LDR KATANYA BERAT!!
Tapi tidak bagi Rion dan Rayna. Ini kisah mereka yang berusaha mempertahankan hubungannya apa pun masalah yang mereka hadapi.
Tapi bagaimana jika masa lalu yang menggangu hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
"maaf!" Rayna berucap saat panggilan video dengan Rion baru saja terhubung.
"Kenapa sayang?" maaf? Percayalah Rion tak merasa Rayna melakukan kesalahan apa pun. Justru sebaliknya, Rion ingin meminta maaf jika ia memiliki salah.
"Tadi siang cuek sama kamu," jawab Rayna dengan jujur.
"Enggak sayang, Ion gak marah ko." Rion tersenyum di depan Rayna. Tak ingin membuatnya merasa bersalah.
"Bohong!"
"Jangan nangis dong sayang!" jujur saja mata Rayna berkaca-kaca saat ini. Rion tak tega juga melihatnya.
"Aku sebenernya mau jujur." ucapan Rayna sedikit berbisik, seolah tak siap mengatakannya.
"Boleh, sayang boleh jujur tapi jangan nangis ya!" pinta Rion menenangkan.
"Gak nangis!" kesal Rayna, ia tak merasa dirinya menangis sama sekali. Ia hanya merasa bersalah berkat pikirannya sendiri.
"Tapi matanya berkaca-kaca sayang." sial, Rion harus menahan tawanya saat ini. Lucu sekali melihat Rayna yang menyangkal pernyataan Rion. Heran sekali Rion, sebenarnya mengapa wanita sulit sekali ditebak.
"Kena debu." Rayna mengucek kedua matanya, memastikan jika ia memang tidak benar-benar menangis.
"Debunya sebesar apa sih emangnya?" tanya Rion dengan nada jahil.
"Ihh Rion!" sentak Rayna tak terima.
"Hahah, iya maaf sayang." Rion tak bisa untuk menahan tawanya lagi. Lucu, semua tentang Rayna adalah hal yang lucu baginya. Melihat wanita yang ia cintai bertingkah di depannya, pria mana yang tidak menyukainya.
"Lo beneran gak macem-macem di sana?" tanya Rayna kemudian.
"Ah maaf sayang, tadi siang Ion ngerokok." Rion menunduk, sudah siap dengan ocehan Rayna.
"Rion!" Kali ini nadanya sedikit membentak.
"Minta sedikit doang aku tuh sama Radit." kata-katanya ia ucapkan sebagai bentuk klarifikasi. Yang jelas Rion berkata jujur. Apa perlu Rion menjadikan Radit sebagai bukti secara langsung?.
"Gak suka ah, mau lanjut marah gua!"
"Y-ya jangan kaya gitu." kali ini Rion yang merasa bersalah.
"Ish bikin kesel aja!" wajahnya tak lagi ramah seperti awal, ekspresinya menggambarkan kekesalan terhadap Rion. "Kamu mah malah kaya gitu! Aku udah mau minta maaf juga!" berusaha payah mengumpulkan niat dan menurunkan gengsi untuk meminta maaf menjadi sia-sia. Ia malah harus menjadi lebih marah dari sebelumnya.
"Iya sayang Ion yang salah." Rion memanyunkan bibirnya seperti seorang anak kecil yang sedang marah karena tak dibelikan mainan.
"Habis berapa?" tanya Rayna. Matanya menyipit, pertanda ia sedang melakukan interogasi.
"Gak sampe satu batang, cuma sedikit aja deh beneran." Rion membuat jemari telunjuk dan jempolnya berdekatan dengan ketiga jari yang lain menutup.
"Katanya tadi gak mau," sindir Rayna.
"Iya kan namanya juga tergoda." tanpa rasa bersalah Rion tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang tersusun rapi. "Tapi lo lebih menggoda sih," ucapnya kemudian.
"Gua lagi serius!"
"Iya maaf." lagi-lagi Rion menerima omelan yang diberikan Rayna. Tak ada niat lagi untuk Rayna menjawab. Terlanjur kesal dengan Rion.
"Jadi..." Rion menggantung ucapannya, menunggu Rayna berbicara. "...mau bilang apa cantik?" tanyanya saat Rayna tak jua berucap.
"Bilang apa?" tanya Rayna. Antara memang lupa atau sengaja melupakannya karena rasa kesalnya dengan Rion.
"Tadi katanya mau bilang jujur."
"Gak ada, males gua sama lo!" Rayna menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap Rion dengan tidak bersahabat.
"Rayna cantik! Ayok dong udahan ngambeknya," bujuk Rion.
"Biarin aja, siapa suruh Ion merokok!"
"Astaga sayang, kan Ion bilang gak sampe habis loh." kedua jarinya ia angkat berbentuk huruf v.
"Sama aja kan?" Rayna tak mau kalah dari Rion.
"Iya sih." ya, berapa pun jumlahnya sama saja.
"Yaudah aku mau makan dulu ah, laper."
"Emang lo masih bisa ngerasa laper, porsi makan lo aja dikitnya ngalahin bayi!" ledek Rion dengan sengaja membuat Rayna semakin kesal.
"Ihh Rion!"
"Iya bercanda, makan yang banyak ya cantik!"
"Bye!"
"Sayangnya mana!" pinta Rion dengan manja.
"Kan lagi ngambek."
"Ngambek boleh tapi sayangnya gak boleh ketinggalan dong."
"Iya, bye sayang!"
Rayna mematikan ponselnya, melangkahkan kakinya menuju dapur. Berdiri di belakang Raya yang sedang sibuk memasak makan malam.
"Lo bisa jauh-jauh gak Na?" Raya memarahinya. Ia sedang sibuk dengan pisau di tangannya, memotong beberapa macam sayuran.
"Laper gua," keluh Rayna.
"Ya sabar, lo gak liat gua masih masak?" Rayna menjauh, berjalan ke arah meja makan yang posisinya juga berada di dapur. "Kalo mau cepet, mending lo bantu gua potong wortel!"
"Gua kan gak bisa masak," jawab Rayna dengan jujur. Memang benar ia tak bisa memasak, toh selama ini Raya yang selalu membuatkannya makan.
"Bosen gua denger alasan lo yang gak masuk akal, cepet sekarang lo bantu gua!" kali ini Raya memberi perintah dengan paksa.
"Iya deh." mau tak mau ia menuruti permintaan sang kakak. Biarkan saja jika nanti masakannya akan gagal karena Rayna.
"Ini potongnya kaya gini?" Rayna memotong wortel menjadi dua bagian dan menunjukkannya pada Raya.
"Dikupas dulu Na!" kesal Raya, bagaimana mungkin ia tak tahu cara mengupas wortel. Salah ia juga karena tak pernah memiliki niat untuk mengajari Rayna cara memasak.
"Gak bisa gua kak, kan lo tau sendiri gua gak pernah masak." tanpa rasa bersalah Rayna memberikan pisaunya kepada Raya. Menyuruhnya untuk melanjutkan pekerjaannya yang tak selesai.
"Terus nanti Rion mau lo kasih makan apa Na? Lo gak punya pikiran selama Rion di Bandung dia dimasakin sama cewek lain?" kali ini Raya memutuskan untuk mengupas wortel yang sudah terbagi menjadi dua berkat Rayna.
"Enggak ah, Rion selalu makan sama temennya di warung."
"Na, nanti kalo Rion main ke sini harus lo masakin!" ucapannya bukan sebagai saran melainkan sebagai perintah.
"Biarin aja kita makan di luar."
"Kalo setiap Rion ke sini gak pernah lo masakin nanti dia kecewa sama lo," ujar Raya memancing Rayna.
"Gak akan, Rion bakal terima gua apa adanya." Rayna dengan sombongnya berucap.
"Terserah lo, dibilanginnya susah!"
"Udah ah lo lanjut masak sendiri aja!" Rayna hendak pergi sebelum suara Raya menahannya. "Gua gak nyuruh lo pergi, potong bawang putih sama bawang merah!" Raya menunjuk dengan pisau ditangannya.
"Iya." meski tak tahu cara memasak dan mengapa Raya menyuruhnya untuk memasak tapi Rayna tetap melakukannya, menuruti perintah Raya sesuai instruksi yang diberikan hingga masakannya selesai.
"Enak loh." Rayna berucap setelah mencicipi masakannya di dalam panci.
"Kapan masakan gua gak enak?" memang benar, sejak dulu Raya pandai memasak.
"Gua juga bantu masak!"
"Nanti lo gua ajarin masak lagi," ucap Raya.
"Buat apa sih kak?" tanya Rayna sambil sibuk menyiapkan piring untuk makan bersama sang kakak.
"Astaga Na, nanti kalo gua udah nikah lo mau minta dimasakin sama siapa?" tanya Raya. membayangkan sang adik tinggal sendiri di dalam rumah tanpa masakan dirinya adalah hal terburuk. Raya berpikir jika sang adik akan makan mie instan setiap harinya.
"Bisa pesen online," jawab Rayna asal.
"Gak ada lo pesen makanan online setiap hari ya! Yang ada lo kurang gizi nanti!" omel Raya yang tak didengar.
"Nanti kalo lo nikah sepi ya?" Rayna bertanya dengan berat hati. Sejak kecil Rayna tak merasakan kasih sayang seorang ibu sedangkan sang ayah lebih sibuk di luar kota karena pekerjaan. Jika Raya menikah mungkin ia harus bertahan hidup sendiri.
"Gua masih tinggal di Bekasi Na, bakal sering pulang juga." tidak mungkin Raya membiarkan adiknya terlantar begitu saja.
"Gak seru ah."
"*Pagi cantik*!" sapa Rion dengan semangat di pagi hari.
"Hm, pagi!" Rayna sedang sibuk menata rambutnya saat ini. Harus tampil cantik setiap harinya.
"*Loh udah cantik banget pacar Ion ini*."
"Kan emang selalu cantik kalo Ion yang liat."
"*Baru selesai makan*?" pertanyaan Rion mendapat anggukan dari Rayna.
"*Belum jalan*?" tanya Rayna. Mengingat sang kekasih harus masuk pagi seperti dirinya hari ini.
"*Iya, masih ada waktu, sekalian nunggu Faisal*," jawab Rion.
Rayna memperhatikan Rion tanpa berbicara apa pun. Mudah sekali terpengaruh dengan pikiran buruk.
"*Kenapa*?" Rion bertanya saat melihat Rayna terlihat lesu hari ini.
"Kamu bakal kecewa gak kalo aku gak bisa masak?" tanya Rayna.
"*Kenapa nanya begitu sayang*?" Rion bertanya dengan heran. Random sekali pertanyaan dari Rayna.
"Katanya cewek itu harus bisa masak, tapi gua gak bisa," keluh Rayna. Memang saja Rayna yang malas untuk belajar memasak sepertinya. berkali-kali mencoba pun rasanya Rayna tetap tak bisa membuat masakan lezat.
"*Cowok juga harus bisa masak karena itu salah satu insting bertahan hidup sayang*." penjelasan yang diberikan Rion masuk akal. Toh bukan hanya wanita yang butuh makan.
"Tapi Ion gak pernah aku masakin."
"*Ya gak masalah, gua gak maksa lo ngelakuin hal yang gak lo suka*," jelas Rion.
"Tapi..." seolah ragu untuk mengatakannya, Rayna menggantung kalimat yang ingin diucapkan.
"*Gini ya cantik, kalo kamu mau bisa masak Ion seneng banget tapi kalo pun kamu gak suka ya gak masalah Ion tetep seneng kalo kita makan di luar*." tanpa berpikir Rion menjelaskan. Salah kalimat sedikit saja akan memicu pertengkaran sepertinya.
"*Atau nanti kita belajar masak sama-sama*?"
"Maaf ya."
"*Kenapa maaf*?"
"Karena kamu harus suka sama aku."
"*Hey Rayna! Ion tuh suka sama Rayna ya karena itu Rayna*." Rion melirik jam dinding di dalam kamarnya, takut jika akan terlambat pergi bekerja.
"*Sekarang jawab Ion, kamu habis nonton konten apa*?"
"Eh?"
"*Jangan kebanyakan liat video yang negatif sayang, Ion udah berapa kali kasih tau kan*?" nasihat yang diberikan Rion membuat Rayna terlihat seperti anak kecil yang melakukan kesalahan. Lucu sekali saat Rayna menatap Rion dengan wajah polosnya.
"Iya maaf, tapi videonya lewat terus di Instagram," dalih Rayna.
"*Boleh ko kamu ngikut standart sosmed tapi yang positif aja cantik*." Rayna mengangguk saja, berlagak paham dengan yang disampaikan Rion. "*Sekarang coba cerita apalagi yang buat kamu khawatir*?"
"Gak ada lagi," jawab Rayna. Setidaknya untuk saat ini.
"*Bener gak*?" tanya Rion meragukan. Rayna mengangguk saja. "*Janji kalo ada apa-apa bilang kan*?"
"Janji," ucap Rayna.
"*Kalo janji tangannya mana*!" perintah Rion.
Rayna mengangkat satu jari kelingkingnya. "*Oke sekarang Rayna udah janji kan? Gak akan nutupin sesuatu dari Ion kan*?"
"Iya deh nanti kalo ada apa-apa bilang," janji Rayna.
"*Gemes banget cantiknya Ion ini*." bagi Rion tak ada hubungan yang bisa bertahan tanpa saling terbuka.
terus ortua mereka jg blm d jelasin ya kk ?