Suatu malam, Kaila datang ke pesta kelulusan angkatan seniornya. Mantan kekasihnya, Hansel, laki-laki biasa yang mencampakkan dirinya begitu saja itu juga merupakan salah satu mahasiswa angkatan akhir. Hansel tiba-tiba diberikan minuman yang sudah diobati, oleh salah satu mahasiswi yang sudah mengincar cintanya. Naas, Hansel malah melampiaskan efek obat tersebut kepada Kaila. Sialnya lagi, malam itu juga, Hansel harus pergi meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan bisnis keluarganya.
Bagaimanakah masa depan Kaila selanjutnya?
Apakah Hansel akan kembali, ataukah ada laki-laki lain yang akan menerima masa lalu Kaila?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suara Tembakan
Ketika Hansel dan Dika telah sampai di mansion milik keluarga Richard, mereka pun disambut oleh para penjaga yang berdiri di depan pintu utama.
Hansel hanya melirik ke arah mereka dan tidak ada satupun dari mereka yang berani menghentikan langkah kaki sang tuan muda.
Sampai Hansel masuk ke dalam bersama Dika dan ternyata telah ditunggu oleh sang ayah.
Hansel mendekat dan langsung mengambil posisi duduk di sofa tepat di depan sang ayah tanpa menunggu di persilakan. Dika berdiri di samping tuannya.
“Dimana pengawalmu?” tanya sang ayah dengan menunjukkan kharisma pertanda dirinya adalah pemimpinnya.
“Aturan darimana bahwa seorang anak harus memakai pengawal hanya untuk bertemu dengan ayahnya.”
“Cih. Seorang Richard harus dikawal kemanapun dia berada. Itulah yang menunjukkan seberapa besar kita,” ucap ayah Hansel seperti biasanya, sangat angkuh.
Hansel hanya tersenyum miring.
“Aku adalah pantulan dirimu, Dad,” kata Hansel.
“Apa maksudmu.”
“kalau Daddy merasa tak bisa terkalahkan, aku juga tidak akan mudah dikalahkan meskipun oleh Daddy.” Hansel menekankan setiap kata–katanya.
Ayahnya tertawa sumbang.
“Apa begini balasanmu kepada orang yang telah membesarkanmu dengan kelimpahan harta dan kehormatan?” Maxim mulai marah.
“Jadi, sekarang kamu ingin berperang dengan Daddy?!”
“Ya. Demi keluargaku,” sahut Hansel menatap tajam sang ayah.
“Siapa yang kamu sebut keluarga, hah! Aku adalah ayahmu dan aku adalah satu–satunya keluarga mu!” Suara teriakan Maxim menggema disetiap sudut mansion. Semua pengawal mendengarnya namun hanya terdiam.
“Lagi pula kamu bisa apa tanpa uang yang selama ini membuatmu bisa hidup, Hansel!” lanjut Maxim.
“Sejak usia lima belas tahun, aku telah bekerja, bahkan telah banyak memenangkan tender. Itulah yang telah menghasilkan uang untuk menghidupiku sampai saat ini,” jawab Hansel berusaha tenang dan tidak ingin terpancing emosi seperti sang ayah.
“Kalau begitu kembalikan semua jabatan CEO di dua perusahaan Richard yang telah Daddy berikan padamu. Serahkan sekarang juga!” ancam Maxime.
“Berjanjilah mulai saat ini untuk menjauhi istri dan putraku, Dad. Akan aku kembalikan semua perusahaan Daddy saat ini juga.” Kata–kata Hansel membuat ayahnya terdiam. Dahulu, jika dia mengancam Hansel maka putranya itu hanya bisa menurut. Tetapi sekarang ternyata semua telah di luar kuasanya.
Dika membisikkan sesuatu di telinga Hansel, membuatnya langsung menegang lalu seketika bangkit berdiri dari duduknya.
“Kamu tidak boleh kemana–kemana Hansel, karena Livia sudah menunggu di kamarnya. Daddy akan menikahkan kalian sekarang juga!”
Mendengar itu, Hansel tersenyum miring.
“Bahkan Livia pun tidak mau mematuhi Daddy,” ucap Hansel lalu melangkah ingin keluar pintu.
“Apa maksudmu Hansel! Kamu tidak tahu kalau putramu ada bersama Daddy dan tidak akan Daddy berikan kepadamu kecuali kamu menikahi Livia.” Masih saja Maxim berusaha mengancam.
Hansel menarik napas lalu menghembuskannya dengan keras.
“Cobalah untuk hidup dengan tenang, Dad...” jawab Hansel, menoleh sambil membelakangi ayahnya.
Lalu bergegas pergi karena tadi Dika membisikkan bahwa pengawal yang ditugaskan oleh Hansel untuk mengawal mobil Kaila telah mengalami kecelakan. Dan mereka telah melihat kemunculan Livia mendekat ke arah mobil yang membawa Kaila.
Setelah itu pengawal itu tidak tahu lagi kemana Kaila pergi, karena posisi mereka yang berada di dalam mobil yang telah ringsek akibat ditabrak dengan sengaja. Membuat pengasuh dan satu orang pengawal yang berada di situ tak sadarkan diri dan pengawal yang menelpon Dika itupun sedang dalam posisi terjepit di dalam mobil.
“Biar aku yang mengemudi,” ucap Hansel, lalu segera masuk ke dalam mobil bersama Dika.
“Livia akan menyesal jika terjadi sesuatu pada istriku.” Mata Hansel berkilat marah.
Segera dia melaju dengan kencang berharap Kaila dan Astrid pergi ke alamat yang telah dia berikan. Ayahnya tidak akan tahu kemana Kaila pergi, karena alamat yang dia berikan kepada Kaila itu adalah tempat persembunyian Hansel selama ini.
Hansel menganggap Kaila akan aman di sana seandainya saja Livia tidak datang untuk mengusik.
Hansel benar–benar marah.
“Hansel. Sepertinya sekarang adalah saat yang tepat untuk kamu tahu bahwa Livia telah berselingkuh dengan Zein,” ucap Dika pada akhirnya, merasa sudah tidak tahan menyimpan rahasia ini selama bertahun–tahun.
Mendengar itu Hansel langsung mengerem sampai terdengar suara ban mobil berdecit. Untung saja jalanan sepi karena mereka berada di jalan tol yang pada saat itu kendaraan memang sangat sepi.
“Apa maksudnya? Zein kita?” tanya Hansel sedikit terkejut. Dia pun sudah berpikiran bahwa Livia sudah pasti berselingkuh darinya mengingat kebiasaan Livia yang suka berpergian bersama teman perempuan dan juga laki–lakinya.
Tapi... berselingkuh dengan Zein? Sahabatnya yang dekat seperti Dika dan pernah dia percayakan untuk mengelola perusahan pribadinya di sebuah pulau rahasia.
“Hansel, lupakan Livia dengan segala kemunafikannya. Saat ini ada Kaila yang harus kamu prioritaskan dan juga Gavin.” Ucapan Dika menyadarkan Hansel bahwa saat ini dia harus bergegas menyusul Kaila.
Mobil pun kembali melaju ke tujuan awal yaitu ke tempat rahasia milik Hansel.
“Satu hal lagi Hansel. Soal kematian Zein. Aku sangat mencurigai Livia. Aku sudah mencoba menyelidikinya, namun seperti ada yang menghalangi.” Mendengar itu Hansel hanya memejamkan matanya sesaat.
Kejahatan apa lagi yang di sembunyikan oleh Livia.
“Kalau memang ada yang menutupi kasus Zein. Orang itu pasti Daddy,” ucap Hansel.
Tidak lama kemudian, mereka pun sampai di lokasi parkiran apartemen yang menurun ke bawah. Hansel melihat ada seorang pria berpakaian polisi, namun wajahnya tidak asing tampak sedang berdiri di samping mobilnya sambil merokok. Seperti perawakan orang Jerman. Mana ada polisi di Indonesia yang berasal dari luar negeri.
“Itu pasti orangnya Livia,” tebak Hansel.
“Apa? Berarti Livia sudah ada di sini.” Dika agak panik mengingat Livia bisa saja melakukan hal keji pada Kaila dan Astrid.
Hansel menambah kecepatan mobilnya dan mengarahkan kemudinya ke tempat pria polisi itu berdiri, lalu dengan sengaja menabraknya sehingga polisi itu terjepit diantara mobil Hansel dan mobil milik polisi itu sendiri.
Dika bergidik ngeri melihatnya. Lebih baik langsung di tembak saja, tidak akan terlihat mengerikan seperti ini, batinnya.
“Aarrgghhhh!!!” teriak polisi gadungan itu kesakitan karena bagian kaki sampai dengan pinggangnya telah terjepit diantara dua mobil.
Tanpa peduli, Hansel langsung berlari masuk ke dalam lobi dan memasuki lift ke lantai tiga. Saat lift baru akan sampai di lantai tiga, di situlah dia mendengar suara tembakan. Tubuh Hansel langsung bergetar membayangkan apakah Kaila telah tertembak. Kepalanya terangkat ke atas, sementara lift masih bergerak naik.
***
Kaila bergerak untuk menutup luka tembakan di bahu Astrid. Terlihat darah mengalir lagi di hidung Astrid.
Kenapa semakin parah…
“Kaila... jangan menangis,” ucap Astrid dengan lemah.
“Tidak… Astrid maafkan aku maafkan, semuanya karena aku... dimana ponselku? Aku tidak menemukannya, berikan ponselmu biar kupanggil ambulan…” ucap Kaila yang tergugu dan meraba-raba ke sekitarnya untuk menemukan ponsel. Sangat sakit hatinya melihat keadaan sahabat satu–satunya menjadi seperti ini.
“Tidak Kay... lupakan ambulan, aku sakit sudah lama... aku ke Bali untuk kemo...”
“A-aku menderita leukimia...”
Betapa terkejutnya Kaila, bak disambar petir mendengar pengakuan Astrid yang tak pernah terbayangkan oleh Kaila sama sekali. Mengingat Astrid yang ceria, lincah dan usil. Ternyata menyimpan sakit di tubuhnya.
“Kamu bicara apa, As...” Kaila masih menangis.
“Sejak aku kecil... aku sudah mendapati gejalanya... puncaknya saat sebelum kita ke acara kelulusan Tuan Hansel...”
“Kenapa kamu tidak bilang padaku...” Tangisan Kaila semakin menjadi.
Astrid menggeleng.
“Aku menyayangimu... apa lagi saat tahu kamu hamil... aku ingin menunggu putramu lahir... Gavin adalah penyemangat hidupku...” Menetes air mata Astrid menahan sakit di bahunya, sekaligus sakit dari penyakit yang telah menggerogoti tubuhnya.
Kaila merobek kain bawah gaunnya dan segera menekan luka di bahu Astrid agar mengurangi perdarahannya. Wajah Astrid semakin pucat dan bibirnya menghitam. Gaun putih Kaila kini penuh dengan warna merah dari darahnya Astrid.
“Pegang ini sebentar, As… aku masuk ke dalam dulu, aku ingin cari telepon.” Kaila masih berusaha untuk menghubungi ambulan.
Saat Kaila ingin bangkit, Astrid menahan lengannya. “Baik–baiklah hidup bersama Tuan Hansel... Dia akan menggantikan aku, menjagamu...” Dan… Itulah ucapan terakhir Astrid saat kemudian matanya tertutup.
“Hansellll...” Kaila berteriak meraung memanggil nama Hansel, berharap dia datang dan menolongnya saat ini.
Disaat yang sama, mendengar suara teriakan yang menyebut namanya, Hansel tahu itu suara Kaila. Saat akhirnya keluar dari pintu lift, dia langsung berlari ke arah kamar nomor 30 dan mendapati Kaila sedang menangis dan gaunnya penuh dengan darah.
“Sayang!” teriak Hansel ketika berlari mengarah ke posisi Kaila.
Hansel bak malaikat penolong yang tiba–tiba datang.
“T-tuan Hansel tolong bawa Astrid, cepat... dia tertembak… dia sudah tidak sadarkan diri...” ucap Kaila yang masih menangis pilu.
Hansel lalu menyentuh urat nadi di leher Astrid, hanya terasa denyutan yang lemah. Lalu Hansel memandang kondisi Kaila yang berantakan, gaunnya sobek dan bersimbah darah.
Segera dia melepas jas miliknya dan dia pakaikan ke tubuh Kaila.
“Aku akan menggendong temanmu ini lalu kita ke bawah. Dika sudah menunggu dan kita akan ke rumah sakit,” ucap Hansel bergerak cepat.
Kaila mengangguk cepat. Apa saja terserah, yang penting Astrid bisa segera tertolong. Sambil menangis dia mengikuti langkah Hansel yang sudah mulai membawa Astrid di gendongannya.
karena ayah kandung tdk mengorbankan darah dagingnya sendiri hanya untk ambisi yg kejam,,
hazel selamatkan rumah tanggamu
jngn sprti maxim,,