NovelToon NovelToon
ROMANCE BOY

ROMANCE BOY

Status: tamat
Genre:Kisah cinta masa kecil / Tamat
Popularitas:412
Nilai: 5
Nama Author: tata

Aruna hanya memanfaatkan Arjuna Dewangga. Lelaki yang belum pernah menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Lelaki yang terkenal baik di sekolahnya dan menjadi kesayangan guru karena prestasinya. Sementara Arjuna, lelaki yang anti-pacaran memutuskan menerima Aruna karena jantungnya yang meningkat lebih cepat dari biasanya setiap berdekatan dengan gadis tersebut. *** "Mau minta sesuatu boleh?" Lelaki itu kembali menyuapi dan mengangguk singkat. "Mau apa emangnya?" Tatapan mata Arjuna begitu lekat menatap Aruna. Aruna berdehem dan minum sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Arjuna. "Mau ciuman, ayo!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 32

"Yakin, kamu lagi horny dan mau beli kaya gitu keluar? Emang Bisa?" Arjuna menatap sang tunangan dengan gemas, mencium pipinya yang semakin berisi. Dengan pelan, membawa tubuh Aruna menuju kamarnya. Gadis itu menggeleng tidak yakin, apalagi bibirnya di kecup sepanjang Arjuna menggendongnya.

Bibir Aruna seolah tidak bisa lepas dari bibir Arjuna. Lelaki itu membawanya masuk ke dalam kamar tamu, bukan kamar Aruna. Dirinya menaruh Aruna di kasur, langkahnya dengan pelan menuju pintu dan menguncinya rapat.

"Sudah siap, sayang?" Tanya Arjuna dengan sensual.

Aruna menatap bingung. "Siap apa?" Tanyanya dengan polos.

"Apalagi, selain merealisasikan apa yang ada di kepala kecil kamu, gadis nakal." Arjuna membelai dengan lembut lengan Aruna. Membuat gadis itu merinding, tatapan Arjuna seolah menelanjangi tubuhnya.

Aruna sadar, dia sudah tidak bisa lepas lagi---ketika Arjuna mengunci pintu kamarnya. Toh, Aruna memang tidak berniat kabur atau melarikan diri.

"Emang kamu tahu, apa yang ada di pikiran aku?" Aruna menarik tubuh Arjuna agar terduduk di tepi ranjang. Jemarinya dengan lembut bergerak, mengusap-usap lutut Arjuna---naik hingga paha dan membuat pola-pola abstrak disana.

Arjuna mengerang pelan, ketika dengan nakalnya---Aruna membelai selangkangannya dengan lembut. Benar- benar tidak takut sama sekali. Gadis itu bahkan dengan centil menaruh rambutnya ke belakang dan berpose menggoda. Payudaranya dia majukan dengan kaos yang kebesaran. Membuatnya terlihat menonjol dan kaki yang dilebarkan.

"Kamu belajar darimana sih, sayang?" Arjuna bertanya heran. Meski begitu, pemandangan Aruna yang berpose seperti itu, membuat matanya menatap tanpa kedip.

Benar-benar cantik dan menggoda

"Menurut kamu, dari siapa sayang?" Aruna bertanya balik dan mengigit bibirnya menggoda. "Kamu nggak kangen sama ini?" Aruna mendekat, memeluk kepala Arjuna di dadanya.

"Kangen terus sama semuanya, terutama ini---yang belum pernah aku coba." Arjuna menepuk pelan, bagian sensitif milik Aruna.

"Ahhhhsss sayang," Desahnya manja dan lembut. "Kamu suruh-suruh aku olahragah, daripada diet kan? Yaudah, olahraga ranjang aja." Usulnya dengan santai.

"Dengerin, aku bukannya nggak mau. Munafik kalau aku bilang nggak tergoda, lihat kamu secantik ini." Arjuna membelai wajah cantik tunangannya dan menatapnya lekat. "Tapi, kamu berharga buat aku rusak sayang. Nanti ya, setelah kita nikah." Bujuknya memeluk dan mengusap lengannya.

"Jadi aku di tolak terus nih?" Aruna bertanya sedih.

Arjuna menggeleng, melepas pelukannya dan menatap dengan lembut wajah Aruna. "Nggak ditolak sayang, lihat---" Arjuna menunjuk miliknya yang sudah berdiri tegak. Wajahnya yang frustasi pun terlihat jelas. "Bisa aja aku lakuin sekarang, tapi sabar ya? Nanti setelah nikah, kita lakuin setiap hari pun aku siap."

Arjuna tersenyum geli setelah mengucapkan hal tersebut. Berbeda dengan Aruna yang mencubit pinggang Arjuna dengan kesal. Aruna lekas memperbaiki tampilannya dan menarik selimut.

"Kamu mah, plin plan! Tadi katanya iya, godain aku balik, giliran aku siap malah nggak jadi. Rasanya kaya di PHP," Cibir Aruna cemberut.

Arjuna mengusap-usap gemas rambut Aruna. "Sayang, aku udah janji sama Om Anggara dan Tante Lila. Laki-laki yang di pegang apa? ucapan dan janjinya, kan?" Aruna terdiam mendengarkan, meski masih kesal.

"Aku nggak bisa bayangin kalau mereka bakal kecewa sama kamu, mereka itu sayang banget sama kamu." Jelas Arjuna menarik nafas dengan pelan. "Aku nggak sekuat itu, kadang pikiran aku goyah--- kayak tadi, hampir aja benar-benar aku lakuin. Tapi, pikiran aku berontak dan bilang jangan."

Aruna mengangguk paham, lekas memeluk tubuh Arjuna dengan erat. "Maaf, sering nakal dan banyak mau." Ucapnya dengan manja.

Arjuna mengangguk. "Nggak apa-apa, nanti---setelah nikah, aku yang bakal banyak mau kok. Sabar ya sayang," Pintanya lembut dan sabar.

"lya, aku sabar kok." Aruna lantas mengalungkan lengannya ke leher Arjuna.

"Tapi, mandi bareng ya? Mepet nih waktunya, nanti Karin marah kalau kita telat." Siasatnya membuat Arjuna tersenyum geli.

"Kamar mandi disini nggak cuma satu, sayang." Balas Arjuna geli.

Aruna merengut kesal. "Hm, yaudah lah. Emang sok kuat, meskipun kamu mabuk atau minum obat perangsang pun nggak bakal apa-apain aku!"

"Bagus, anak pintar! Nurut ya?"

"Hm,"

"Aku mandi di kamar mandi sini, ya? Kamu mandinya di kamar kamu. Sana sayang," Perintahnya membawa tubuh Aruna untuk berdiri.

"Apa sih ngusir-ngusir! Kamu pikir, ini apartemen punya kamu?!" Kesalnya menepis tangan Arjuna.

Cup

Arjuna mencium pelipis Aruna. "Jangan bicara ketus gitu, baik-baik kan bisa. Kamu aja kalau di chat sabar sayang, selama LDR kamu jarang marah---ini, sekalinya ketemu marah? Apa kita LDR terus?"

Gadis itu menggeleng panik, lekas merapatkan tubuhnya pada Arjuna. "Nggak suka marahan di chat, ribet soalnya. Aku nurut kok, jauhin Raka." Akunya dengan jujur.

Arjuna mengangguk percaya. "Pintar, kalau dia chat atau deketin kamu lagi--- langsung bilang sama aku ya?" Aruna mengangguk dan mengacungkan jempolnya.

"Yaudah sana mandi ya?"

Aruna keluar, berjalan menuju kamarnya sendiri untuk mandi. Butuh waktu beberapa menit hampir satu jam untuk Aruna bersiap. Arjuna dengan sabar menunggu dan menonton televisi. Ketika Aruna keluar, baru dirinya menatap tajam kekasihnya.

Baju yang Aruna pakai begitu terbuka dan ketat, memperlihatkan lekuk tubuhnya dan bahunya yang telanjang. Arjuna jelas tidak akan suka melihatnya. Apalagi riasan wajah Aruna yang membuat tampilannya begitu cantik dan lebih dewasa.

"Ganti baju," Titahnya dengan tegas.

Aruna menghentakkan kakinya kesal. "Nggak mau, ini udah cantik!" Lelaki itu tetap menggeleng tidak peduli.

"Nggak usah pergi, kalau kamu susah di atur!" Aruna ingin menangis ketika Arjuna berkata dengan ketus. Lelaki itu duduk dan memalingkan wajahnya, enggan menatap. "Aku kan udah sering bilang sama kamu, apa susahnya pakai baju sopan?"

Aruna melempar tas dan duduk di lantai, seperti anak kecil merengek. "Jangan marah, aku nurut kok!" Bantahnya tidak terima. "Kamu aja yang pilihin baju," Putusnya dengan nada lembut.

Arjuna melunak, lelaki itu bangkit dan membawa tubuh Aruna ke dalam pelukannya. Lelaki itu berjalan dengan langkah pasti menuju kamar Aruna. Mencari baju yang sesuai dengan kemeja yang dia pakai, kemudian membantu Aruna memakainya.

"Cantik sayang," Pujinya melumat bibir Aruna yang manis karena memakai lip tint.

Ciuman tersebut menghapus sedikit pewarna bibirnya, Aruna bahkan tidak sadar. Pipinya bersemu, ketika Arjuna menciumnya terus menerus. Jemari keduanya saling bergandengan tangan. Lelaki itu memesan taksi online, karena tidak membawa mobil.

Sampai di tempat yang di tuju, Aruna datang bersamaan dengan Misel dan Ethan. Mereka mengenakan baju senada.

"Gue penasaran banget sama pacar Karin," Misel pun mengangguk sama.

Sampai di tempatnya, sudah ada Karin dan sosok lelaki yang gadis itu sempat ceritakan sedikit. Laki-laki itu terlihat matang dan dewasa. Matanya menelisik dan menatap Arjuna dengan senyuman ringan.

"Putra Pak Dewangga?" Arjuna mengangguk menyalami.

"Benar, saya Arjuna," Sapanya dengan sopan.

"Saya Mahendra, rekan kerja papa kamu." Bahasanya yang formal, membuat Ethan, Misel dan Aruna saling tatap.

Karin nemu modelan laki kaya gini dimana? Dia kan mulutnya tukang gosip? Batin Aruna menatap penasaran.

Mahendra mengangguk, kemudian menatap Karin yang mengenalkan teman- temannya.

"Mahendra," Jemarinya menjabat tangan Aruna yang berdiri di samping Arjuna.

"Aruna, Om!" Sapanya membuat Misel menyikut lengannya pelan.

"Mas Mahen belum setua itu, Aruna!" Protes Karin melotot. "Panggil dia Mas Mahen, jangan Om ya!"

Misel menutup mulutnya menahan untuk tidak tertawa, sementara Aruna mengangguk mengiyakan. Mahendra benar-benar tinggi dan besar, beda dengan Aruna yang pendek. Pantas saja jika Aruna memanggilnya om, menurut Misel masih pantas.

"Karin, sudah tidak apa-apa. Semua orang bebas memanggil saya apa, asalkan masih sopan." Nasehatnya menatap Karin dengan serius. "Kamu, dulu panggil saya juga om." Ujarnya mengingatkan.

"Ih! Itu kan dulu Mas, sekarang mah beda lagi." Jawabnya mengelak.

Mahen merendahkan tubuhnya, agar sejajar dengan Karin. "Baik, bedanya apa Karin? Bisa kasih tahu saya? Karena saya ingin tahu bedanya dulu dan sekarang. Bukannya kalau sekarang, umur saya tambah tua?"

Karin menggaruk pelipisnya bingung. Memilih menyerah tidak menjawab, karena tidak tahu. Terlalu malu untuk jujur tentang perasaannya. Bisa-bisa, dia keceplosan.

"Tumben lo diem aja, Rin? Biasanya lo punya jawaban untuk pertanyaan apapun." Sindir Misel dengan senyuman geli.

"Misel, Om!" Sapanya mengenalkan diri.

"Saya Mahen,"

"Ethan, Om. Saya calon suaminya Misel," Aruna tertawa geli mendengarnya.

Aruna lantas tertawa ringan. "Heh! Lo aja belum tunangan ya?!"

Ethan melirik sinis. "Percaya deh, yang udah tunangan! Gue otw nih sama Misel," Balasnya tidak mau kalah, merangkul bahu Misel.

Mereka serempak duduk, layaknya sedang triple date. Mereka saling bercerita tentang aktivitas kuliah yang mereka jalani kepada Mahendra. Bercerita bagaimana awal mereka mengenal dan banyak hal.

"Nah, sekarang giliran Mas Mahen dong. Gimana bisa ketemu Karin?" Tanya Ethan dengan penasaran.

Mahendra mengangguk. "Saya disuruh ikut kencan buta dan dikenalkan beberapa perempuan agar cepat menikah." Katanya dengan lugas dan rinci. "Selama ini, saya tidak pernah merasa cocok---sampai saya bertemu Karin."

Mereka tersenyum bahagia, sementara Karin---menunduk malu-malu.

"Terus Om? Habis cocok gimana? Masih di jodohin? Atau Om mau lanjut sama Karin?" Tanya Aruna menggebu-gebu penuh binar bahagia.

Mahendra diam sejenak, matanya melirik Karin penuh dan dalam. "Bukankah pernikahan kesepakatan dua orang? Jadi, saya butuh Karin bersedia untuk saya nikahin. Saya tidak memaksa jika dia menolak." Mata Misel dan Aruna lantas melotot, kemudian keduanya bertepuk tangan.

"Karin mah mau banget om!" Sahut Misel antusias.

Aruna ikut mengangguk dengan senyuman lebar. "Iya om, kemarin dia kami ajakin hompimpa buat menentukan siapa yang menikah duluan---eh dia nggak mau. Artinya, dia nggak mau di kalahin dan mau nikah duluan!" Putus Aruna sesukanya, sontak Karin menatapnya tajam.

"Lo jangan bikin penafsiran asal-asalan ya Aruna," Mata Karin menyorot kesal, sementara Aruna tertawa.

"Nggak asal kan, Sel?" Misel mengangguk membenarkan.

"Udah Rin, jangan kebanyakan gengsi. Nikahin aja om, biar saya sama Aruna habis ini bisa nyusul." Sahut Misel mengompori Mahendra.

Mahen mengerutkan keningnya. "Kalian akan menyusul menikah? Kalau finansial, emotional intelligence dan segalanya sudah siap dan beres--- menikah saja, tidak apa-apa. Dari itu semua, paling penting itu menikah dengan siapa." Mahen layaknya orang tua berpengalaman untuk mengarahkan anak-anaknya agar tidak tersesat.

"WAH! Om keren banget pemikirannya, aku suka!" Aruna bertepuk tangan kecil di ikuti oleh Misel. Karin sih sudah biasa jadi tidak seheboh kedua sahabatnya.

Arjuna menarik tangan Aruna yang bertepuk tangan dan menggenggamnya kuat, agar tangan tersebut tidak bertepuk tangan lagi. Gadis itu menoleh dengan senyuman binar kagum. Arjuna justru berwajah dingin, kentara tidak suka.

Aruna mengamati dengan seksama, lelaki itu tidak mau menatapnya. Wajahnya mendekat, menatap wajah sang tunangan.

Cemburu kah? Tapi, ini kan sama om- om... Batin Aruna bertanya heran. Kepalanya pusing memikirkan spekulasi tersebut. Antara percaya atau tidak.

"Jangan terlalu memuji saya, pasangan yang kalian miliki pun--- kadang di pandang hebat dan keren oleh orang lain." Tukas Mahen, ketika mendapati tatapan datar dari kedua remaja yang siap menginjak dewasa. Dia minum dengan santai, matanya menoleh pada Karin yang santai memakan dessert.

Aruna mengangguk membenarkan. "Kalau calon suami aku mah emang paling keren dan hebat Om, makanya aku cinta banget!" Gadis itu memeluk lengan Arjuna erat.

Wajah mengetat Arjuna perlahan mengendur, telinganya memerah karena bangga dan senang. Sederhana, tapi membuat perasaannya meletup bahagia.

Tak mau kalah, Misel pun turut mengangguk. "lya, pacar aku juga keren di antara yang lainnya." Namun, sepertinya Misel salah berucap.

"Yang lainnya tuh siapa maksudnya?" Ethan yang sejak tadi diam, bertanya dengan kesal.

Misel tersenyum geli. "Aduh, kamu mah! Nggak ada deh, lupain. Oh iya, Karin pernah muji om nggak?" Gadis itu bertanya penasaran.

Mahen menggeleng. "Mungkin, bahasa cintanya Karin bukan word of affirmation." Jawabnya, setelah mencoba menganalisa gadis di sebelahnya.

"Kamu tahu darimana, Mas?" Karin menoleh penasaran.

"Terus apa, Om?" Tanya Aruna dan Misel bersamaan.

Mahen menarik sudut bibirnya dengan tipis. "Menggosip." Jawabnya serius, namun Aruna dan Misel justru tertawa. Mereka menganggap ucapan Mahen hanya bercanda.

Ethan dan Arjuna pun menarik sudut bibirnya. Membenarkan ucapan Mahen, bahwa Karin memang suka menggosip. Tidak hanya Karin sebenarnya, Aruna dan Misel pun sama.

"Nggak ada ya! Mana ada menggosip jadi bahasa cinta!" Bantah Karin tidak terima.

Aruna menaikkan sebelah alisnya. "Alah- alah Karin, kalau nggak ada bisa di ada- adain dong. Ya kan, Sel?" Aruna mengedipkan sebelah matanya pada Misel.

"Setuju gue sama lo, Run. Emang Karin tuh suka gosip, Om. Om aja pernah di gosipin," Bocor Misel membuat Karin menendang pelan kakinya, dibawah meja.

Mahen menoleh tertarik. "Boleh saya tahu, Karin gosipin apa tentang saya?" Lelaki itu bertanya sopan dengan santai. Tidak terlalu menuntut.

Sepanjang malam, dihabiskan dengan perbincangan Aruna, Misel dan Mahen. Karin hanya sesekali ikut menimpali. Aruna dan Misel hanya berusaha bersikap ramah dan membuat Mahen nyaman berada di tengah-tengah mereka. Hanya itu saja, tidak lebih. Lebihnya sih, agar lelaki itu tetap bersama Karin yang penuh gengsi.

Selesai makan, mereka semua bersiap untuk pulang dengan kendaraan masing- masing. Arjuna sudah menghubungi supirnya untuk datang.

"Saya senang bertemu kalian semua, terimakasih sudah menerima saya dengan baik. Salam untuk Pak Dewa, Arjuna." Mata Mahen menatap Arjuna dengan senyuman tulus.

"lya, nanti saya sampaikan. Terimakasih juga, sudah membuat calon istri saya terkesan." Balasnya dengan datar, menekankan kata calon istri. Mempertegas, bahwa Aruna hanya miliknya.

Aruna tersentak dengan ucapan Arjuna, gadis itu mengerutkan keningnya heran.

"Termasuk, calon istri saya juga." Balas Ethan mengintimidasi.

Mahen tertawa mendengar ucapan kedua lelaki di depannya. Merasa geli dengan keduanya yang cemburu. Tidak, lelaki itu tidak berniat membuat siapapun terkesan. Dirinya memang seperti itu, mencoba mengakrabkan diri dengan semua hal yang Karin suka dan dekat.

"Tenang saja, milik kalian tetap akan menjadi milik kalian. Begitu pun sesuatu yang sudah di takdirkan untuk saya, akan menjadi milik saya. Mari semua, ayo Karin!" Mahen menarik lembut jemari Karin dan menautkan dengannya. Keduanya berjalan meninggalkan yang lainnya lebih dulu.

Aruna dan Misel kompak saling menatap dan berjingkrak bahagia.

"Karin tuh buta apa gimana ya? Orang secinta itu, nggak kelihatan?" Tanya Aruna dengan penasaran pada yang lain.

Arjuna meraih lengan Aruna lembut. "Kamu tahu, semut di sebrang lautan kadang lebih terlihat daripada gajah di pelupuk mata?"

Aruna menggaruk kepalanya bingung. "Apa sih, maksudnya? Coba jelasin sayang," Pintanya pada Arjuna.

"Maksudnya, Karin kenapa sih?" Misel bertanya, ikut penasaran.

Ethan kontan menoleh. "Nggak usah jauh- jauh ke Karin deh, coba lihat diri sendiri masing-masing. Coba ingat-ingat, kamu peka nggak waktu aku suka kamu dari dulu?" Laki-laki itu menatap Misel. Aruna yang mendengarnya tersenyum.

Gadis itu menggeleng cepat.

"Huuu dasar Misel, nggak peka-peka ya!" Cibir Aruna, membuat Ethan tertawa geli.

"Lo juga, Run! Udahlah, gue pulang duluan ya. Kalian nggak mau bareng?" Arjuna menolak halus dan mengucapkan terimakasih.

Aruna melepas high heels yang dirinya pakai, ketika merasakan kakinya pegal dan sakit. Untung restoran sudah sepi karena sudah malam. Arjuna menoleh lantas berjongkok, meminta Aruna untuk naik. Lelaki itu memegang kaki Aruna yang melingkari pinggangnya.

Cup

Aruna mengecup pipinya singkat, setelah memastikan tempat sepi. Mungkin mereka pengunjung terakhir di tempat itu. Mereka menuju keluar dan sudah ada supir keluarga Arjuna yang menunggu. Lelaki itu lekas membuka pintu untuk Aruna.

"Besok pagi, Mama suruh ajak kamu ke rumah." Aruna menoleh ke samping.

"Nggak malam sekalian?"

Arjuna menggelengkan kepalanya. "Dari pagi, besok aku jemput ya?"

Aruna mengangguk dan menyandarkan kepalanya. Matanya terlihat mengantuk sekali. Energinya sudah habis karena terlalu bahagia melewati hari ini. Bersama Arjuna, memang membuatnya bahagia dan mengantuk di waktu yang bersamaan. Aruna hanya---terlalu nyaman berada dekat dengan Arjuna. Sayup- sayup telinganya mendengar bisikan lembut, sebelum matanya terpejam.

"Selamat malam my future wife."

1
SGhostter
Gak bosen
·Laius Wytte🔮·
🤩Kisah cinta dalam cerita ini sangat menakjubkan, membuatku jatuh cinta dengan karakter utama.
Zhunia Angel
Karakter-karakternya sangat hidup, aku merasa seperti melihat mereka secara langsung.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!