"Mari kita bercerai, Di" ucap Saka
Diandra menatap Saka tidak percaya. Akhirnya kata itu keluar juga dari mulut suaminya. Hanya demi perempuan lain, Saka rela menceraikan dirinya. Apa yang kurang dengan dirinya hingga Saka sekejam itu padanya?
"Kamu pasti sudah tidak sabar untuk menikahi perempuan itu, kan?"
Saka menatap Diandra lekat, Jujur dia masih mencintai Diandra. Tapi kesalahan yang dia lakukan bersama Vika terlanjur membuahkan hasil. Sebagai pria sejati, tentu Saka harus bertanggung jawab.
"Vika hamil anakku. Bagaimanapun aku harus menikahinya"
"Kalian bahkan sudah sejauh itu? Kamu hebat, Mas. Tidak hanya menorehkan luka di hatiku, kamu juga menaburinya dengan garam. Kamu sungguh pria yang kejam!"
"Aku minta maaf" lirih Saka
Tidak ada yang bisa menggambarkan sehancur dan sekecewa apa Dian pada suaminya.
"Baik. Mari kita bercerai. Aku harap kamu bahagia dengan perempuan pilihanmu itu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Aku akan kembali pada Diandra!" gertak Saka
Deg
Tangan Vika bergetar, dadanya serasa ingin meledak. Emosinya semakin tinggi apalagi saat melihat Dian tersenyum mengejek ke arahnya.
"Dasar perempuan sundal! Beraninya kamu menggoda suamiku!"
Vika seperti orang kesetanan, dia berusaha menyerang Dian. Sayangnya Dian lebih dulu menghindar dan Saka segera merengkuh tubuh istrinya.
"Hentikan, Vik. Kamu membuat kita malu!"
"Dia sudah berani merayumu! Dia harus tahu sedang berhadapan dengan siapa!"
"Bawa pergi saja istri gilamu itu, Ka! Kalau tidak, kamu akan semakin malu" cibir Dian
"Ayo kita pergi, Vik!"
"Lepaskan aku, Mas! Beraninya kamu mengatai aku gila!" tunjuk Vika pada Dian. "Lepas, Mas! Aku akan memberi pelajaran pada wanita penggoda itu!"
"Kalau kamu tidak mau pulang, aku akan benar-benar kembali pada Diandra!"
Emosi Vika kembali terbakar. Kalau bukan karena takut pada ancaman Saka, tentu Vika akan menyerang Dian sekarang juga. "Jangan senang dulu kamu, wanita penggoda! tunggu pembalasanku!"
Setelah kepergian Saka dan Vika, suasana menjadi riuh. Mereka menjadi tontonan pengunjung lain. Tidak sedikit yang berbisik - bisik dan membicarakan ketiganya. Apalagi beberapa wanita menatap tak suka ke arah Dian.
"Bukankah mereka yang waktu itu viral ya?" bisik seorang wanita
"Sepertinya mantan istri ingin membalas dendam. Dulu di pelakori sekarang mau mempelakori"
Dian berjalan ke arah mereka lalu menatap keduanya, "Dengan tidak mengurangi rasa hormat, aku katakan! Aku tidak akan pernah mau kembali dengan pria sampah yang sudah membuangku begitu saja!"
Dua wanita itu menatap Dian takjub.
"Dia benar-benar wanita yang hebat! Keren sekali!"
"Kamu benar. Si prianya saja yang katarak tidak bisa membandingkan mana Bidadari mana Mak Lampir"
Berbeda dengan Diandra yang langsung meninggalkan resto. Saka dan Vika masih melanjutkan perdebatan mereka di dalam mobil. Kesempatan ini tak Dian sia - siakan, wanita cantik itu kembali menyeringai.
"Mari kita lihat, siapa yang lebih unggul!"
Dian mulai melajukan mobilnya ke suatu tempat. Di tengah perjalanan, dia berhenti di salah satu toko cake terkenal dan membeli beberapa macam cake.
Perempuan cantik itu kembali melajukan mobilnya.
🍀🍀🍀
Tok Tok Tok
"Sebentar!" sahut penghuni rumah
Ceklek
"Maaf cari sia-" ucapan Hastari terhenti begitu melihat siapa wanita yang ada di depannya, "Diandra!"
Wanita paruh baya itu langsung memeluk mantan menantunya. "Ya Allah, ini beneran kamu, Nak? Bunda kangen sekali"
"Iya Bunda. Ini aku, Bunda apa kabar?" tanya Dian tersenyum
"Bunda tidak terlalu baik sejak tidak ada kamu!"
"Bunda tidak boleh seperti itu. Bukankah sudah ada penggantiku sekarang?"
Hastari berdecak kesal, "Vika itu tidak bisa apa - apa! Dia sangat berbeda denganmu!"
Dian tersenyum, "Oh ya, ini aku bawakan cake kesukaan Bunda" Dian memberikan cake tersebut kepada mantan mertuanya
"Kamu masih ingat cake kesukaan Bunda? Terima kasih, sayang"
"Bunda tidak mempersilahkan aku masuk?"
"Eh ... Bunda sampai lupa. Ayo masuk. Kebetulan Bunda akan menyiapkan makan malam. Sekalian kamu makan di sini ya? Sudah lama kan kita tidak makan bersama?"
"Tentu"
Keduanya berjalan beriringan. Dian memang marah dan kecewa pada Saka. Tapi dia tidak punya alasan untuk marah juga pada Bunda. Wanita itu sejak awal sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Bahkan ketika Dian sakit dan Saka berada di luar kota, Bunda rela tidak tidur hanya untuk menemaninya. Wanita itu telah menggantikan sosok mendiang Mamanya meski hanya tiga tahun saja.
"Bunda mau masak apa?"
"Gurami asam manis kesukaan Saka. Kesukaan kamu juga kan?"
Dian mengangguk, "Kenapa Bunda yang menyiapkan makan malam? Kemana Vika?" pancing Dian
Hastari menatap mantan menantunya, "Dia hanya tau bersenang - senang. Mana pernah dia memasak. Bunda yang selalu memasak untuk Saka"
Ada rasa kasihan melihat Hastari, wanita paruh baya itu terlihat lelah. Bahkan keriput di bawah matanya mulai terlihat. Jika dulu saat masih bersamanya, Dian rutin mengajak mantan mertuanya itu perawatan.
"Sekarang Bunda duduk saja. Biar aku yang masak"
"Jangan! Kamu kan tamu"
Hastari menatap sendu wajah Diandra. "Di ... Bunda minta maaf"
Hastari menangis tersedu, "B-bunda minta maaf karena gagal mendidik Saka menjadi suami yang setia. Bunda gagal, Nak. Bunda gagal!"
"Sttt. Bunda tidak boleh berkata seperti itu. Bunda tidak gagal. Hanya saja aku dan Mas Saka memang tidak di takdirkan bersama"
Hastari menggeleng, "Bunda gagal. Bunda gagal, Di. Sedari remaja, Bunda selalu mendidik Saka menjadi pria yang baik. Menjadi pria yang bisa menghormati dan menghargai perempuan nantinya. Karena Bunda tahu rasanya di khianati. Bunda tahu betapa sakitnya saat orang yang kita cintai lebih memilih orang lain. Bunda tahu karena Bunda pernah mengalaminya, Nak"
"Bun!"
"Ayah Saka lebih memilih wanita lain di banding kami. Kehidupan yang kami lalui juga begitu sulit. Bunda pikir, pengalaman hidup yang pahit bisa membuat Saka tahu diri. Nyatanya Bunda salah. Rupanya Saka menuruni sifat buruk Ayahnya. Dan Bunda merasa bertanggung jawab akan hal ini"
Dian menggeleng, "Sudah Bun. Jangan menyalahkan diri Bunda sendiri. Semua yang berlalu sudah menjadi masa lalu. Kita tidak bisa memutar kembali waktu. Kehidupan akan terus berjalan meski dengan orang yang berbeda"
"Tapi Bunda hanya menyayangi kamu, Nak. Bunda tidak bisa menerima Vika karena dia mengingatkan Bunda akan rasa sakit itu. Selain itu, Bunda juga tidak bisa menerimanya karena dia sudah melukai kamu"
Dian menggenggam tangan Hastari, "Sekarang menantu Bunda adalah Vika. Dan sebentar lagi dia akan memberikan Bunda cucu. Harusnya Bunda bisa menerima dia seperti Bunda menerimaku dulu. Bukankah Bunda sudah lama ingin seorang cucu"
"Tapi Bunda tidak bisa menerima caranya merebut Saka darimu. Andai saja Saka tidak bodoh! Tentu sekarang kita masih jadi keluarga dan hidup bahagia"
"Bun, jangan mengungkit masalah ini lagi ya? Sebaiknya kita masak sekarang"
Kecewa, tentu saja. Hastari berharap Dian masih mau membuka pintu maaf bagi Saka. Dan mungkin, Dian mau kembali pada putranya. Tapi melihat sikap Dian, sepertinya harapan itu hanya angan belaka.
"Ya sudah. Kita masak sekarang ya"
Hastari mengeluarkan bahan - bahan untuk membuat gurami asam manis dari dalam kulkas. Sedangkan Dian menyiapkan bumbunya. Keduanya kembali mengulang momen - momen dimana dulu keduanya sering memasak bersama. Dua wanita berbeda generasi itu sesekali tertawa bersama.
Selain gurami asam manis, Hastari membuat bakwan jagung, sambal korek dan mi ayam kecap kesukaan mantan menantu kesayangannya.
"Bun!"
"Itu Saka sudah datang. Bunda mau ke luar sebentar ya"
Hastari bergegas menuju ke ruang depan. Ia bisa melihat wajah Saka nampak lelah. Sedangkan wajah Vika terlihat kesal.
"Kalian sudah pulang"
"Iya Bun"
"Kamu terlihat lelah sekali, Ka. Kalau begitu kita makan dulu ya"
"Aku lelah Bun, nanti saja" jawab Saka lesu
"Padahal kami sudah masak makanan kesukaanmu loh", Saka terlihat mengernyitkan dahi
"Kami? Siapa yang Bunda maksud dengan kami?" tanya Vika curiga
"Apa ada tamu, Bun?" tanya Saka
"Ya. Rumah kita sedang kedatangan tamu. Tamu spesial yang Bunda sayang. Diandra!"
Deg
/Smug//Smug/