menceritakan tentang seorang wanita yang terlahir lagi menjadi seorang mafia untuk membalaskan dendam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ridwan jujun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pelecehan
Semenjak itu Liana jadi jarang melihat Arion, pria itu selalu pergi setiap hari. Berangkat pagi-pagi buta dan pulang larut malam sehingga tidak ada celah untuk mereka bertemu, Liana berpikir apakah Arion marah padanya karena ia tidak memberikan semua jawaban nya?
Tapi, Arion bukan pria yang seperti itu, mungkin hanya beberapa detik saja Arion kesal padanya namun setelah itu ia kembali menjadi Arion seperti biasa.
Liana terus memikirkan hal itu, kesalahan apa yang ia lakukan sampai membuat Arion sulit ditemui apa karena ia tidak memberikan jawaban? Apa itu terlihat seperti berlebihan?
Padahal mereka satu atap tapi bertemu saja jarang, setiap sarapan, makan siang atau makan malam ia tidak pernah melihat Arion. Biasanya pria itu selalu datang tepat waktu tapi kini, jangankan terlambat hadir saja tidak.
"Masa ia aku mengatakan semuanya?" gumam Liana.
Dan sekarang ia bisa kembali kuliah, yah walaupun sedikit membebani dirinya karena banyak sekali pertanyaan yang diberikan oleh Dosen serta beberapa teman kelasnya tentang penyakit apa yang Liana hadapi. Tidak mungkin ia mengatakan kalau, ‘Hampir mat1 karena kelaparan ’, lucu sekali.
"Setelah ini aku harus menemui Ayah kemudian kembali berolahraga raga," melihat jam pada ponsel.
"Huft~ kenapa aku malas berolahraga setelah gendut begini! Kenapa harus terjadi pada ku sih?!" kesal Liana menghentakkan kakinya.
"Liana?"
Liana menoleh dengan yang masih ekspresi kesalnya.
Tunggu, dia ... Evan Reviano? Salah satu mantan cewek teman kelasnya?
"Ada apa?"
"Ah, aku hanya menghampiri mu karena aku melihat mu berdiri sendiri di sini,"
“𝘈𝘱𝘢 𝘮𝘢𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘪𝘩?! 𝘉𝘶𝘢𝘵 𝘬𝘦𝘴𝘢𝘭 𝘴𝘢𝘫𝘢!”
"Aku minta maaf atas kejadian lalu yang membuat mu tidak nyaman, padahal waktu itu aku bermaksud untuk ingin kenal saja dengan mu ternyata membuat orang salah paham,"
"Oh, tidak apa."
Liana mengalihkan pandangan menatap depan, “𝘈𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘵𝘢𝘬𝘴𝘪 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘩? 𝘔𝘢𝘯𝘢 𝘉𝘶𝘴 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘭𝘦𝘸𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘭𝘶, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘪 𝘣𝘪𝘴𝘢-𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘢𝘩𝘢𝘮. 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘬𝘩𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘈𝘳𝘪𝘰𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘶𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘌𝘷𝘢𝘯 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘨𝘢𝘸𝘢𝘵!”
"Oh ya, apakah cowok kemarin adalah pacar mu?" tanyanya.
"Ah! I–iya!"
“𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶𝘢𝘯? 𝘚𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘥𝘪𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘬𝘢𝘪 𝘯𝘢𝘮𝘢 𝘈𝘳𝘪𝘰𝘯, 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘳𝘪𝘯 ‘𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘈𝘳𝘪𝘰𝘯.”
"Ternyata kau sudah pacar, yah ... jadi sayang banget deh," senyum nya.
Liana hanya tersenyum tipis, ia harus cepat-cepat pergi sebelum terjadi sesuatu. Apalagi Evan adalah cowok yang rumornya 𝘱𝘭𝘢𝘺𝘣𝘰𝘺 dan sedikit gil4 dengan wanita walaupun tampangnya lumayan tapi dia selalu bermain dengan tante-tante di Club.
Ya iyalah, namanya juga cowok ganteng dari keluarga kaya.
"Permisi, aku harus pergi."
Liana sudah melihat taksi yang sedang menuju kemari walaupun jaraknya masih lumayan jauh.
Tapi, tiba-tiba Evan memegang tangannya membuat Liana terkejut.
"A–apa i–ini?!"
"Padahal aku sudah mencoba untuk baik-baik, tapi kau menolak ku,"
𝘋𝘦𝘨!
"Le–lepas! Jangan macam-macam kau yah!" Liana memberontak agar tangannya bisa terlepas dari Evan.
"Ternyata kau lebih lumayan dari Celsi, walaupun kau sedikit berisi seperti lebih memuaskan," senyum penuh keinginan.
"Lepaskan aku! Aku akan berteriak jika kau berani macam-macam!"
"Teriak lah, semua orang akan menganggap kalau kita pacaran jadi sudah wajar mereka melihat hubungan mesra pada remaja,"
Liana sudah panik jika ia tidak bisa kabur dari Evan bisa-bisa sesuatu yang terjadi lebih buruk dari tidak makan seminggu.
"Kau harus ikut aku,"
"Tidak mau!"
𝘉𝘶𝘨𝘩!
"Aghk!"
Liana menendang bawah Evan hingga cowok itu membungkuk memegang bagian bawahnya, ini kesempatan Liana kabur. Liana berlari menjauh dari Evan.
"Si4lan! Berhenti kau!" Evan mengejar Liana.
Liana terus berlari sembari sesekali melihat ke belakang dan ternyata Evan masih mengejarnya, jika ia terus berlari Evan akan mudah menangkapnya apalagi Evan sangat cepat berlari karena dia juga atlet pelari.
Liana harus bersembunyi.
Liana berbelok ke jalan kecil siapa tahu ada tempat untuk bersembunyi dari Evan.
Di sini hanya ada perumahan yang berpagar besi, dinding dan ada juga yang kayu. Di sini tidak ada tempat yang aman untuk bersembunyi kalau pun masuk ke pekarangan rumah orang lain ia harus melewati perbatasan pagar, pasti memakan banyak waktu dan dengan mudah Evan menangkapnya.
Ah! Ada jalan lain, sepertinya itu gang kecil. Liana pun berbelok ke gang tersebut.
Siapa tahu gang ini adalah salah satu tempat yang cocok untuknya bersembunyi.
𝘋𝘦𝘨!
Ternyata ini bukan gang melainkan jalan buntu.
Nafas Liana tersenggal-senggal sembari menggelengkan kepalanya tak percaya, ia salah pilih jalan.
Liana memundurkan langkahnya untuk segera pergi sebelum Evan menangkapnya.
"Kena kau!"
Liana terkejut ternyata Evan sudah ada di belakangnya dengan nafas tersengal-sengal juga. Ini lebih buruk dari tempat tadi, sekarang ia terjebak di jalan buntu, bisa saja Evan akan melakukan sesuatu yang tidak senonoh di sini.
Liana memundurkan langkahnya.
Evan tersenyum miring, "Kali ini kau tidak bisa kabur lagi,"
Liana menggelengkan kepalanya kuat, "Tidak, jangan, ku mohon, jangan lakukan apa pun pada ku," mata berkaca-kaca.
Evan berjalan mendekat, "Jika saja kau tidak lari, mungkin aku bisa berubah pikiran. Kalau mungkin,"
"Kenapa harus aku?!"
"Kenapa harus kau? Karena di kelas mu cuma Celsi, Fleya, Anera dan kau ... cewek yang paling menonjol. Mereka bertiga sudah ku taklukkan, kini hanya tersisa kau,"
𝘋𝘦𝘨!
Liana baru tahu, 3 di antara cewek yang di sebutkan oleh Evan adalah salah satunya temannya. Walaupun ia dan temannya itu tidak sedekat dan seakerap persahabatan pada umumnya tetap saja teman adalah teman, yaitu bernama Fleya.
Mereka berteman dulu sejak pertama memasuki kuliah tapi semenjak Fleya lumayan populer karena kecantikannya Fleya semakin banyak teman, Liana tidak kecewa karena orang populer memang harusnya begitu.
𝘋𝘦𝘨!
Evan memegang tangannya sembari tersenyum gil4.
"Jika kau menurut pada ku, aku tidak akan berbuat kasar pada mu terlebih lagi di gang ini hanya ada kita berdua," bisiknya.
"Tidak! Aku tidak mau, lepasin! Tol–"
Evan membungkam mulvt Liana menggunakan tangannya.
"Jangan berteriak, si4lan!"
"Tentu saja aku harus berteriak di saat dalam bahaya!" walaupun suara Liana kurang jelas karena tertutup tangan Evan, tapi Evan tetap mengerti ucapan Liana.
"Hoho, rupanya kau semakin berani,"
"Orang seperti mu perlu diberi pelajaran!"
"Aaaaghk!"
Liana menggigit tangan Evan kuat hingga cowok itu menjerit.
"Cewek si4lan!" Evan mengangkat tangannya untuk memukvl Liana.
Liana membulatkan mata kemudian menutup matanya.
𝘉𝘜𝘎𝘏!
"AGHK!"
Liana membuka matanya kala tiba-tiba Evan menjerit kesakitan, Liana melihat 2 pria sedang berdiri dengan tatapan sangat marah.
"E–edgar ... Revan?"
"Liana, kau baik-baik saja?" Revan menghampiri Liana dan mengecek kondisi Liana.
"Revan ...." mata Liana berkaca-kaca, Revan memeluk Liana sambil ia usap rambutnya.
"Jangan takut, ada aku dan Edgar di sini," suara lembutnya walaupun ia sangat marah.
"Si–siapa kalian?! Berani ikut campur!" Evan terduduk di lantai kotor gang.
"Kami? Adalah aj4l mu!" Edgar menarik baju Evan dan kemudian memukvlnya dengan keras.
Liana melirik Evan yang dihaj4r oleh amarah Edgar dalam pelukan Revan, sebenarnya ia juga ingin Evan terus dihaj4r hanya saja ia tidak mau Edgar terlibat masalah.
Evan terlihat sudah tidak berdaya, wajahnya yang penuh dengan luka dan dar4h, pakaian kotor dan tidak ada rupa. Nafas Edgar tersengal-sengal, ia sangat marah kala melihat orang lain menyentuh gadis tercintanya terlebih lagi sampai hendak dilec3hk4n.
"Revan, ayo pulang,"
"Iya sayang, kita pulang," Revan mengecvp kening Liana, "Edgar, kita sudahi saja sebaiknya kita pulang,"
Edgar berhenti memukul Evan walaupun sudah pingsan begitu, kemudian Edgar berdiri sambil mengepalkan tangannya.
Urat-urat yang di kening, leher dan tangannya menonjol, itu sudah cukup terlihat bagi orang yang sangat marah.
Edgar berbalik menghampiri Liana.
"Kau baik-baik saja? Ada yang luka?!" memegang bahu Liana, ekspresi Edgar kembali melembut setelah bertatapan dengan Liana.
Liana menggelengkan kepalanya tanda ia baik-baik saja.
Edgar menunduk dan menghela nafas kemudian berdiri dengan tegak.
"Kalian pergilah ke mobil, aku akan mengurusnya!" Edgar hendak mendekati Evan namun Liana menahan lengan Edgar.
"Tidak, jangan,"
Edgar menoleh, "Kenapa jangan?! Dia baru saja mel3c3hk4n mu! Kau pikir aku akan diam saja?!"
"Bukan begitu, aku tidak ingin kau terlibat masalah. Jika kau berurusan dengan pihak berwajib bagaimana?"
"Aku akan di tuntut karena kekerasan? Lalu bagaimana dengan dia yang mel3c3hk4n?!"
Liana terdiam, melakukan kekerasan demi menyelamatkan orang dari bahaya sebenarnya tidak apa hanya saja ... haruskah cowok itu mat1? Edgar bisa melayangkan nyaw4 tanpa ragu.
"Kita pulang saja, biarkan dia di sini,"
"Liana!"
Edgar tidak setuju atas keputusan Liana.
Liana menunduk karena ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, pikirannya sekarang sedang kacau.
Edgar melirik tangan Liana yang sedikit gemetar memegang jarinya, ia menghela nafas berat kemudian menggendong Liana.
"Untuk kali ini aku mendengarkan mu, jika sampai kejadian ini terulang lagi aku akan membunvhnya tanpa harus memukvlinya!" Edgar melangkahkan kakinya dan sengaja menginjak tangan Evan yang tergeletak tak berdaya.
Revan juga mengikuti dari belakang.
-
Sesampainya di Mansion, Liana masih bergetar setiap mengingat kejadian tadi ia selalu berpikir negatif. Jika saja Edgar dan Revan tidak datang, pasti sekarang dirinya sudah bukan gadis lagi melainkan gadis kotor.
Edgar menggendong Liana masuk ke Mansion.
"Apa yang terjadi?!" tanya Carlos.
Mereka semua langsung menoleh ke arah Edgar yang menggendong Liana, mereka melihat Liana sedang menyembunyikan wajah pada d4d4 Edgar.
Edgar tidak ingin Liana semakin membuat cemas jadi ia membawanya ke kamar.
"Hey! Jawab dulu!" teriak Carlos.
"Dia baru saja dilec3hk4n," Revan.
𝘋𝘦𝘨!
"APA?!" kompak mereka bahkan Arion pun ikut terkejut.
"Bagaimana bisa?!" Carlos sudah naik pitam.
"Saat aku dalam perjalanan untuk menjemput Liana, mobil yang ku kendarai mengalami ban bocor. Jadi aku meminta kalian untuk menjemput Liana sebelum dia menunggu lama, ternyata Edgar yang datang menjemput ku dan kami lebih meninggalkan mobil yang bocor. Setibanya kami di depan universitas, kebetulan kami melihat Liana dikejar oleh seorang cowok. Tentu saja kami mengejar mereka dan hampir kehilangan mereka karena mobil tidak bisa masuk jalan bermotor sehingga terpaksa berlari menyusul mereka. Kami mungkin tepat waktu karena saat menemukan mereka, cowok itu hendak melakukan kekerasan pada Liana. Dari situ Edgar yang mengurus bocah itu hingga tidak berdaya."
Mereka tahu betul saat marah bisa memukul pohon hingga membekas dan menghancurkan pohon pisang dalam sekali pukulan. Pohon saja bisa cacat apalagi manusia yang bertulang lunak?
"Lalu apa yang kalian lakukan pada bocah itu?!" Felix.
"Membiarkan nya,"
"Membiarkannya tergeletak?! Tanpa kau habisi?!" Carlos.
"Tadinya Edgar ingin membunvhnya, namun kami mementingkan Liana karena dia tampak gemetar ketakutan,"
"Si4lan!" umpat Felix.
Arion yang memegang buku langsung merem4snya hingga rusak.
"Cari tahu, bocah itu! Lalu habisi dia!" Arion menatap datar tapi perasaannya ada api yang berkobar.
•••
TBC.