, Alby dan Aisyah bersiap untuk berangkat ke rumah mama.
Alby memandang Aisyah dengan tatapan yang penuh perhatian. "Kamu sudah siap?" tanya Alby saat melihat Aisyah yang telah bersiap-siap.
Aisyah mengangguk menanggapi ucapan sang bos."Ya, Pak. Aku siap," jawab Aisyah dengan suara yang lembut.
Alby tersenyum dan mengangguk. "Baik, mari kita berangkat," balas Alby dengan suara yang hangat.
Alby dan Aisyah langsung berjalan keluar apartemen menuju parkiran.
Sementara itu di rumah lain, tampak Mia yang baru selesai mandi. Ammar terbangun karena sinar matahari yang masuk dari jendela yang dibuka istrinya.
Ammar lalu bangun. Dia berjalan menuju tempat Mia. Pria itu bermaksud ingin memeluk istrinya itu, tapi tangannya ditepis. Hal itu membuatnya menjadi heran.
"Sayang, kenapa tak mau dipeluk? Aku bau ya?" tanya Ammar.
Mia membalikkan tubuhnya. Saat ini dia telah berhadapan dengan sang suami. Dia menatap tajam ke arah pria itu.
"Kau lupa atau sengaja pura-pura lupa dengan apa yang terjadi tadi malam?" tanya Mia dengan suara penuh penekanan.
Ammar berusaha mengingat kejadian tadi malam. Namun, tak tau bagian apa yang membuat istrinya marah. Bukankah tadi malam mereka menghabiskan waktu dengan bercinta, bagian mana yang membuat sang istri marah. Ammar bertanya-tanya dalam hatinya.
seperti cintanya alby yg nyantol di hati wanita yg sudah hamil anak orang lain.../Smile//Smile/
next...
alby rela melakukan ini...
ngelamar nih ceritanya si alby?
Jadi ikuti sajah Aisyah