The Curse Of Beauty
"Kau cantik sekali" kata seorang pria dengan perawakan tampan dan tinggi pada seorang wanita mungil yang telah terbaring tanpa busana di atas ranjang.
"Benarkah? Kalau begitu kenapa Anda tidak segera datang untuk mencicipi saya?" kata wanita dengan bibir tipis merah itu.
"Baiklah. Aku datang"
Suara desahan dan teriakan manja terdengar hampir di sepanjang malam di tengah lingkungan yang penuh dengan kegiatan penuh hiburan dewasa itu.
Dan ketika pagi menjelang pria itu telah pergi, meninggalkan setumpuk uang di sebelah tubuh wanita.
Sembilan bulan kemudian, suara teriakan kembali terdengar di kamar yang sama.
Hanya saja, kali ini bukan teriakan penuh kenikmatan. Melainkan teriakan kesakitan.
"Ayo, dorong lagi!!"
"AAAAAAHH!!!!"
Dengan wajah memerah menahan sakit, wanita yang sedang berjuang melahirkan anak itu tetap memiliki kecantikan tak terbantahkan.
Saat sakit tak dapat ditahan lagi, terdengarlah suara tangisan pertama seorang bayi.
"Selamat. Bayinya perempuan!!" seru sang bidan yang membantu kelahiran bayi itu.
Ketika bayi itu diserahkan ke ibunya, hanya ada senyuman penuh kasih sayang yang terpancar.
"Selamat datang ke dunia, cantik" ucap sang ibu lalu mencium bayinya.
"Bayi yang cantik. Sayang sekali dilahirkan di tempat seperti ini" ujar bidan membuat ibu yang baru saja melahirkan itu berubah ekspresi. Senyum yang tadi tampak begitu indah menghiasi wajah, sirna sudah.
"Dia akan hidup, meski di tempat seperti ini" balas sang ibu bayi lalu memekik kesakitan lagi.
Bidan hanya bisa mendesah panjang ketika mendengarnya lalu membersihkan sisa darah yang ada di perut ibu melahirkan. Setelah memeriksa semuanya dan memastikan pekerjaannya beres. Bidan mulai membersihkan bayi.
"Rambutnya hitam keriting. Tebal. Alisnya tertata rapi. Kulitnya putih bersih tidak ada tanda lahir. Jari tangan dan kakinya lengkap. Semuanya sempurna" ucapnya lalu mengembalikan bayi ke ibunya dalam keadaan telah memakai baju bayi berwarna merah jambu.
"Kirana" ujar sang ibu.
"Siapa?"
"Nama bayi ini. Kirana. Kirana. Anak perempuan yang cantik"
Bidan tersenyum lalu duduk di samping ibu melahirkan. Menepuk-nepuk bayi yang mulai menjilat tangannya sendiri.
"Nama yang cantik. Artinya bagus. Sama seperti ibunya. Juwita. Cantik"
Sang ibu tersenyum lagi penuh kasih lalu mengambil bayi dari tangan bidan. Menghirup aroma bayi perempuannya dan menimangnya dengan lembut.
"Dia akan menjadi anak yang cantik seperti namanya" harap ibunya.
Lima tahun berlalu dengan sangat cepat. Dan bayi perempuan itu benar-benar tumbuh menjadi anak yang cantik.
Rambut keriting halusnya memanjang hitam sepinggang, menutupi leher jenjang. Alis mata rapi hitam di atas mata. Yang memiliki warna pupil biru kehijauan. Kulit putih bersihnya mencolok di lingkungan yang lebih sering berada dalam kegelapan. Dan senyumnya manis sekali. Seakan dapat menggantikan sinar matahari yang tak pernah terlihat.
"Ibu!!!" teriaknya sembari berlari menuju rumahnya.
Pintu rumahnya tertutup membatalkan niat anak perempuan itu untuk masuk. Dia duduk diluar rumah, menutup telinga karena tidak mau mendengar apapun.
Saat pintu terbuka dan seorang pria keluar dari rumahnya dengan pakaian berantakan, sebuah tangan ramping mengelus kepala anak perempuan itu.
"Kenapa sudah pulang?"
Anak perempuan itu menoleh dan tersenyum.
"Ibu, di sekolah tidak ada guru" jelas anak perempuan itu lalu masuk ke dalam rumah. Meletakkan tas di atas meja dan mencari makanan sendiri dalam lemari.
"Tidak ada guru? Kemana semua guru di sekolahmu?" tanya ibunya.
"Guru? Tidak tahu. Mereka semua hilang"
Ibu anak perempuan itu mendesah panjang. Mengetahui kebenaran tentang kepergian semua guru di sekolah putrinya.
Lingkungan yang mereka tinggali sebenarnya sangat ramai dengan anak kecil. Karena itu pemerintah membangun sebuah sekolah untuk tempat anak-anak itu belajar. Sayangnya, semua anak itu adalah hasil sebuah hubungan yang tak baik.
Jadi tidak banyak guru yang berkenan mengajar. Menganggap mereka akan direndahkan karena mengajar anak-anak haram. Dan guru terakhir yang masih bertahan akhirnya pergi juga.
"Bagaimana kalau Kirana tidak sekolah? Bisa temani ibu di rumah seharian" kata ibunya lalu memeluk erat anak perempuan itu.
"Tidak! Aku akan belajar di sekolah. Tidak mau menemani ibu di rumah seharian"
"Untuk anak berumur lima tahun kenapa bicaramu lancar sekali?"
"Aku pintar karena belajar. Kata ibu aku harus lebih pintar lagi"
"Iya. Putri ibu harus lebih pintar. Lalu pergi dari rumah dengan penghargaan murid tertinggi"
"Penghargaan?"
"Iya. Kirana harus belajar lebih keras supaya dapat penghargaan. Nanti ibu akan menempelkannya di dinding"
"Benar? Ditempel di dinding?"
"Iya"
Kedua ibu dan anak itu berpelukan lagi penuh kasih sayang. Malam ini mereka makan roti dengan sup bakso yang panas. Lalu malam datang dan sang ibu harus kembali bekerja. Membuka pintu rumah untuk laki-laki yang membutuhkan hiburan.
Dan putrinya? Tidur nyenyak di gudang kecil di belakang rumah.
"Silahkan Tuan!!" teriak ibunya dengan suara manja nan menggoda.
Seorang pria datang mendekat.
"Kau, wanita yang sangat cantik" kata pria itu.
"Benarkah Tuan? Apa Anda ingin melihat lebih dekat?"
"Tapi ... Bukannya kau punya anak? Kata orang dia lebih cantik darimu. Bisakah aku melihatnya?"
Wajah sang ibu segera berubah kaku.
"Tuan!! Putriku masih terlalu kecil. Dia akan takut dilihat olehmu! Kenapa tidak aku saja? Aku tidak takut denganmu"
"Kecil? Tapi aku suka dengan perempuan muda" jawab pria itu membuat sang ibu murka. Tapi menyembunyikan amarahnya dibalik kecantikan.
"Tuan!! Anda membuat saya sedih. Ternyata saya tampak jelek di mata Tuan. Hiks!!" balas sang ibu dengan Isak tangis palsu.
"Tidak. Kau cantik. Kau sangat cantik"
Akhirnya pria kurang ajar itu menyerah dan datang ke pelukan sang ibu. Disaat si ibu kelelahan dan tertidur, dia tidak menyangka pria itu melakukan sesuatu.
Terdengar suara pintu berderit dan ...
"Ketemu ... "
"Cantik sekali, lebih cantik dari ibunya. Hahahaha"
Sang ibu merasa terganggu dengan suara tawa yang jelek itu dan bangun. Dia tidak melihat pria yang tadi menyentuhnya juga uang di atas ranjang. Pintu rumah masih tertutup rapat.
"Kemana dia?" tanyanya lalu merasakan firasat buruk.
Memakai baju sembarangan, dia segera berlari ke arah gudang. Pria itu tertawa lebar di dekat putrinya yang tertidur. Sang ibu berlari dan menendang pria itu sekuat tenaga. Dia berhasil membuat pria itu terdorong ke belakang dan menabrak dinding.
Tak menunggu pria itu sadar, sang ibu mengangkat putrinya dan lari keluar rumah. Dia terus berlari menyusuri atap buatan manusia yang membuat lingkungan itu menjadi tempat tergelap di kota. Sampai menginjak jalan yang disinari oleh matahari.
"Ibu"
Sang ibu melihat putrinya yang terbangun dan memeluknya erat.
"Kita pergi. Kita pergi!!" katanya berulang lalu duduk terjatuh di atas tanah.
"Pergi? Kemana?" tanya anak perempuan yang tampak semakin cantik di bawah matahari itu.
"Kemana saja, tapi tidak disini" ucap ibunya yang kemudian menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
cuma baca
na'udzubillah
2025-08-25
0
cuma baca
astagaaa/Panic//Panic//Panic//Panic//Panic/
2025-08-25
0