Perjanjian

Walau bagaimanapun juga Jarwo merupakan pria yang normal, sudah satu minggu tidak mendapatkan jatah membuat dirinya ingin sekali merasakan nikmatnya surga dunia.

Sayangnya istrinya tidak memberikan haknya, pria itu kalap. Apalagi saat ini melihat Rustini yang begitu cantik dan menggoda di matanya, Jarwo merasa semakin tidak tahan.

Dia merasa tak apa kalau misalkan dirinya menggauli Rustini, Karena pada dasarnya Rustini adalah istri sirinya. Dia merasa berhak atas diri wanita itu, walaupun selama ini dia belum pernah menyentuh istri istri sirinya.

"Tuan mau apa?"

Rustini tiba-tiba saja hatinya merasa tidak enak, apalagi ketika Jarwo mendekat ke arahnya dan mendorong bahunya agar masuk ke dalam kamar. Rustini ketakutan setengah mati.

"Tuan jangan masuk ke dalam kamar saya, nanti nyonya marah."

"Nggak akan, dia tidak ada di rumah."

Ceklek!

Jarwo mengunci pintu kamar itu, Rustini semakin ketakutan. Dia bahkan merasa kakinya gemetaran, dia saat ini seperti merasa sedang berada di dalam kandang macan.

"Jangan, Tuan."

"Kamu tak boleh menolak, aku mau. Kamu istri aku, kamu harus melayani aku."

Rustini menggelengkan kepalanya dengan kuat, sungguh saat ini dia merasa sangat takut. Namun, Jarwo tidak peduli dengan wanita itu yang ketakutan. Dia malah menggendong Rustini dan merebahkan wanita itu di atas tempat tidur.

"Jangan, Tuan." Rustini mencoba untuk menepis tangan besar Jarwo yang sedang berusaha untuk membuka bajunya.

Namun, tenaga Rustini tidak seberapa. Dia tidak mampu menandingi tenaga Jarwo, baju wanita itu bahkan sampai robek karena terus memberontak dan berusaha untuk melepaskan diri dari pria itu.

"Wah! Besar sekali," ujar Jarwo kala melihat dada Rustini.

Rustini semakin takut saja, tetapi tidak dengan Jarwo. Pria itu malah dengan cepat melahap ujung dada Rustini, wanita itu sampai menggeliatkan tubuhnya karena merasakan sensasi yang belum pernah dia rasakan selama ini.

Dia memang sudah menyusui tuyul selama 3 hari ini dalam seminggu, tetapi rasanya tidak seperti ini. Rasanya tak senikmat ini, Rustini memang merasakan ketakutan. Namun, tidak dia pungkiri kalau rasanya begitu nikmat.

Apalagi ketika lidah pria itu bermain dengan ujung badannya, tubuhnya ringan seperti kapas. Dia seperti melayang di udara, ini adalah sensasi kenikmatan pertama yang dia dapatkan di dalam hidupnya.

"Engh! Tuan, jangan!"

Mulut wanita itu mengatakan penolakan, tetapi tubuh wanita itu tidak bisa berbohong. Tubuh wanita itu menikmatinya, Jarwo tersenyum sambil membuka rok yang dipakai oleh Rustini.

"Jangan pura-pura tidak mau, Tini. Aku tau kamu mau," ujar Jarwo yang langsung mengecupi leher Rustini dengan kedua tangannya yang bermain dengan inti tubuh wanita itu.

"Ja--- jangan, Tuan." Rustini berkata dengan terbata, dia terus menolak tapi herannya tubuhnya begitu menikmati.

"Kamu berisik," ujar Jarwo bersemangat karena melihat tubuh Rustini yang ternyata sangat indah.

Setiap kali Rustini ingin menolak apa yang dilakukan oleh pria itu terhadap dirinya, Jarwo selalu memberikan kenikmatan yang luar biasa. Bahkan saat milik pria itu masuk ke dalam inti tubuhnya, Rustini tak berteriak kesakitan.

Justru dia begitu menikmati apa yang dilakukan oleh pria itu, entah jurus apa yang Jarwo pakai, tetapi malam ini hanya kenikmatan saja yang Rustini rasakan.

"Kamu sangat nikmat, Sayang. Lebih nikmat dari Ratih," ujar Jarwo setelah dia selesai mendapatkan pelepasannya.

Rustini hanya bisa diam, dia tak tahu harus berkata apa. Apalagi ketika Jarwo mengecupi bibirnya dan kembali memintanya, Rustini hanya bisa pasrah.

**

Pagi sudah menjelang, Jarwo berdiri di depan gerbang rumahnya yang menjulang tinggi. Sampai pagi hari istrinya belum pulang juga, Jarwo menjadi kesal luar biasa.

"Sialan!" pekik Jarwo.

Cukup lama dia menunggu, hingga tak lama kemudian mobil Mercedes Benz 500 SEL masuk ke dalam rumah itu setelah penjaga gerbang membukakan pintu gerbangnya.

"Ratih? Kenapa baru pulang?" tanya Jarwo ketika melihat istrinya turun dari mobil tersebut.

Istrinya itu memang sering pergi dengan teman-temannya, tetapi biasanya tidak pernah sampai menginap. Makanya ketika tadi malam dia sudah mendapatkan kepuasannya, Jarwo memutuskan untuk kembali ke dalam kamar karena takut Ratih akan pulang.

"Ck! Mas itu berisik, udah ayo masuk. Aku cape," ujar Ratih sambil melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah megah itu.

Jarwo hanya bisa menghela napas berat, dia benar-benar tidak bisa berkutik di depan istrinya. Dia hanya bisa diam sambil melangkahkan kakinya untuk mengikuti istrinya dari belakang.

Ternyata istrinya memasuki kamar utama, setelah sampai di kamar utama wanita itu langsung mandi. Lalu, tanpa ragu merebahkan tubuhnya. Padahal, Jarwo sejak tadi sudah menunggu dirinya.

"Kamu mau tidur?"

"Hem, cape."

"Loh, katanya mau kasih jatah pagi ini?"

"Ck! Kamu itu berisik sekali, mending kamu kerja sama. Resto kota butuh kamu, jangan sampai bangkrut tuh resto."

"Iya," jawab Jarwo kesal tapi tak bisa melawan.

Saat pertama kali dia menikah dengan Ratih, dia merupakan pria yang tidak memiliki harta. Dia menikah dengan wanita yang merupakan anak konglomerat, Jarwo bahkan diberikan kepercayaan untuk mengelola perusahaan keluarga.

Namun, Jarwo ternyata tidak bisa mengelola perusahaan itu dengan baik. Alhasil perusahaan itu malah bangkrut, kedua orang tua Ratih bahkan meninggal karena serangan jantung.

Ratih kecewa dan meminta cerai. Namun, Jarwo yang tidak mau diceraikan akhirnya mengambil jalan sesat. Sebagai bentuk rasa bersalahnya dia ingin mengembalikan keceriaan istrinya, walaupun untuk mengembalikan nyawa kedua mertuanya dia tidak bisa.

Dia membeli lima tuyul untuk dipelihara, saat meminta Ratih untuk menyusui tuyul itu, ternyata Ratih tidak mau. Jarwo memutar otaknya dengan cepat, akhirnya dia menikahi lima wanita sekaligus. Namun, hanya untuk dijadikan sebagai ibu susu bagi tuyulnya.

Setelah satu tahun memiliki lima tuyul, hal itu tidak membuat Jarwo puas. Dia malah melakukan pesugihan lain, tentunya tanpa melibatkan Ratih di dalamnya. Dia kembali menikahi lima wanita untuk menjadi perantara pesugihannya.

Pria itu semakin hari semakin kaya saja, hingga saat kemarin pergi ke dukun tempat di mana dia membeli tuyul, Jarwo kembali tergoda untuk membeli satu tuyul lagi. Alhasil dia mencari lagi wanita yang mau menjadi Ibu susu untuk satu tuyulnya itu.

"Sialan!" pekik Jarwo.

Saat dia memutuskan untuk memelihara tuyul, Ratih awalnya tidak setuju. Namun, dia berkata kalau tuyul tuyul itu akan menghasilkan uang dan semua uangnya untuk Ratih.

Ratih akhirnya mau, tentunya dengan banyak syarat yang diajukan. Syarat yang ditulis di atas kertas bermaterai yang keluar dari seorang pengacara.

"Ratih sekarang terlalu berlebihan," ujar Jarwo sambil pergi menuju Resto miliknya.

Sebenarnya tidak bekerja pun uang terus mengalir ke dalam kantongnya, tetapi dia tidak boleh membuat orang curiga. Harus ada sumber usaha, agar dirinya tidak dicurigai.

Selepas kepergian Jarwo, Ratih tertidur dengan pulas. Dia bahkan tak minum dan juga makan, hingga saat malam hari tiba baru dia keluar dari dalam kamar. Saat dia keluar dari dalam kamar, bertepatan dengan para wanita piaraan Jarwo yang keluar dari dalam kamar mereka untuk makan malam.

Awalnya Ratih biasa saja seperti pada hari-hari sebelumnya, tetapi tiba-tiba saja dia merasa heran ketika melihat cara jalan Rustini yang lain. Karena merasa penasaran, Ratih langsung menghampiri Rustini.

"Kamu kenapa? Kenapa jalannya pincang begitu?"