Seorang kakak miskin mendadak jadi sultan dengan satu syarat gila: Dia harus menghamburkan uang untuk memanjakan adik semata wayangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 36: Laboratorium Neraka Beku
Hutan Siberia - 20 KM dari Rel Kereta
Monster logam XV-99 'Rhino' melibas hutan pinus yang membeku. Pohon-pohon tumbang seperti tusuk gigi di bawah roda anti-gravitasinya. Di luar, suhu mencapai minus 40 derajat Celcius, tapi di dalam kokpit, Atlas dan Orion merasa hangat.
"Sebastian," tanya Atlas sambil melihat radar. "Jarak?"
"500 meter lagi, Tuan. Tapi ada yang aneh. Sensor termal mendeteksi suhu di sekitar bunker itu... jauh lebih dingin dari lingkungan sekitarnya. Minus 80 derajat."
"Minus 80? Itu tidak wajar," gumam Atlas. "Itu suhu kriogenik."
Rhino berhenti di depan sebuah tebing batu raksasa. Di sana, tertutup oleh es dan salju tebal, terdapat pintu baja masif dengan lambang Bintang Merah Uni Soviet yang pudar.
[BUNKER 42 - SOVIET BIO-RESEARCH FACILITY]
[Status: Karantina Level 5 (Sejak 1980).]
"Kita sampai," kata Atlas. "Semuanya, pakai masker gas. Kita tidak tahu udara di dalam beracun atau tidak."
Mereka turun. Atlas menyimpan Rhino kembali ke Inventory. Tim Black Watch memasang peledak breaching charge di pintu bunker.
BOOM!
Pintu baja setebal 30 cm itu jebol. Uap dingin berwarna putih langsung menyembur keluar, membekukan sisa-sisa api ledakan dalam sekejap.
Lantai B1 - Koridor Utama
Suasana di dalam bunker itu sunyi senyap. Lampu darurat berwarna merah berkedip lemah, ditenagai oleh sisa-sisa reaktor nuklir tua. Dinding-dindingnya dilapisi es tebal.
"Hati-hati," bisik Maya, memimpin di depan dengan senapan terarah.
Mereka melewati ruang resepsionis. Di sana, mereka menemukan mayat-mayat tentara Soviet yang masih utuh—diawetkan oleh suhu dingin. Wajah mereka membeku dalam ekspresi ketakutan yang amat sangat.
Orion bersembunyi di punggung Atlas. "Kak... mereka kenapa? Kayak lari dari sesuatu."
Sebastian berhenti di sebuah meja kerja yang berantakan. Dia mengambil sebuah jurnal tua yang sudah rapuh.
"Tuan, ini jurnal Kepala Peneliti, Dr. Ivanov. Tanggal terakhir: 12 Desember 1980."
Sebastian menerjemahkan bahasa Rusia itu dengan cepat.
"Hari ke-50 eksperimen. Artefak 'Jantung Beku' (The Frost Heart) menunjukkan kekuatan di luar dugaan. Subjek uji coba 001-050 berhasil bertahan di suhu mutlak. Tapi... metabolisme mereka berubah. Mereka tidak lagi butuh makan. Mereka butuh... panas tubuh. Mereka lapar akan kehangatan. Kami gagal mengendalikan mereka. Karantina jebol. Tuhan selamatkan kami."
Atlas merinding. "Mereka menciptakan monster."
KRAK...
Suara retakan es terdengar dari kegelapan lorong di depan.
"Matikan senter," perintah Atlas tajam.
Semua lampu dimatikan. Mereka menggunakan Night Vision Goggles.
Dalam pandangan hijau Night Vision, Atlas melihat sesuatu merangkak di langit-langit lorong. Sosok humanoid, tapi lengannya terlalu panjang, kulitnya biru pucat, dan bongkahan es tajam tumbuh dari bahu dan punggungnya seperti duri landak.
Makhluk itu berhenti tepat di atas prajurit Black Watch paling depan.
Makhluk itu tidak punya mata. Tapi lubang hidungnya mengembang, mengendus panas tubuh prajurit itu.
"Di atas!" teriak Atlas.
Makhluk itu melompat.
SKREET!
Prajurit Black Watch itu menjerit saat cakar es makhluk itu merobek rompi anti-pelurunya. Darah menyembur, tapi langsung membeku di udara.
"TEMBAK!"
DOR! DOR! DOR!
Tim Black Watch memberondong makhluk itu. Peluru menghantam tubuhnya, tapi hanya memecahkan lapisan es di kulitnya. Makhluk itu tidak merasa sakit.
"GRAAAAGH!" Makhluk itu meraung—suara seperti angin badai.
Dari balik pintu-pintu laboratorium di kiri kanan lorong, puluhan makhluk serupa bermunculan. Mereka adalah Frost Walkers—mantan manusia yang bermutasi akibat energi artefak.
"Mundur! Formasi lingkaran!" teriak Maya. Dia menembak kepala satu makhluk dengan Shotgun. Kepalanya pecah, tapi tubuhnya masih bergerak maju.
"Mereka nggak mati!" teriak Maya. "Sistem sarafnya beku! Mereka nggak butuh otak!"
Orion menjerit saat satu makhluk mencoba meraih kakinya.
Atlas bereaksi cepat. Dia menarik Plasma Cutter (yang dia beli di kereta) dari inventory.
ZIIING!
Atlas menebas makhluk itu jadi dua. Bagian yang terpotong meleleh karena panas plasma.
"Panas!" seru Atlas. "Mereka lemah terhadap panas!"
Tapi Plasma Cutter jangkauannya terlalu pendek. Musuh ada puluhan.
Atlas memejamkan mata. Dia punya senjata pamungkas.
"Rion! Keluarkan Sun Tablet dari tasmu sekarang!"
Orion yang panik segera merogoh tasnya dan mengeluarkan lempengan emas Mesir itu.
"Angkat tinggi-tinggi! Arahkan ke mereka!" perintah Atlas.
Orion mengangkat Sun Tablet itu dengan kedua tangannya yang gemetar. "Pergi kalian! Pergi!"
Atlas menempelkan tangannya ke bahu Orion, menyalurkan energinya sendiri untuk memicu artefak itu.
System! Resonansi Paksa! Aktifkan Solar Flare!
[ARTEFAK AKTIF: THE SUN TABLET]
[MODE: PURIFICATION LIGHT]
WOOOOONG!
Lempengan emas itu meledakkan cahaya kuning yang menyilaukan, seperti matahari mini yang terbit di dalam bunker gelap itu. Suhu di lorong naik drastis dari -80 ke +50 derajat dalam sedetik.
"SKREEEEEEEE!"
Para Frost Walkers menjerit kesakitan. Kulit es mereka meleleh. Duri-duri es mereka rontok. Tubuh mereka yang terbuat dari jaringan beku langsung hancur menjadi bubur air saat terkena gelombang panas suci itu.
Dalam 10 detik, lorong itu bersih. Hanya tersisa genangan air hitam di lantai.
Napas Orion memburu. Dia menurunkan tangannya. Tablet itu masih hangat.
"Hebat," puji Atlas, mengusap keringat di dahi adiknya. "Kamu baru saja memanggang zombie beku."
"Itu... menjijikkan," kata Orion, melihat sisa-sisa lendir di lantai. "Aku mau pulang."
"Sebentar lagi. Kita ambil Jantungnya, lalu kita pulang," janji Atlas.
Lantai B5 - Ruang Reaktor Inti
Mereka turun menggunakan tangga darurat (lift rusak). Semakin ke bawah, suhu semakin dingin, bahkan Sun Tablet pun harus bekerja keras untuk menjaga mereka tetap hangat.
Di pusat ruangan yang luas itu, terdapat sebuah tabung kaca raksasa yang diperkuat baja. Di dalamnya, melayang sebuah kristal biru berbentuk jantung manusia yang berdetak pelan.
[The Frost Heart]
Setiap detakannya mengirimkan gelombang dingin yang membekukan udara.
Namun, artefak itu tidak tak bertuan.
Di depan tabung kaca, berdiri sosok raksasa setinggi 4 meter. Tubuhnya sepenuhnya tertutup lapisan es tebal seperti baju zirah kristal. Satu tangannya bermutasi menjadi gada es raksasa, tangan lainnya menjadi pisau panjang.
Ini adalah Subjek Zero. Eksperimen pertama yang paling kuat. Penjaga terakhir.
Subjek Zero menoleh. Wajahnya tertutup helm besi Soviet yang sudah menyatu dengan dagingnya. Hanya satu mata merah yang menyala dari balik visor yang retak.
"ALPHA DETECTED," suara Atlas tegang.
Atlas melihat Plasma Cutter-nya. Baterainya habis.
Dia melihat Sun Tablet di tangan Orion. Cahayanya meredup, butuh waktu recharge setelah ledakan tadi.
Atlas sendirian.
"Sebastian, bawa Orion mundur. Maya, cover fire," perintah Atlas.
Atlas melepaskan mantel bulunya. Dia hanya mengenakan kemeja taktis hitam.
"Sistem," panggil Atlas dalam hati. "Buka Shop. Kategori: Melee Weapon (Senjata Jarak Dekat) Grade A."
Dia punya sisa 121.650 WP. Dia bisa membeli sesuatu yang legendaris.
[ITEM: FLAME TONGUE GREATSWORD (Pedang Lidah Api)]
Deskripsi: Pedang besar yang bilahnya terbuat dari magma padat. Mampu memotong baja dan es abadi.
Harga: 50.000 WP.
"Mahal," batin Atlas. "Tapi gaya adalah nomor satu."
"BELI!"
[TRANSAKSI BERHASIL!]
[-50.000 WP]
[Sisa: 71.650 WP]
Cahaya merah merekah di tangan Atlas. Sebuah pedang besar (Greatsword) sepanjang 1,5 meter muncul. Bilahnya membara, meneteskan lava ke lantai es. HISS... uap panas mengepul.
Subjek Zero meraung, berlari menerjang dengan kecepatan kereta api, mengayunkan gada esnya.
Atlas tidak mundur. Dia memegang pedang itu dengan dua tangan, memasang kuda-kuda.
"Ayo kita lihat," desis Atlas, matanya menyala emas. "Mana yang lebih kuat. Es Uni Soviet atau Api Kapitalisme."
DUAR!
Bentrokan dua elemen itu mengguncang seluruh bunker.