Kecantikan selalu diartikan sebagai keberuntungan
Apa yang terjadi ketika kecantikan yang diberikan oleh Tuhan berakhir sebagai kutukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Kirana berlari di lorong putih rumah sakit. Dia menepis rasa kantuk karena dibangunkan tepat tengah malam. Dan saat matanya melihat tubuh ibunya terbaring di dalam ruangan yang dirinya tidak diperbolehkan masuk, Kirana merasa sangat sedih.
"Ibuuu!!" panggilnya pada orang yang paling dia sayangi itu.
"Ehemm"
Kirana melihat pria yang tadi menjemputnya di rumah.
"Paman, ibu sakit apa?" tanyanya.
"Ibumu ... koma"
"Koma?"
"Iya"
"Apa itu koma?"
"Kenapa kau bertanya padaku? Tanya dokter sana!!"
Kirana terkejut mendengar suara bernada tinggi yang selalu keluar dari mulut paman itu.
"Ibuuu" panggilnya lagi dengan sedih.
Lalu beberapa dokter dan suster berlarian masuk ke dalam ruangan ibunya. Kirana berdiri dan melihat para dokter sedang melakukan sesuatu pada ibunya. Beberapa menit kemudian para dokter dan suster menjauhi ranjang. Tangan mereka jatuh ke samping dan diam. Tak lama, salah satu dokter keluar dan mendatanginya.
"Pak, Ibu Juwita sudah ... Meninggal" kata dokter itu membuat Kirana diam.
"Sialll!!!"
Kirana berlari masuk ke dalam ruangan ibunya dan memegang tangan yang terasa dingin.
"Ibuuuu, ibuuu, ibuuu" panggilnya lalu mengangkat tangan ibunya yang sangat lemah seperti tak bernyawa lagi. Kirana melihat wajah ibunya penuh dengan luka kemerahan. Juga di tangan dan bagian atas tubuh ibunya.
Ketika ibunya sakit terakhir kali, Kirana takut sekali. Dia takut kalau ibunya yang tidur karena kesakitan tak bangun lagi. Dan kali ini, yang dia takutkan terjadi. Ibunya, tak bangun lagi karena merasa kesakitan. Meski Kirana memanggil dan menggoncangkan tubuh ibunya, mata wanita yang melahirkannya itu tak lagi terbuka.
"Kasihan sekali, masih tujuh tahun tapi sudah ditinggal ibunya"
"Iya"
"Tapi kalau bekerja tidak benar pasti meninggalnya mendadak begini. Namanya juga wanita tidak benar"
"Iya ya. Tapi anaknya cantik sekali!"
"Anak itu juga tidak tahu dari mana asalnya. Pasti benih salah satu tamu ibunya"
"Iya, hahahaha"
Kirana mendengar semua kata-kata tetangga ketika melayat ibunya. Tapi dia hanya diam tak bergerak dari pojok ruangan. Dan saat ibunya benar-benar dikuburkan, dia segera kembali ke rumah. Membersihkan semua barang-barang dan memasukkannya ke koper.
Lalu menghitung uang yang selalu ditinggalkan oleh ibu untuknya. Lembar demi lembar, koin demi koin, semua dia kumpulkan dan hitung.
Dengan uang sebanyak ini, dia bisa menyewa rumah kecil. Tapi ... Tanpa orang tua, dia tidak mungkin menyewa rumah. Tidak ada orang yang percaya pada anak seumuran dia memegang banyak uang. Lalu apa yang harus dia lakukan?
"Hei anak kecil!!" panggil paman yang sejak tadi mengurus pemakaman ibunya sampai selesai.
"Paman, terima kasih atas bantuannya." ucap Kirana.
"Kau!!! Ahhh sudahlah! Ibumu, menyuruhku untuk menjagamu!" ucap paman itu.
"Ibu?" tanyanya tak percaya. Karena selama ini, ibunya selalu menyuruh Kirana waspada pada siapapun. Terutama orang yang dekat dengan kita. Karena banyak sekali orang jahat di dunia ini.
Juga pada pria yang katanya mempekerjakan ibunya. Tapi ibunya selalu pulang dalam keadaan terluka.
"Iya. Ibumu menyuruhku menjagamu. Padahal aku benci anak-anak!! Sialan!!"
"Tidak perlu, aku bisa hidup sendiri" jawabnya membuat pria itu berdiri dan meletakkan tangan di pinggang.
"Dasar anak kecil sombong! Kalau bukan ibumu yang meminta, aku juga tidak mau menjagamu!"
Kirana tidak menjawab. Dia berpikir mungkin permintaan ibunya pada paman itu beralasan. Anak seumuran dia tak akan bisa bertahan di dunia ini, sendiri. Menyewa rumah, mendaftar sekolah dan banyak urusan lain yang tak bisa dia lakukan sendiri.
"Dimana kita tinggal?" tanyanya tidak mau keras kepala.
"Huhhh, menyebalkan!! Aku memiliki rumah di sisi kota yang lain. Aku akan mendaftarkan kamu sekolah disana juga nanti. Tapi jangan pernah mengganggu urusanku. Jadi anak yang tahu diri. Mulai sekarang kau hidup menumpang di tempatku. Dan panggil aku Key. Jangan paman!!"
"Baik paman Key!" jawab Kirana lalu mengikuti paman yang selalu berteriak itu.
Hari demi hari dilalui Kirana tanpa banyak bertanya dan meminta. Dia melakukan semua pekerjaan rumah seperti mencuci baju, memasak nasi dan membersihkan rumah. Disela-sela waktu sekolah dan belajar.
Paman Key tetap mengatakan hal-hal jahat padanya tapi tidak pernah memukulnya.
Lima tahun berlalu dengan cepat dan Kirana sekarang tepat berumur dua belas tahun. Dan hari ini, tepat di hari ulang tahunnya. Kirana mendapatkan siklus bulanan pertamanya.
Sesuai buku yang dia baca, hal ini adalah sebuah hal yang normal bagi semua perempuan. Tapi, dia tidak memiliki barang yang diperlukan untuk membantunya sekarang. Apa yang harus dia lakukan?
"Woi anak Juwita!!! Kau sudah lama di kamar mandi. Cepat keluar!!!"
Dan kalau paman bermulut jahat itu tahu kalau dia resmi menjadi remaja. Ada kemungkinan Kirana akan dipaksa untuk bekerja persis seperti ibunya oleh paman Key. Dia takut.
Kirana menggigit bibirnya. Dan keluar dari kamar mandi. Matanya bertemu dengan paman Key, tapi dia tak bisa berkata apa-apa. Memilih untuk cepat pergi ke minimarket untuk membeli kebutuhannya.
Cukup lama dia bisa menyembunyikan keadaannya, sampai paman bermulut jahat itu menemukan pembalut yang dia simpan di dalam lemari pakaian.
"Kau ... Sudah datang bulan?" tanya paman Key membuat Kirana ketakutan.
"Apa yang akan paman lakukan?" tanyanya lalu melangkah mundur.
"Kau sudah besar sekarang"
Mendengar pernyataan paman Key, Kirana semakin ketakutan. Bayangan ibunya yang terluka di sekujur tubuh sebelum meninggal muncul kembali dalam pikirannya.
"Jangan!! Ibu memintaku untuk menjadi orang yang bekerja normal. Jangan!!" katanya tapi paman bermulut jahat itu memiliki ekspresi mengejek.
"Kau pikir aku akan menjadikanmu seperti ibumu?!"
"Paman bisa melakukannya"
"Aku bisa ... Sial. Aku bisa tapi aku sudah terlanjur berjanji pada ibumu saat dia sekarat. Harusnya aku tidak pernah menjanjikan hal itu. Lihat dirimu sekarang! Harusnya aku bisa mendapat banyak uang. Dasar Key bodoh. Sialan!!"
Paman Key pergi keluar rumah. Meninggalkan Kirana yang merasa sedih bercampur lega.
Dia menoleh ke arah cermin dan melihat pantulan dirinya.
Semua orang yang pernah bertemu dengan Kirana selalu berkata bahwa dia sangat cantik. Memujinya karena memiliki rambut yang hitam, panjang dan halus. Orang lain menyukai kulitnya yang putih tak bernoda sama sekali. Ada anak laki-laki yang iri pada tinggi badannya. Dan anak perempuan mulai kesal melihat bentuk tubuh Kirana yang mulai terbentuk seperti wanita.
Tapi apa yang bisa Kirana lakukan. Semua yang dia dapatkan ini bukan keinginannya. Tubuhnya terbentuk karena gen ayah dan ibunya. Ibunya yang memang cantik dan ayah yang tak pernah dia ketahui keberadaannya.
"Ibu!" panggilnya karena tiba-tiba merindukan ibunya.
Pagi ketika bangun, dia menemukan setumpuk pembalut dengan merek dan ukuran berbeda di mejanya. Juga minuman yang khusus dikonsumsi saat datang bulan. Dan ... Beberapa pakaian dalam perempuan. Ada yang memiliki bantalan busa, kawat penahan dan yang polos biasa.
Kirana keluar dari kamar dan menemukan pria bermulut jahat itu sedang minum kopi paginya.
"Apa? Apa aku salah ukuran?" kata paman Key.
"Terima kasih" ucap Kirana.
"Karena sekarang kau sudah cukup umur, maka akan aku katakan padamu. Kita akan kehabisan uang mungkin satu tahun lagi. Aku akan mulai bekerja di tambang pasir dekat sini. Jadi aku hanya pulang setiap hari Minggu. Kau harus menjaga dirimu dengan baik. Kau mengerti!!"
Kirana tidak ingin ditinggalkan sendiri di rumah ini tanpa perlindungan paman Key. Tapi ... Apa boleh buat. Mereka memang membutuhkan uang untuk hidup.
"Mengerti" jawabnya tegas.