Menikahi Mantan Pacar Bayaran
"Silahkan, Pak," ucap Ardi setelah membukakan pintu mobil untuk atasannya.
"Ya," sahut Brian. Atasan Ardi itu kemudian duduk di kursi penumpang.
Ardi baru saja duduk dikursi kemudi dan siap mengemudi sesuai perintah.
"Kita langsung kekantor, Pak?" tanya Ardi memastikan.
"Tidak, Ardi, kita ke bandara," ucap Brian membuat kening Ardi berkerut.
"Pak, anda sedang tidak ada pekerjaan di luar kota. Atau... anda sedang ingin berlibur?" tanya Ardi.
Brian tersenyum mendengar pertanyaan Ardi yang terlihat jelas sedang kebingungan.
"Tidak, Ardi, saya sedang tidak ingin berlibur. Kita ke bandara jemput anak saya. Dia sudah tujuh tahun di luar negeri dan baru kali ini mau pulang," jelas Brian.
Ardi mengangguk mengerti.
"Baik, Pak, kalau begitu kita ke bandara."
Ardi Setiawan pria berusia dua puluh lima tahun itu belum lama menjadi asisten CEO di perusahaan Darwin Properties. Ardi selalu siap dan sigap melaksanakan pekerjaan sesuai perintah.
Sebagai orang kepercayaan CEO Ardi cukup di hormati rekan kerja dan bawahannya. Setiap hari Ardi selalu mengatur dan memastikan jadwal Brian tidak ada yang terlewat.
Ardi sangat disiplin dan tidak pernah terlambat datang bekerja bahkan sering kali menghabiskan waktu istirahatnya di kantor.
Menjadi tulang punggung keluarga membuat Ardi kerap meminta lembur untuk menambah pemasukan.
Bagaimana tidak? Ardi harus menghidupi ibunya yang sakit sekaligus pengobatannya. Ardi juga menghidupi kakak perempuan yang janda dengan dua anak balita dan adik perempuan yang kuliah.
Meski usia dua puluh lima tahun namun saat ini fokus Ardi hanyalah keluarga.
"Ardi, mampir dulu ke toko bunga, ya, saya ingin membeli bunga untuk anak saya," titah Brian di tengah perjalanan menuju bandara.
"Siap, Pak," ucap Ardi.
"Di depan sana ada toko bunga langganan saya. Kamu berhenti saja disana," titah Brian lagi.
"Baik, Pak."
Sesuai perintah Brian, Ardi membelokan mobil memasuki parkiran toko bunga. Segera Ardi turun dan membukakan pintu mobil untuk Brian.
Ardi mengikuti Brian dari belakang sambil melihat-lihat rangkaian bunga yang terpajang begitu indah.
Langkah Ardi terhenti saat akan menginjak setangkai bunga mawar merah muda.
Ardi berjongkok lalu mengambil bunga tersebut. Dipegangnya tangkai bunga mawar merah muda itu lalu Ia hirup aromanya.
Bibir Ardi tersenyum sejenak mengingat kenangan bunga mawar merah muda tujuh tahun yang lalu.
"Mbak, ini bunganya jatuh," ucap Ardi saat melihat karyawan toko sedang bekerja tak jauh darinya.
"Buat, Mas, aja," sahut mbak itu.
"Loh, kenapa, Mbak? Bunganya masih bagus, loh, masih harum juga," ucap Ardi lagi.
"Peraturan di toko ini, bunga yang sudah jatuh kelantai tidak boleh dijual, Mas, jadi bunganya dari pada dibuang mending buat Mas aja," jelasnya.
"Ooh, begitu. Terima kasih, Mbak," ucap Ardi sedikit mengangkat bunga tersebut.
"Sama-sama, Mas."
Ardi lalu membalut tangkai bunga itu dengan sapu tangan miliknya.
"Lumayan bisa buat ngerayu si Iin biar nggak ngambek lagi," gumamnya.
Saat hendak kembali berjalan ternyata Brian sudah berada di depan Ardi.
"Kamu beli bunga juga, Ardi? Apa sekarang kamu sudah punya pacar?" tanya Brian penasaran.
Ardi melihat bunga ditangannya.
"Oh, ini. Ini bunga jatuh, Pak, terus sama Mbaknya dikasihkan saya," terang Ardi.
"Saya kira kamu sudah punya pacar, dan bunga itu buat pacar kamu. Ternyata belum, ya," ucap Brian.
"Belum, Pak, saya masih ingin fokus bekerja," ucap Ardi.
Kemudian Ardi melihat bucket bunga mawar merah muda ditangan Brian.
"Bapak beli bunga mawar merah muda?" tanya Ardi.
"Iya, Ardi, putri saya suka bunga mawar merah muda," jawab Brian sehingga Ardi mengangguk.
"Mau saya bawakan, Pak?" tanya Ardi sambil mengagumi keindahan bucket bunga ditangan Brian.
"Tidak usah, Ardi. Ayo kita lanjut kebandara saja," ajak Brian lalu berjalan lebih dulu.
"Ya, Pak," sahut Ardi dan berjalan dibelakang Brian.
...***...
Tiba di Bandara.
Ardi mengedarkan pandangan mencari sosok putri atasannya di antara banyaknya penumpang pesawat yang baru saja mendarat.
"Putri Pak Brian pakai hijab, yang mana, ya, orangnya?" gumam Ardi.
Ardi lalu mendekat pada Brian yang menghentikan langkahnya.
"Pak, apa putri anda sudah di hubungi?" tanya Ardi.
"Ponselnya masih tidak aktif, Ardi. Tapi seharusnya dia sudah mendarat," jawab Brian.
Ardi mengangguk, lalu kembali fokus mencari keberadaan putri atasannya. Fokus Ardi hanya pada penumpang pesawat yang berhijab namun cukup lama menunggu gadis yang ditunggunya belum juga datang.
Saat Brian berjalan kearah kursi tunggu, ponsel Ardi justru berbunyi.
"Kak Riana," gumam Ardi yang kemudian menjawab panggilan telpon.
"Ardi, ibu jatuh di kamar mandi," ucap Riana di sebrang telpon membuat Ardi khawatir.
"Terus gimana keadaan ibu, Kak?" tanya Ardi.
"Kakak tadi sudah panggil dokter dan kata dokter ibu baik-baik aja. Tapi Kakak khawatir, Ardi, ibu belum sadar juga dari tadi."
"Kapan ibu jatuh, Kak, kenapa baru kasih tahu aku sekarang?" tanya Ardi yang kemudian menarik nafas agar tetap tenang.
"Nggak lama kamu berangkat kerja kami sarapan dan kakak nggak tahu kalau ibu kekamar mandi sendiri. Tadi kakak lagi suapin anak-anak jadi nggak perhatikan ibu. Maafin Kakak, Ardi," jelas Riana.
"Sudah, Kak, nggak apa-apa. Aku titip ibu sama Kakak. Kakak tolong kabarin terus keadaan ibu. Aku nggak bisa langsung pulang karena lagi di Bandara ngantar pak Brian jemput anaknya dari luar negeri," ucap Ardi lagi.
"Iya, Ardi, kakak akan kabarin kamu terus keadaan ibu."
Setelah panggilan telpon berakhir Ardi menyusul Brian yang duduk dikursi tunggu.
"Maaf, Pak, baru menyusul, tadi ada telpon dari rumah," ucap Ardi tak enak.
"Apa terjadi sesuatu?" tanya Brian.
Ardi lalu menceritakan sang kakak menghubunginya memberi tahukan bila sang ibu yang tengah sakit jatuh di kamar mandi.
"Kalau boleh setelah mengantar Bapak pulang, saya mau izin pulang sebentar untuk melihat ibu saya, Pak," sambung Ardi setelahnya.
"Tentu, Ardi, kamu bisa pulang dan istirahat. Saya juga ingin menghabiskan waktu bersama putri saya. Tapi sebelum kamu pulang kosongkan lebih dulu jadwal saya hari ini," titah Brian.
"Baik, Pak, akan saya atur kembali jadwal Anda."
Brian mengangguk lalu bersama Ardi menghampiri rombongan penumpang yang baru saja turun dari pesawat.
Brian tersenyum saat melihat putrinya ada diantara rombongan penumpang itu.
Tak lama seorang gadis berlari kearah Brian.
"DADDY!" panggilnya membuat Ardi menghentikan langkah dan menuntun Ardi menatap gadis itu.
Ternyata tak hanya suara yang familiar melainkan wajah pun familiar.
"Nggak... nggak mungkin dia," batin Ardi mengelak.
Namun jantung Ardi berdegup kencang setelah mendengar Brian memanggil nama gadis itu.
"Ayasha!" panggil Brian dan Ayasha berhambur kepelukan Brian.
...***...
Assalamualaikum, author kembali dengan cerita yang menarik nih. Jangan lupa dukungannya, beri like, komen dan penilaian pada novel ini, ya. 🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments