Ardi adalah asisten CEO. Ketika SMA Ardi pernah membayar seorang gadis untuk menjadi pacar bayaran.
Gadis itu ialah Ayasha dan Ayasha sangat menikmati perannya saat itu.
Namun setelah tujuh tahun berlalu Ardi kembali dipertemukan dengan Ayasha. Ternyata mantan pacar bayarannya ialah putri CEO di perusahaan tempat Ia bekerja.
Dunia seperti terbalik. Untuk membatalkan pertunangan dengan sang kekasih Ayasha memberi Ardi sejumlah uang.
"Apa kamu sedang membayarku?" Ardi.
"Ya, jadilah suamiku, Ardi!" Ayasha.
Simak ceritanya hanya di novel Menikahi Mantan Pacar Bayaran!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 6 Kamu Nggak Mengenalku?
Setelah memastikan Riana dan Dira baik-baik saja di rumah sakit Ardi memutuskan pulang.
Suasana di rumah begitu sunyi membuat Ardi berjalan tanpa suara khawatir langkah kakinya membangunkan penghuni rumah yang sudah terlelap.
Saat akan memastikan sang ibu dalam keadaan baik Ardi justru mendengar suara tangisan Devan di area dapur.
"Iin," panggil Ardi membuat Inara menoleh.
"Iya, Kak," sahut Inara sambil mencuci dot.
"Kamu sedang apa?" tanya Ardi menghampiri Inara yang kerepotan.
Inara mencuci dot sembari menggendong Devan yang menangis.
Devan terus menangis dan tidak mau Inara tinggal sehingga Inara menggendongnya.
"Mau bikin susu, Kak," jawab Inara.
Pergelangan kaki yang masih sakit dan luka yang belum sembuh membuat Inara sesekali meringis.
"Sini, In, Kakak yang cuci."
Ardi hendak mengambil alih dot ditangan Inara namun Inara melarang.
"Nggak usah, Kak, Kakak nanti nggak tahu takaran susu buat Devan," cegah Inara yang dibenarkan Ardi.
"Kalau begitu biar Kakak yang gendong Devan." Ardi lalu mengambil alih Devan dari gendongan Inara.
Setelah berada digendongan Ardi tangis Devan perlahan mereda namun Ardi melihat mata Devan sayup karena mengantuk.
"Sepertinya Devan ingin tidur, In. Aku tidurkan di kamarku, ya?" tanya Ardi.
"Jangan, Kak, Devan tidurkan di kamarku saja," sahut Inara yang merasa terbantu dengan kedatangan Ardi.
Ardi mengangguk lalu membawa Devan masuk kekamar Inara.
Setelah merebahkan Devan, Ardi mengusap-usap pelan punggung Devan sehingga Devan yang mengantuk perlahan terlelap.
Ardi lalu menarik selimut menutupi sebagian tubuh Devan agar tidak kedinginan.
Saat hendak keluar dari kamar Inara, mata Ardi tidak sengaja melihat amplop berlogo universitas tempat Inara kuliah tergeletak di lantai bersama isi tas Inara yang berhamburan.
Ardi berinisiatif mengambil amplop itu namun rasa penasaran menuntunnya untuk membuka amplop itu.
"Tagihan?"
Mata Ardi menatap baris demi baris tulisan yang tertera di dalam surat tersebut.
Ternyata amplop yang Ardi temukan berisi surat tagihan Inara kuliah.
Ceklek.
Ardi menatap tajam pada Inara yang baru saja membuka pintu.
"Kak...."
"Jelaskan di luar!"
Ardi melangkah keluar dari kamar Inara dengan perasaan kecewa pada sang adik.
Inara melihat Devan yang terlelap, meletakkan susu yang baru saja Ia buat keatas nakas lalu menyusul Ardi yang keluar lebih dulu.
Ruang tamu menjadi tempat yang Ardi pilih untuk mendengarkan penjelasan Inara.
"Jelaskan!" Ardi melempar surat yang Ia temukan ke atas meja.
Inara yang duduk berhadapan dengan Ardi meremas jemarinya gugup dan bingung bagaimana cara menjelaskan pada sang kakak.
"Jadi ini alasan kamu ingin sekali bekerja?" tanya Ardi.
"Maaf, Kak, selama ini aku nggak jujur," ucap Inara menyesal.
Melihat sang kakak marah padanya membuat Inara jadi menyesal.
Selama ini Inara mengaku mendapat beasiswa sehingga Ardi hanya membiayai keperluan kuliah Inara lainnya.
Ternyata selama dua semester ini Inara kuliah melalui jalur umum dan Inara berusaha sendiri membayarnya.
"Kenapa hal sepenting ini kamu berbohong, Inara? Apa kamu pikir membayar kuliah sendiri itu mudah makanya kamu berbohong sama Kakak?" tanya Ardi.
Inara menggeleng.
"Bukan begitu, Kak. Awalnya aku memang mendapat beasiswa tapi beasiswa itu bukan jurusan yang aku inginkan jadi aku ambil jalur umum karena jurusan yang aku inginkan ada di jalur umum," jelas Inara.
"Lalu kenapa kamu nggak jujur sama Kakak dari awal?" tanya Ardi lagi.
"Maaf, Kak, aku hanya nggak mau menambah Kakak beban karena aku kuliah jalur umum," jelas Inara lagi.
Ardi memejamkan mata dengan tubuh bersandar pada sofa. Kepalanya berdenyut sakit sehingga Ia menarik nafas. Ardi mencoba untuk mengerti apa yang Inara jelaskan.
"Kak," panggil Inara.
Membuka perlahan kelopak mata, Ardi menatap sang adik yang terlihat sangat menyesal.
"Kirim nomer rekeningnya, sekarang."
"Tapi, Kak-"
"Sekarang!"
Tak ingin sang kakak semakin marah Inara mengangguk dan mengeluarkan ponsel dari saku lalu mengirim nomer rekening pada sang kakak.
Setelah mendapat nomer rekening Ardi mengirim sejumlah uang untuk melunasi biaya kuliah Inara.
...***...
Ayasha tengah sarapan bersama kedua orang tuanya.
"Daddy boleh nggak aku ikut kekantor?" tanya Ayasha pada sang ayah.
"Tentu saja boleh, Nak," jawab Brian membuat Ayasha senang.
"Kenapa nggak ikut Mommy kebutik, Ay?" tanya Savana.
"Nggak, Mom, aku mau ikut Daddy kekantor. Sudah lama sekali aku nggak lihat kantor Daddy," jawab Ayasha.
"Kamu akan bosan disana, Ay, kantor Daddy isinya orang-orang kutu buku. Lebih baik kamu ikut Mommy saja kebutik," bujuk Savana membuat Brian menaikkan sebelah alisnya lalu menatap Ayasha menanti jawaban sang putri.
Ayasha menggeleng.
"Nggak, Mom, aku mau ikut Daddy. Sekalian aku mau belajar disana."
Savana menghembuskan nafas pelan.
"Ya sudah nggak apa-apa, lain kali saja ikut Mommy-nya."
Beberapa menit kemudian mereka telah selesai sarapan.
Ayasha berjalan bersama Brian menghampiri Ardi yang menunggu dengan mobil terparkir di depan rumah.
Sesaat pandangan Ayasha bertemu dengan Ardi namun mereka tetap saling diam seolah mereka tidak saling mengenal.
"Bacakan jadwal saya hari ini, Ar," titah Brian yang sudah duduk di mobil bersama Ayasha.
Ardi yang sudah siap mengemudi mengangguk.
"Baik, Pak," ucap Ardi lalu mengeluarkan tablet dari dalam tas dan membacakan jadwal Brian.
Setelah Brian mengangguk Ardi memasukan kembali tablet ke dalam tas lalu mulai mengemudi menuju kantor.
Ayasha melirik Ardi saat tiba di kantor dan Ardi membukakan pintu mobil untuk dirinya dan sang ayah.
Saat memasuki kantor pandangan semua orang tertuju pada Ayasha yang berjalan disamping Brian.
Ada yang mengenali Ayasha ada juga yang tidak. Bagi karyawan lama wajah Ayasha tak asing di perusahaan namun bagi karyawan baru mereka tidak tahu siapa Ayasha.
Meski Ayasha putri CEO namun Ia tidak pernah menunjukkannya dan tampil sederhana apa adanya.
Ardi menekan tombol lift saat mereka tiba di depan lift. Begitu lift terbuka ketiga orang itu masuk kedalamnya.
Brian melihat jam ditangannya.
"Ay, kamu keruangan Daddy diantar Ardi, ya. Daddy mau langsung keruang meeting," ucap Brian yang mengingat bila dirinya telah ditunggu klien dari Jepang lima belas menit yang lalu.
Ayasha tak menjawab namun melihat Ardi yang diam saja sehingga Brian menoleh pada Ardi yang berada disisi kanan sedikit ke belakang.
"Ar, saya langsung keruang meeting. Kamu tolong antarkan Ayasha keruangan saya," titah Brian.
"Baik, Pak," ucap Ardi.
Ting!
Pintu lift terbuka.
Sesuai perintah Brian, Ardi mengantarkan Ayasha keruangan Brian.
"Silahkan masuk, Nona, Anda bisa menunggu pak Brian di dalam," ucap Ardi setelah membuka pintu.
Ayasha hanya diam dan melangkah masuk kedalam ruangan sang ayah.
Lalu Ayasha menoleh pada Ardi yang hendak keluar.
"Jika Nona membutuhkan sesuatu bisa hubungi saya melalui telepon kantor," ucap Ardi namun Ayasha hanya diam.
Saat Ardi akan menutup pintu Ayasha justru menanyakan sesuatu.
"Ardi kamu nggak mengenalku?" tanya Ayasha.
burung tekuku makan kedelai
ucap selamat kepada mempelai
siap tempur sampai lemas terkulai
kabooooorrr 🏃🏃🏃🏃🏃🏃🏃
Tantangan buat ardi hrs mencari investor agar perusahaan tidak goyah....
..