Hana, sosok istri bertubuh gendut terpaksa harus menelan pil pahit saat suaminya melemparkan sebuah surat perceraian tepat mengenai wajahnya.
Ternyata menjadi sosok istri baik dan penurut saja tak membuat Bagas merasa bangga. Nyatanya, Hana harus menerima kenyataan bahwa suaminya berselingkuh dengan sang adik tiri lantaran tubuhnya sudah tak semolek dulu lagi.
Tiga tahun pasca kejadian itu, Hana datang kembali dengan penampilan fantastis dan juga drastis. Inilah saatnya ia mengacaukan hidup Bagas dan si Adik tirinya yang tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adinasya mahila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 : Woi! Gendut
Bunga mati kata, dia melihat sorot kemarahan di mata Kelana. Atasan suaminya itu menghempaskan tangannya sedikit kasar kemudian meraih pergelangan tangan Hana.
“Aku tahu kalian saudara tiri, aku juga tahu bagaimana masa lalu kalian, jadi jangan ganggu Hana atau kamu akan berhadapan denganku,” ancam Kelana, dia membuat Hana melongo tak percaya. Bahkan jika rahangnya buatan Wakanda pasti sudah copot di depan Bunga.
Kelana memencet tombol lift, dia merangkul lengan Hana dan membuat Bunga semakin megap-megap. Untung saja wanita itu tidak pingsan di sana karena tanpa sadar menahan napas.
***
“Wah … aku keren bukan.” Kelana kegirangan karena merasa bangga pada dirinya sendiri.
Hana pun geleng-geleng kepala sambil menekan tombol lantai di mana unitnya berada. Ia tak mengucapkan terima kasih ke pria di sebelahnya, dan lebih memilih fokus menatap ke pintu lift.
“Untuk apa Anda malam-malam datang?” Hana bersikap sok tak peduli, bahkan sopan santunnya menguap pergi. Ia yakin kalau Kelana pasti hanya ingin menyuruhnya melakukan sesuatu.
“Kenapa ponselmu mati?”
“Benarkan tebakanku?” gumam Hana di dalam hati, dia menoleh dan sedikit mendongak untuk memandang wajah sang atasan. “Ponselku? Kehabisan daya Pak.” begitu kalimat yang keluar dari bibir Hana.
“Mama merestui kita,” ucap Kelana.
“Merestui kita? Ah … merestui pernikahan bohongan yang Anda inisiasi?"
Hana tertawa geli setelah mencibir, pundaknya naik turun membuat Kelana merasa tidak suka dengan tingkahnya.
“Apa kamu menertawaiku? Hei. Jangan berani-berani! Apa kamu mau aku pecat?”
“Pecat saja! lalu ucapkan selamat tinggal pada pabrik gula dan kepercayaan dari nenek Gayung.”
Hana menjulurkan lidah seperti meledek temannya. Ia berjalan dengan santai ke luar lift menuju pintu apartemennya. Kelana yang kesal pun berusaha mengejar sambil berbicara-
“Aku datang menemuimu bukan tanpa alasan tahu, Hana! Woi … gendut!”
Mata Hana melotot, dia memutar tumit dengan cepat dan memasang muka marah. Ia tersinggung dengan perkaataan Kelana barusan.
“Gendut? Siapa yang Anda panggil Gendut? Apa Mba Kunti penghuni ruang kerja Anda pindah ke sini? kalau dia gendut apa dia meminta Anda mencarikan daster baru?” cerocos Hana yang memperlihatkan kekesalannya.
“Hish … kamu, tidak perlu! untuk apa aku melakukan itu? aku sudah memberinya uang. Mba Kunti bisa shopping sendiri.”
Kelana yang sudah berada tepat di depan muka Hana ingin mendorong kepala, tapi wanita itu dengan gesit menghindar lebih dulu.
Kelana tersenyum miring, membuat dada Hana berdetak tak karuan dibuatnya.
Kenapa? kenapa Kelana bisa setampan itu?
Hana pun mengerjab untuk membuang jauh pikiran itu.
“Untuk apa Anda datang? Cepat katakan! Tidak mungkin juga Anda nyasar sampai ke sini?” Hana bersedekap dada, sama sekali tak menunjukkan sopan santun seperti lumrahnya bawahan ke atasan.
“Jika di luar jam kerja posisi kita sama,” gumamnya dalam hati.
“Kamu harus menemui mamaku besok, dia ingin bertemu denganmu,” ujar Kelana.
“Apa? apa Anda datang hanya untuk mengatakan ini?”
Hana menggelengkan kepala dan menatap muka Kelana lebih dekat, wajahnya sungguh menjengkelkan sampai membuat pria itu memalingkan muka.
"Tidak mungkin juga aku berkata tiba-tiba ingin menemuinya, bisa-bisa besar kepala dia nanti."
“Ini!” Kelana meraih tangan Hana setelah merogoh kantong celana, pria itu memberikan Hana sebuah kartu.
“ATM lagi, tidak mau! paling juga hanya membuat malu.” Hana melengos, dia menolak kartu itu meski masih meliriknya sedikit.
“Terima! Beli baju yang bagus, tas branded dan apa pun yang membuat penampilanmu berkelas, aku sudah mengganti pinnya dengan tanggal dan tahun lahirmu,” kata Kelana sambil memaksa Hana menerimanya.
“Perhatian sekali Anda, FYI ulang tahun saya sebentar lagi, tidakkah Anda mau memberi kejutan untuk saya?” Hana meraih ATM itu lalu memasukkannya ke dalam tas.
“Karena ini sudah malam dan kita sama-sama single jadi maaf ya Pak! saya tidak bisa berbasa-basi meminta Anda mampir atau minum teh, lagi pula pekerjaan saya di kantor banyak sekali, jangan sampai saya mengadu ke komnas perlindungan hak asasi pekerja."
Hana memijat leher, lantas mematahkannya ke kanan dan kiri, dia pun menguap sampai lubang hidungnya mengembang seperti terowongan.
“Jaga tingkahmu besok di depan mamaku! jika sampai dia tidak memberi restu, aku pastikan kamu akan menerima akibatnya,” ancam Kelana.
Bukannya takut, Hana malah mengedikkan bahu. "We'll see!"
***
Sementara itu, di dapur rumahnya Bagas sedang menuang mi instan ke dalam mangkuk. Pria itu cuek saat Bunga masuk dan langsung membuka kulkas. Istrinya itu mengambil satu botol air dan menenggaknya sampai tandas seperti sangat kehausan.
Bagas memilih membiarkan dan tak bertanya. Ia memilih duduk agar bisa segera menyantap mikurame kuah rasa soto tobat itu karena sangat lapar. Bagas tak peduli dengan istrinya yang hanya bisa dandan dan tidak bisa masak.
“Lama-lama aku bisa mati karena perutku tidak bisa menampung ususku yang panjang gara-gara kebanyakan makan mi,” gerutu Bagas di dalam hati, Ia mengangkat mi dengan garpu, tapi tiba-tiba saja Bunga menggebrak meja dan membuatnya kaget.
Bagas terjingkat dan pahanya menghantam meja. Alhasil mangkuk mi miliknya goyang dan kuahnya sedikit mengenai celana.
“Bunga! Apa-apaan sih kamu?” Bagas melempar garpu, dia marah dan rasanya ingin menampar muka istrinya.
“Bisa-bisanya kamu makan, sedangkan aku sedang kesal. Jangan pernah berbicara lagi dengan Hana!” amuk Bunga.
Namun, Bagas tak tinggal diam. Perutnya yang lapar ditambah amukan dari Bunga membuatnya naik darah.
“Kenapa aku tidak boleh berbicara dengan Hana? Ha?” Bagas malah mengangkat dagu seolah menantang istrinya berkelahi.
“Karena dia akan menikah dengan Pak Kelana,” ucap Bunga dengan gigi yang saling beradu.
“Menikah? Hana?”
Bagas syok, mana mungkin Hana bisa menikah dengan pemilik perusahaan tempatnya bekerja? pelet apa yang digunakan mantan istrinya itu.
***
“Apa aku akan ditawari uang dua miliar oleh Bu Dinar? Apa yang harus aku katakan padanya kalau tiba-tiba dia menyiramkan air ke mukaku?”
Pagi itu Hana mematut diri di depan cermin. Ia menggigit bibir bawah sebelum berbicara lagi dengan pantulan dirinya.
“Hah … tentu aku akan menerimanya, jika Bu Dinar mau memberiku uang dua miliar bukankah artinya penawaran pak Kelana jauh lebih rendah? Benar, aku akan menerima uang dari Bu Dinar dan aku tidak perlu hidup dengan pria itu selama satu tahun.”
Hana terbahak, dia bahkan bertepuk tangan karena menganggap semua ide yang ada dipikirannya sangat menakjubkan.
Namun, sayangnya Hana harus kecewa. Saat dia sudah duduk berhadapan dengan Dinar, wanita itu malah berkata, “Satu bulan ini aku akan membantumu agar layak mendampingi Kelana.”
“Hah … ma-ma-maksud Anda?”
_
_
_
_
hei hei sorry dorry morry strawberry ya geng baru UP
dukungannya ya KOMEN LIKE HADIAH nanti aku traktir mikurame rasa soto tobat 😜
tidak ada pembenaran untuk perselingkuhan, alasannya hanya satu yaitu nafsu, nafsu ingin memiliki yang lebih dari apa yang sudah mereka miliki. l