NovelToon NovelToon
Demi Semua Yang Bernafas

Demi Semua Yang Bernafas

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Buruh kasar yang ternyata lupa ingatan, aslinya dia adalah orang terkuat di sebuah organisasi rahasia penjaga umat manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

“Kamu tidak waras, ya?” Di sebelah Rangga, Noah mengerutkan kening dan menghampiri keduanya. Dia tidak lagi tahan dengan sikap Novida kepada temannya itu.

Novida meliriknya, dan kemudian bertanya dengan suara rendah, “Apa hubungannya denganmu?”

Noah ingin mengatakan sesuatu, tapi Rangga mengulurkan tangannya untuk menghentikannya. Dia menatap Novida dan berkata, “Aku terlalu malas untuk peduli padamu. Ingat! Entah itu kamu, Liana, maupun seluruh anggota keluargamu yang lainnya, kalian akan menyesal di masa depan!”

“Menyesal? Kenapa? Kamu berencana memindahkan batu bata di lokasi konstruksi setiap hari untuk membuat kami menyesal?” kata Novida dengan jijik.

Rangga terlalu malas untuk menanggapi Novida. Dia mendengus dan berkata, “Noah, ayo pergi!”

“Berhenti!” Melihat Rangga hendak pergi, Novida buru-buru menghentikannya. “Kendaraanku menabrak pohon! Tuh, depannya lecet! Kamu harus tanggung jawab!” Dia juga menunjuk ke arah barang-barangnya yang berserakan di tanah. “Selain itu, kamu harus bantu pungut barang-barangku!”

Rangga merasa kesal. Demi apa, semua orang yang berhubungan dengan Liana seakan tidak punya otak. Logika mereka seakan tidak berjalan!

Rangga mendengus, berbalik dan pergi bersama Noah. Dia sama sekali tidak mengindahkan ucapan wanita itu.

“Huh, orang tak berguna!” Sembari menatap punggung Rangga, Novida mendecakkan lidah.

Setelah berjalan beberapa saat, Noah yang masih tidak senang dengan perlakuan Novida terhadap Rangga berkata, “Apa kamu akan membiarkan mereka begitu saja?”

“Aku bekerja keras untuk merawat keluarga mereka. Di luar rumah, aku membanting tulang. Di dalam rumah, aku masih harus mengerjakan segala pekerjaan rumah.” Rangga mengepalkan tangannya, mengingat kalau hidupnya sungguh menderita. “Sekarang, mereka memaki dan merendahkanku, menendangku keluar dari rumah yang kubeli dengan jerih payahku sendiri. Menurutmu, haruskah aku melepaskan mereka?”

Mendengar ucapan Rangga, Noah menghela napas. Dia mencoba untuk berpikir dengan dingin. “Kalau tidak, lupakan saja. Liana dekat dengan Rafael Voss, pria yang keluarganya begitu tenar di Kota Veluna. Dengan kondisimu sekarang, apa kamu bisa mengalahkan mereka?” Karena Rangga hanya terdiam, Noah melanjutkan, “Tidak, bukan? Sudahlah, relakan saja.” Dia menepuk pundak sahabatnya.

Di Kota Veluna, Noah tinggal di satu kamar sewa di daerah murah. Hidup pria itu juga tidak begitu baik bila dibandingkan dengan Rangga. Ah, bisa dikatakan dia sedikit lebih menderita.

Noah lahir di desa dan menikah di usia yang begitu muda. Dia memiliki anak bersama istrinya ketika dia berumur dua puluh tahun. Namun setelah sampai di kota, istrinya segera kabur dan menghilang. Yang terburuk adalah putranya, Novri, juga didiagnosis mengidap penyakit bawaan dan harus menjalani kemoterapi setiap bulan.

Noah kurus dan lemah, tetapi dia adalah orang yang bekerja paling keras. Hal itu karena jika dia tidak bekerja keras, putranya mungkin sudah kehilangan nyawa malangnya.

Sesampainya di rumah, Noah mengganti pakaiannya dan berkata, “Kamu di sini dulu. Aku mau pergi menjemput Novri dulu, lalu pergi ke rumah sakit untuk kemoterapi.” Dia melirik meja makan yang kosong. “Untuk makannya, bisa cari sendiri, ya.” Pria itu terkekeh.

Rangga menggelengkan kepalanya sedikit. “Tentu.” Dia tak percaya temannya itu masih sempat memedulikan dirinya. “Aku ingat penyakit putramu bisa disembuhkan langsung dengan operasi,” tanya Rangga.

Noah menghela napas. “Iya, memang. Namun, perlu enam ratus juta. Dari mana aku dapat enam ratus juta?” Dia tertawa, masih bisa bercanda. “Bayar rumah ini saja sudah sulit, apa lagi enam ratus juta?”

“Aku bisa pinjamkan kepadamu dulu,” kata Rangga.

Noah tertegun sejenak, lalu berkata dengan wajah datar, “Jangan bercanda denganku lagi. Aku akan keluar menemui Novri dulu.” Dia berjalan menuju pintu dan keluar meninggalkan Rangga.

Rangga tersenyum pahit dan menggaruk kepalanya. “Sudah kuduga, tak ada yang percaya kalau aku tiba-tiba punya uang.” Dia menggelengkan kepalanya.

Setelah itu, Rangga pergi untuk membersihkan diri. Ketika dia ingin mengganti pakaiannya, dia merogoh kantong hitam berisi barang-barangnya. Lalu, alisnya sedikit berkerut.

Miriam tidak memberikan seluruh barang Rangga. Pria itu ingat jelas kalau ada sebuah kotak besi yang dia peluk ketika Om Eldric dulu menyelamatkannya. Namun, karena Rangga tak mampu mengingat apa gunanya benda tersebut, dia menggunakannya untuk meletakkan benda-benda lain di balkon rumah.

Tampaknya benda tersebut ada hubungan dengan misinya sebelum dia amnesia.

“Tetap harus pulang.” Rangga mengerang, malas melihat Liana dan keluarganya lagi.

Tiba-tiba, Rangga teringat dengan tingkah laku Novida tadi. Dia merenung sebentar, mengingat kalau wanita itu bekerja di Luminex Corp. Akhirnya, pria tersebut menghubungi Selena kembali.

“Halo!” Segera, suara indah Selena bergema di ujung telepon. “Pak Rangga, ada yang bisa saya bantu?”

“Apakah kamu tahu Luminex Corp.?” tanya Rangga.

Selena menganggukkan kepalanya secara otomatis, tak sadar bahwa Rangga tak bisa melihat anggukannya. “Ya, Luminex Corp. adalah perusahaan logistik yang relatif besar di Kota Veluna. Ia memiliki beberapa hubungan bisnis dengan Astra Bank. Kebetulan, saya juga yang bertanggung jawab untuk menjadi mediasi antara Astra Bank dan perusahaan tersebut,” kata Selena.

Rangga terlihat berpikir. Lalu, dia bertanya, “Apa … jumlah aset saya saat ini dapat membeli perusahaan mereka?”

“Hah?” Selena mengerjapkan matanya. “Apakah Bapak ingin membeli Luminex Corp.?” dia bertanya dengan bingung.

“Ya,” balas Rangga.

Dengan cepat, Selena mengetik sesuatu di komputer. Lalu, dia menganggukkan kepalanya lagi. “Anda memiliki lebih dari cukup aset untuk membeli perusahaan tersebut. Harganya sekitar empat ratus miliar.”

“Baiklah. Saya tidak tahu banyak tentang akuisisi, dapatkah saya memintamu untuk membantu saya mengurus perihal pembeliannya? Saya bisa bicarakan soal komisi untukmu.” Rangga berkata, “Jika kamu bisa mengakuisisi perusahaan tersebut dengan lebih cepat, maka itu semakin baik.”

Selena tersenyum, bersemangat. “Tidak masalah, Pak. Saya akan membantu Anda menanganinya hari ini. Besok, Anda hanya perlu menandatangani kontrak.”

“Terima kasih,” kata Rangga dengan cepat. Setelah menutup telepon, Rangga menyeringai. “Hmm, bagaimana ekspresi Novida begitu mengetahui diriku duduk di kantor bos perusahaannya?”

Rangga membayangkan ekspresi terkejut Novida dan mulai tertawa dengan gila. Dia menepuk kedua wajahnya, sadar bahwa dirinya sedikit mirip dengan orang yang kehilangan akal sehat.

Rangga teringat dengan suatu hal. “Besok wanita itu akan menjemputku di lokasi konstruksi. Aku harap dia sungguh bisa memulihkan ingatanku….” Dia menggelengkan kepalanya. “Aku harus pulang dulu ke rumah sekarang.”

Setelah mengunci ruangan milik Noah dengan kunci duplikat yang dipinjamkan sahabatnya itu, Rangga keluar dari tempat tersebut. Lalu, dia pergi menuju halte bus.

Dalam tiga tahun terakhir, Rangga hidup layaknya orang biasa. Oleh karena itu, dia lebih terbiasa menggunakan kendaraan umum untuk bepergian.

Ketika dia tiba, Rangga langsung berjalan ke arah rumahnya. Tak perlu waktu lama bagi pria itu untuk tiba di depan pintu rumahnya. Namun, saat dia mengeluarkan kuncinya, Rangga mendengar ledakan tawa dari kamar.

“Kakak, aku ucapkan selamat ya padamu. Akhirnya, kamu bisa membuang si sampah, Rangga!” Terdengar jelas bahwa pemilik suara ini adalah Novida. “Aku bertemu dengannya hari ini. Dia berpakaian seperti pengemis! Untung sekali kamu menemukan kekasih yang tampan dan kaya seperti Rafael Voss! Aku iri! Kudengar, dia memberikanmu sebuah mobil mewah dan uang ratusan juta?”

Hati Rangga berdetak sedikit lebih cepat, emosinya mulai terbakar. Liana ternyata pintar juga, tidak bermalam dengan pria bernama Rafael itu.

“Aduh, kamu sangat cantik, kamu pasti bisa menemukan suami yang lebih tampan dan kaya di masa depan,” Liana berkata sambil tersenyum.

“Perihal mendapatkan pacar, itu memang keberuntungan Liana. Namun, lebih menguntungkan lagi dirinya bisa meninggalkan Rangga!” Suara seorang pria bisa terdengar. “Om masih nggak mengerti apa yang ada di otak ayahmu dulu. Bisa-bisanya dia menikahkanmu dengan Rangga, pria yang tidak berguna itu. Selain tenaga, dia punya apa lagi? Hanya bisa hidup sebagai rakyat tingkat rendah.”

Rangga mengenali suara pria itu, sebuah suara yang begitu dia benci. Siapa lagi kalau bukan Randi Hale!

“Aduh, sudah deh. Jangan bicarakan tentang orang nggak berguna itu lagi,” ujar Randi seraya melambaikan tangannya. “Yang penting, selamat pada Miriam yang akhirnya mendapatkan menantu baru yang kaya! Setelah sekian lama, akhirnya kamu bisa menikmati hidup!”

Mendengar sekelompok orang itu berbincang dengan begitu bahagia, mata Rangga memancarkan aura membunuh yang sangat kental. Bisa-bisanya mereka bertindak dengan begitu memalukan! Apakah mereka tidak punya hati nurani?!

Rangga mencoba menenangkan dirinya. Lalu, dia memasukkan kunci dan memutarnya. Ternyata, pintu itu tidak terbuka! Liana dan Miriam telah mengubah kuncinya!

Lidah Rangga berdecak. Dia pun dengan tidak sabar mengetuk pintu rumah tersebut.

“Siapa? Tunggu sebentar!” sebuah suara datang dari dalam rumah.

Tak berapa lama, terdengar suara kunci diputar dan pintu pun terbuka. Miriam adalah orang yang membukakan pintu.

Ketika Miriam melihat Rangga, dia sempat tertegun. Kemudian, dengan sedikit tidak sabar, dia berkata, “Untuk apa kamu kembali? Nggak terima dengan perceraian atau masalah rumah?”

Mendengar ucapan Miriam, semua orang di ruang tamu segera tahu kalau tamu yang datang adalah Rangga. Mereka menoleh dan melirik Rangga dengan jijik.

“Aku mau ambil barang,” kata Rangga dengan tenang.

“Semua barangmu sudah kuberikan siang tadi! Tidak ada sisa di sini!” Miriam berseru seraya mendorong pintu untuk menutup.

Rangga meletakkan tangannya di pintu, menghentikan aksi wanita itu. Lalu, dia berkata, “Ada kotak besi di balkon. Aku membawanya saat Om Eldric menyelamatkanku. Aku harus bawa benda itu pergi.”

Dengan tenaga yang lebih besar, Rangga mendorong pintu sampai terbuka. Dia berniat untuk mengambil benda tersebut sendiri kalau Miriam tidak mau memberikannya.

“Jangan masuk!” teriak Miriam. “Aku akan mengambilkannya untukmu, jangan menodai rumahku,” wanita itu berkata dengan cepat.

Rangga memutar bola matanya. “Kotor?” batinnya. “Rumah ini dibeli dengan uangku, dan biasa juga aku yang membersihkan rumah!” Ingin sekali dia menumpahkan kekesalannya pada Miriam, tapi dia merasa itu bukanlah hal penting. Dia memasang pandangan merendahkan dan membatin, “Tunggu saja besok. Ketika perusahaan tempat Novida bekerja berada di tanganku, ekspresi kalian akan menjadi tontonan menarik bagiku.”

Selagi Rangga berdiri di pintu, semua keluarga Liana memandangnya dengan jijik. Seisi ruang tamu yang tadinya semarak menjadi sunyi karena kedatangan Rangga.

Melihat Rangga, Liana mengerutkan kening. Wanita itu bangkit dan menghampiri Rangga. “Aku tahu kalau kamu merasa tindakanku dan Ibu berlebihan.” Dia melanjutkan dengan ekspresi yang meminta pengertian dari Rangga. “Namun, kamu harus sadar bahwa dirimu sungguh tak layak untukku.” Dia belum selesai. “Aku menikahimu hanya karena Ayah.”

Rangga sama sekali tidak menanggapi ucapan wanita itu. Tujuannya kemari hanya untuk kotak besi tersebut, itu saja.

“Setelah kamu mengambil barangmu, jangan datang untuk menemuiku lagi. Aku khawatir Rafael tidak akan senang jika melihat dirimu,” Liana berkata lagi.

Mendengar hal tersebut, Rangga tidak bisa menahan diri untuk tidak mendengus. “Siapa juga yang mau datang untuk menemui wanita tidak tahu diri sepertimu?” batinnya dalam hati.

Tak beberapa lama, Miriam melemparkan kotak besi yang penuh debu itu kepada Rangga. “Sudah, pergi sekarang!”

Rangga menangkap kotak besi tersebut dan menghela napas lega. Kemudian, dia melihat ke dalam ruangan dan sedikit mencibir, “Kamu ... akan menyesal ….”

“Menyesal?” Novida yang kali ini bereaksi. “Rangga, kalau kamu di kehidupan ini bisa jadi kaya, maka aku, Novida Hale, tidak akan menikah seumur hidup!”

Sumpah yang diucapkan Novida membuat Rangga menyeringai lebar. “Kamu harus ingat apa yang telah kamu ucapkan, Novida.”

Bersambung

1
・゚・ Mitchi ・゚・
mampir thor..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!