(Based on True Story)
Lima belas tahun pernikahan yang tampak sempurna berubah menjadi neraka bagi Inara.
Suaminya, Hendra, pria yang dulu bersumpah takkan pernah menyakiti, justru berselingkuh dengan wanita yang berprofesi sebagai pelacur demi cinta murahan mereka.
Dunia Inara runtuh, tapi air matanya kering terlalu cepat. Ia sadar, pernikahan bukan sekadar tentang siapa yang paling cinta, tapi siapa yang paling kuat menanggung luka.
Bertahan atau pergi?
Dua-duanya sama-sama menyakitkan.
Namun di balik semua penderitaan itu, Inara perlahan menemukan satu hal yang bahkan pengkhianatan tak bisa hancurkan: harga dirinya.
Kisah ini bukan tentang siapa yang salah. Tapi siapa yang masih mampu bertahan setelah dihancurkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ame_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(POV Hendra) Awal Semuanya Bermula
Flashback 1,5 tahun sebelumnya
"Hen, nanti malam temani aku, yuk?"
Aku menoleh sejenak dari pekerjaanku saat ajakan itu terdengar. Doni mengusap keringat di wajahnya sambil tersenyum aneh.
"Kemana?"
"Ketemu cewek di taman." katanya.
Tangannya mengutak-atik ponsel, lalu dia menunjukkan sebuah foto perempuan kepadaku.
"Cantik, kan?" tanyanya.
Aku menatap foto itu, lalu menggeleng geli melihat tingkahnya. Padahal anaknya sudah lima, tapi masih saja dia kepikiran untuk ketemuan dengan perempuan lainnya.
"Ajak yang lain juga, lah." saranku.
"Ah, males. Jadi enggak kondusif, dong. Kan aku pingin ketemuan sama cewek. Masa rame-rame." katanya, menolak mentah-mentah saran yang kuberikan.
"Lah terus aku mau kamu jadikan apa? nyamuk di pojokan?" sindirku.
Doni nyengir geli mendengar ucapanku. Dia menggaruk tengkuk lehernya yang aku yakin sebenarnya tak gatal.
"Nanti deh kita pikirin caranya. Pokoknya kamu temani aku, oke? istriku bakalan curiga kalau aku pergi sendirian." katanya.
Aku mendengus mendengar ucapannya. Disaat begini, dia malah menjadikanku sebagai alasan. Kalau saja istrinya tahu dia ketemuan dengan perempuan, ribut besar mereka nanti.
Tapi, akhirnya aku setuju untuk menemaninya. Kasihan kalau dia tak jadi pergi. Lagipula dia pasti hanya main-main, tak benar-benar memilih perempuan itu daripada istrinya. Kami tak sebodoh itu untuk meninggalkan istri yang telah menemani selama bertahun-tahun hanya untuk perempuan baru.
Malam itu kami pergi ke taman---tempat Doni janjian dengan temannya, Wina. Aku merasa aneh, geli karena kami berjalan berdua disaat kiri kanan isinya orang pacaran. Semoga saja si Wina-Wina itu segera datang agar kami tidak disangka kaum aneh-aneh.
"Halo, nungguin lama, ya?"
Aku menoleh saat suara halus perempuan terdengar. Perempuan itu, si Wina, akhirnya datang juga setelah 15 menit kami menunggu. Dia menyapa Doni yang langsung dibalas dengan senyum sumringah melihat penampilannya.
Buset... seksi sekali dia.
Padahal di daerah kami ini, hampir semua perempuan memakai jilbab. Kecuali yang non, pastinya. Tapi perempuan di hadapanku ini---jangankan jilbab, celana saja dia tidak pakai. Bukan benar-benar bug*l, maksudnya. Hanya saja celananya terlalu pendek, mirip celana dalaman istriku.
"Enggak, kok. Mas juga baru datang." kata Doni.
Perempuan itu menoleh ke arahku.
"Mas ini... temannya Mas Doni, ya?" tanyanya.
Belum sempat aku menjawab, Doni tiba-tiba menyela. Dia sepertinya tidak ingin memberikan sedikitpun kesempatan padaku untuk bicara dengan perempuan itu. Dasar setan.
"Iya, ini temannya Mas. Tapi enggak perlu dipikirkan. Hm, enaknya kita duduk dimana, ya?"
Mata Doni memindai sekitar, sedangkan aku menatap kesal ke arahnya. Sial*n, sudahlah minta tolong ke aku, motong ucapanku, dan kini akupun akan ditinggal?
Mending tadi beneran saja kuajak teman-teman yang lain. Agar setidaknya aku tidak melamun sendirian disini.
"Nah, pas banget!"
Aku dan Doni menoleh bersamaan saat mendengar Wina menepuk tangannya sekali. Perempuan itu tersenyum manis saat kami tatap.
"Sebenarnya aku datang dengan ditemani teman. Tadinya dia mau langsung pulang setelah aku ketemu sama Mas Doni. Tapi karena ada Mas Hendra disini... bagaimana kalau temanku saja yang menemani Mas Hendra? Biar Mas enggak sendirian." katanya.
Aku mengangkat sebelah alis mendengar tawaran itu. Sebenarnya aku tidak berniat ketemuan sama perempuan lain, sih. Bisa-bisa kena omel tujuh hari tujuh malam kalau sampai Inara tahu aku. Tapi, daripada sendiri... sepertinya tidak masalah. Toh aku hanya duduk-duduk saja, kan? aku juga tidak punya niatan lain.
"Boleh, deh. Mana teman kamu? Panggil kesini aja." kataku.
Wina tersenyum senang. Dia pergi sejenak, lalu kembali dengan seorang perempuan.
"Halo. Namaku Dewi." katanya.
Kami bersalaman. Tangan Dewi begitu lembut saat menyentuh tanganku. Mungkin dia hobi perawatan? Karena sepertinya tangan Inara pun tak selembut ini.
Tapi berbeda dengan Wina, pakaian Dewi lebih tertutup. Dia memakai celana levis dengan kaos, keliatan santai tapi tetap cantik. Dan bibir merahnya itu...aku sangat suka.
Ugh.
Aku menepuk pipiku.
Oke, sadar Hendra. Kamu hanya akan duduk saja sambil mengobrol, tidak lebih. Jadi jangan macam-macam.
Kami mencari tempat duduk yang nyaman---sebuah bangku panjang yang saling berhadapan di dekat para penjual jajanan, tidak seperti Doni yang entah mencari tempat remang-remang sampai kemana. Karena tiba-tiba saja dia sudah menghilang bersama dengan Wina.
Dasar, tidak takut kebawa nafsu kah dia itu?
Aku tidak mau tahu, pokoknya aku tidak tanggung jawab kalau terjadi sesuatu.
"Mas Hendra Youtuber juga, kan? aku selalu lihat konten-konten Mas Hendra, loh." katanya.
Minatku mengobrol dengannya langsung tergugah. Dia menonton konten-konten yang kubuat?
"Itu kan konten para supir. Memangnya kamu suka konten yang begitu?" tanyaku.
"Kenapa enggak? Menurutku konten Mas lucu, kok. Seru nontoninnya. Aku sampai ngikutin Mas di Youtube, FB, tiktok juga..." katanya.
Senyumku mengembang mendengar hal itu. Aku bahkan mengemis-ngemis agar anak dan istriku mau menonton konten-konten yang kubuat saat awal aku merintis menjadi content creator, karena katanya mereka tidak suka dan malas menonton konten yang kubuat. Sedang di sisi lain, Dewi justru setia menonton semua itu dan menganggapnya asik.
"Makasih, loh. Dukungan dari kalian sangat berharga bagi Mas." katanya.
Dewi terkekeh. Dan entah mengapa, aku merasa senang mendengar suara lembutnya saat terkekeh begitu.
"Dapatnya berapa sih, Mas, jadi konten kreator begitu?"
Aku berpikir sejenak.
"Hm... enggak tentu. Apalagi Mas belum se terkenal itu juga, tapi... minimal $200 pasti dapat." kataku.
"Banyak loh itu, Mas. Apalagi Mas masih kerja di luar juga. Uang Mas banyak, dong." katanya.
Aku merasa bangga mendengar hal itu. Bahkan Dewi pun menyadari itu dan memuji betapa hebatnya aku.
"Haha. Bagaimana, ya. Namanya juga manusia, tentu harus usaha. Apalagi ada anak istri yang harus dikasih makan."
"Istri Mas kerja?"
"Enggak, Mas enggak kasih izin dia kerja. Biar Mas aja yang, istri di rumah ngurus anak-anak."
"Wow. Iri deh sama istrinya Mas." katanya.
Aku tersenyum senang. Harus kuakui, Dewi begitu pandai memuji ego lelaki. Dia terus melayangkan pujian-pujian padaku sehingga aku serasa melayang. Aku belum pernah merasa begini, bahkan pada istriku sendiri.
"Istri Mas pasti bangga sama Mas." katanya.
Senyumku agak luntur mendengar itu. Inara, ya. Dia senang melihat aku berhasil menjadi content creator. Tapi sepertinya dia tidak sesenang itu juga, apalagi jika dibandingkan dengan Dewi. Inara tak pernah memuji-muji aku. Terkadang... aku merasa dia meremehkan aku, karena uangnya lebih banyak dari aku.
"Entah, lah. Sepertinya dia tidak begitu." kataku murung.
Dewi terlihat bingung dengan perubahanku. Tangannya bergerak meraih tanganku, menggenggamnya lembut.
"Kenapa, Mas? Mas bisa ceritain semuanya ke aku, kok. Aku siap dengarkan." katanya dengan prihatin.
Tawaran tulusnya membuatku tersentuh. Baru kali ini ada seseorang yang mau mengertikan aku. Bahkan istriku yang sudah kunikahi selama 15 tahun pun tidak sebegitu perhatian padaku. Tapi Dewi... dia berbeda.
Dan karena itu, aku... ingin terbuka padanya.
***
Halo kakak-kakak semua~
Sekarang kita masuk ke POV Hendra dulu, ya. Sekalian kita lihat masa lalunya Hendra sama Dewi 😌 biar kita bisa tahu awal mula mereka ketemu bagaimana, ehe~
Terimakasih sudah mengikuti sampai sejauh ini. Jangan lupa like, komen, dan subscribe nya!
See you tomorrow~
Semangat berkarya ya Thor