NovelToon NovelToon
Anjani Istri Yang Diremehkan

Anjani Istri Yang Diremehkan

Status: tamat
Genre:Poligami / Janda / Selingkuh / Tamat
Popularitas:3.6M
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Uang miliaran di rekening. Tanah luas. Tiga ratus pintu kontrakan.

Anjani punya segalanya—kecuali harga diri di mata suaminya dan keluarganya.

Hari ulang tahunnya dilupakan. Status WhatsApp menyakitkan menyambutnya: suaminya disuapi wanita lain. Dan adik iparnya dengan bangga menyebut perempuan itu "calon kakak ipar".

Cukup.

"Aku akan tunjukkan siapa aku sebenarnya. Bukan demi mereka. Tapi demi harga diriku sendiri."

Dan saat semua rahasia terbongkar, siapa yang akan menyesal?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23

“Pak Riki, penempatan Anda ke Surabaya dipercepat. Lusa Anda harus sudah berangkat. Tiket pesawatnya sudah kami siapkan,” ujar Siska dari bagian akomodasi perusahaan, nada suaranya formal dan tegas.

Riki yang baru saja duduk di ruang kerjanya mengernyit. “Lho? Kok mendadak banget?”

“Karena ada proyek penting yang perlu Anda tinjau langsung. Perintah dari direksi,” jelas Siska tanpa banyak basa-basi.

Riki menghela napas dalam. “Ya sudah... kalau memang harus begitu.”

Siska membuka catatannya lagi. “Oh ya, Pak. Tadi bagian keuangan juga menitip pertanyaan. Dana operasional sebesar 150 juta, dicatat keluar dari akun Anda. Untuk keperluan apa, ya?”

Riki menegang. Meski AC menyala, keringat dingin mulai muncul di pelipis. Ia menelan ludah, berpikir cepat.

“Itu... saya transfer dulu ke rekening calon istri saya. ATM-nya rusak, dan butuh dana cepat tadi pagi. Sementara aja.”

Siska tampak tidak puas, tapi mengangguk. “Baik, Pak. Tapi tolong segera perbaiki laporannya. Audit internal awal bulan depan.”

“Iya, saya urus,” jawab Riki, berusaha tenang.

Begitu Siska pergi, Riki langsung mengambil ponsel dan menghubungi Dody.

“Bro, Siska nanya soal uang 150 juta. Gua harus gimana?”

Dody terdengar kesal. “Ya ampun, lu ini bego banget sih. Ngapain jawab jujur ke Siska? Dia bukan bagian keuangan. Lu kepala cabang, Rik. Tegas dikit napa.”

“Gua takut, Do. Ini serius.”

“Serius apanya? Lu pikir kepala cabang lain suci semua? Santai aja. Yang penting alur dan laporan jangan timpang. Sisanya, gua yang beresin.”

Riki menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. “Tapi... beneran aman, kan?”

“Aman. Dan ngomong-ngomong, gua butuh cash 20 juta sore ini. Kita ketemu di kafe biasa.”

“Duit lagi?”

“Lu jangan banyak tanya. Lu udah main di kolam yang sama. Kalau nggak mau tenggelam, ikut irama arusnya.”

“Gua takut, Do...”

Dody tertawa sinis. “Lah, terus kenapa kemarin lu transfer ke rekening Lusi?”

Riki terdiam. “Lu tau?”

“Gue bagian keuangan, bro. Semua aliran dana perusahaan pasti gua tau. Lu pikir gua buta? Tapi tenang aja, semua bisa gua beresin.”

“Ya udah... lu atur yang rapi. Jangan sampai gua kena.”

“Tenang. Yang penting lu jangan goyah. Mainkan peran lu dengan tenang.”

Sambungan terputus. Riki menjatuhkan tubuhnya ke kursi. Tangannya gemetar. Baru kali ini dia menyentuh dana perusahaan untuk kepentingan pribadi.

Lama dia menatap layar laptop. Hatinya berkecamuk. Lalu, dia meraih ponsel dan menekan nama: Lusi.

Nada dering belum selesai, suara Lusi langsung terdengar.

“Sayang, kenapa?”

“Lusi... aku harus pindah ke Surabaya. Lusa berangkat.”

“Hah?! Serius? Terus pernikahan kita gimana?”

“Kita harus tunda dulu. Atau... kita bicarakan ulang. Uang kemarin... aku perlu ambil lagi untuk kebutuhan mendesak.”

Sunyi. Lusi terdiam beberapa detik sebelum suaranya naik.

“Kamu gila ya, Ki?! Uang itu udah aku pakai! Undangan udah aku sebar, katering udah dibayar DP!”

“Lus, tolong ngerti posisi aku. Ini darurat. Audit mau masuk. Kalau ketahuan, aku bisa kehilangan jabatan... semuanya.”

“Terus aku harus gimana? Malu ini! Semua orang udah tahu kita mau nikah.”

“Makanya kita tunda. Kita atur ulang.”

“Gak bisa! Kalau kamu tarik uang itu, berarti kamu gak niat nikah!”

“Lusi...”

---

“Riki, kamu bilang aja ke bagian keuangan kalau uangnya cuma dipakai sementara. Nanti diganti,” ucap Lusi santai lewat telepon. “Tenang aja, tamu undangan nanti banyak yang kasih amplop tebal. Ingat, yang datang itu pengusaha, pejabat, orang-orang penting.”

“Tapi Lusi... ini uang perusahaan. Bahaya kalau ketahuan,” jawab Riki pelan, cemas.

“Kamu justru harus jujur. Orang jujur disayang bos, kan?” kata Lusi, tetap tenang. “Bilang aja uangnya dipakai untuk resepsi, dan kamu menikah dengan anak pejabat. Itu malah jadi investasi. Percaya deh, posisi kamu di perusahaan bakal makin kuat.”

Riki terdiam. Kata-kata Lusi masuk akal, tapi hatinya masih gelisah.

“Ya sudah, kalau begitu. Tapi kamu harus pastikan... uang ini benar-benar bisa kembali,” ucap Riki akhirnya.

“Pasti. Aku yang urus semuanya,” jawab Lusi cepat.

Sambungan telepon terputus. Riki menatap layar laptop di depannya, namun pikirannya entah ke mana. Ia tahu langkah ini berisiko. Tapi tekanan, gengsi, dan ambisi telah menutupi suara hatinya.

“Mudah-mudahan benar bisa kembali,” gumamnya pelan.

......

......

......

Sementara itu di rumah mewah milik keluarga Riko, Lusi tengah bersiap-siap di kamar. Ia memasukkan beberapa pakaian ke koper kecil dan mengenakan kacamata hitam.

Luna, ibunya, muncul dari pintu dengan wajah kesal.

“Lusi! Gimana ceritanya ayahmu bisa sampai ketahuan korupsi?!” bentaknya.

Lusi menoleh dengan malas. “Kenapa malah nanya ke aku? Mamah sendiri juga hidupnya kebangetan mewah. Papa itu stres ngurus gaya hidup mamah yang nggak pernah cukup.”

“Apa kamu bilang?!” Luna melotot. “Siapa yang dulu bantu kamu keluar dari tahanan waktu kamu ditangkap di Singapura, ha?! Siapa yang bayar pengacaranya? Aku sama papamu habis ratusan juta!”

Lusi mendengus, menutup koper dengan kasar. “Udahlah. Besok rumah ini disita. Mau tinggal di mana juga belum tahu.”

“Mau pergi ke mana kamu?” tanya Luna tajam.

“Itu bukan urusan mamah,” jawab Lusi dingin, lalu berjalan keluar kamar tanpa menoleh.

“Lusi!” teriak Luna, tapi anaknya sudah pergi.

Dengan panik, Luna berlari ke kamarnya. Ia membuka brankas dan mulai mengamankan perhiasan satu per satu ke dalam tas tangan. Wajahnya tegang, napasnya berat.

Di antara kemelut itu, tak satu pun dari mereka memikirkan Riko—sosok yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga. Kini ditinggal, terlupakan, seolah tak pernah ada.

---

Lusi memesan taksi online dan meluncur menuju apartemennya. Sepanjang jalan ia diam, wajahnya muram. Namun begitu tiba di depan unit apartemen, amarahnya langsung memuncak.

Di pintu tertera tulisan besar:

"Bangunan ini disegel oleh Kejaksaan sebagai barang bukti tindak pidana korupsi."

“Astaga! Sial!” geram Lusi, menghentakkan kakinya. “Harus ke mana aku sekarang?!”

Ia menjatuhkan diri di tangga, menangis tertahan. Matanya memerah, air mata bercampur kekecewaan.

“Tuhan nggak adil… Kenapa hidupku jadi seperti ini?” bisiknya pilu.

Beberapa menit kemudian, ia berdiri dengan wajah kusut. Ia menghapus air mata dengan kasar.

“Malam ini aku harus nginep di hotel,” gumamnya. Lalu senyum sinis terulas di bibirnya.

“Untung aja masih ada uang Riki…”

Tanpa menoleh lagi, Lusi melangkah pergi meninggalkan apartemen yang kini bukan miliknya lagi.

....

---

Di rumah Mirna, suasana tampak muram. Riki berdiri di tengah ruang tamu yang kini terlihat seperti gudang tak terurus. Lantai berdebu, perabotan penuh sarang laba-laba. Jauh berbeda saat Anjani masih tinggal di sana—dulu rumah selalu bersih dan tertata rapi.

Riki menghela napas panjang. “Bu, Bapak nggak pulang-pulang lagi?”

Mirna yang duduk di sudut sofa hanya mengangguk pelan. Wajahnya tampak lebih tua dari usianya, baru sebulan lebih ditinggal Anjani, tapi keriput di matanya seolah bertambah sepuluh tahun.

“Ya begitulah, Ki... rumah ini kayak kehilangan napasnya" gumamnya pasrah.

“Bu, aku mau ke Surabaya. Lusa berangkat,” ucap Riki.

Mirna menoleh cepat. “Lho, kok cepet banget? Bukannya penempatan awal bulan depan?”

“Ada proyek besar, Bu. Jadi dipercepat.”

Mirna diam sejenak, lalu bertanya, “Terus pernikahan kamu gimana?”

“Semua Lusi yang urus, Bu. Uangnya juga udah aku transfer ke dia. Kita tinggal datang, terima beres.”

Mata Mirna membulat. “Lho, kok semua diserahkan ke Lusi? Gimana Ibu mau ngatur tamu, makanan, seragam keluarga?”

“Udahlah, Bu. Biarkan Lusi urus. Yang datang nanti banyak pejabat, pengusaha. Lusi lebih ngerti gimana nyambut mereka.”

Mirna terdiam, membayangkan deretan mobil mewah parkir di halaman.

“Ya sudah, kalau begitu...” katanya akhirnya. “Tapi syaratnya satu, kamu harus akad nikah dulu sebelum berangkat ke Surabaya.”

Riki menatap ibunya, bingung. “Akad sebelum resepsi?”

“Iya. Biar tenang. Nggak enak kalau belum sah.”

Riki hanya mengangguk pelan. Dalam hati, "aku masih mencintaimu Anjani tapi maaf, harusnya dari awal kamu jujur kalau kamu orang kaya...pasti tidak seperti ini jadinya" ucap Riki dalam hati

1
sherly
ternyata Riki bukan anak kandung Adi...
sherly
kalo seperti ini di om itu Adi bapaknya si Riki... astaga calon mantu di mbat duluan ya pak
sherly
hahaha Riki kena Ama Tukang tipu... rasain
sherly
ngk capek kepalamu... dikasi uang hanya numpang lewat minuz lagi... emang laki sebiji nih perlu di kasi sianida
sherly
suka atimulah Riki... semua lu mau serasa lu banyak duit banget sampai mau beristri dua
sherly
jahat banget.. sblm jd manager si Riki hanya ojol...
sherly
ini mah bukan sederhana Anjani tp pelit masa iya kamu hanya jatahin dirimu 50.000 emang duitmu yg banyak itu mau kamu kemanakan? dinikmati donk tp jgn boros ..
sherly
senyum pas terimaa amplop selanjutnya migran pas dah bayar sana sini tagihan trus duitnya ngk ada sisa malah kurang... rasain
sherly
mertua lakimu luar biasaa... kalo tau Mirna bisa kumat jantungnya ..
sherly
hahahah si pelakor banyak gaya ultah dihotel eh tidur kok dikontrakan
sherly
jahatnya ibu mertua, adik ipar plus keluarga besar suamimu... pergilah Anjani... biar pening kepala si Mirna besok hrs masak, nyuci
sherly
ya kamu yg buat dirimu seperti skrg... si Riki kamu kasi peluang ya gini lah
sherly
ngk ada guna Anjani smua titlemu toh kamu skrg jd pembantu dirumah itu pandangan mertua dan iparmu... gratis lagi...
sherly
lemah banget sih
sherly
jgn bego deh Anjani...
sherly
haduhhhh pliss deh jgn kayak gini donk Anjani....
sherly
sialan bener dah .... aduh Anjani cepat kabur
sherly
gile bener, mantu itu Bu... enak banget bilang pembantu
sherly
ya ampun, kenapa kamu yg kerjain smua?
Mdm Eng
Terima kasih cerita yang menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!