Di malam yang sama, Yu Xuan dan Chen Xi meregang nyawa. Namun takdir bermain jiwa Yu Xuan terbangun dalam tubuh Chen Xi, seorang budak di rumah bordil. Tak ada yang tahu, Chen Xi sejatinya adalah putri bangsawan Perdana Menteri, yang ditukar oleh selir ayahnya dengan anak sepupunya yang lahir dihari yang sama, lalu bayi itu di titipkan pada wanita penghibur, yang sudah seperti saudara dengan memerintahkan untuk melenyapkan bayi tersebut. Dan kini, Yu Xuan harus mengungkap kebenaran yang terkubur… sambil bertahan di dunia penuh tipu daya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 21.Menunjukan.
Pagi itu, udara di halaman kediaman Chen Xi masih diselimuti kabut tipis. Embun menetes pelan dari ujung daun bambu, menandakan fajar baru yang lembut.
Namun kedamaian itu tiba-tiba terusik oleh suara gaduh dari arah gerbang depan.
“Cepat! Hati-hati, jangan sampai jatuh!”
“Letakkan kotak itu di meja! Itu dari kediaman Shen!”
Suara para pelayan dan penjaga terdengar saling bersahutan. Gerobak besar berhias lambang keluarga Shen berhenti tepat di depan rumah sederhana itu. Kain sutra ungu tua berkibar di angin pagi tanda jelas bahwa ini bukan kunjungan biasa.
Lian yang baru saja keluar membawa ember air untuk menyiram tanaman, sontak membelalakkan mata. “Apa… itu semua hadiah?”
Bibi Chan turun dari gerobak paling depan dengan langkah teratur. Ia mengenakan mantel panjang hijau zamrud, dan di belakangnya beberapa pelayan perempuan membawa nampan berisi kotak-kotak kayu berukir halus, botol porselen, hingga gulungan kain sutra yang dibungkus dengan pita emas.
“Selamat pagi, Nona Chen xi,” ucap Bibi Chan dengan senyum sopan namun penuh arti. “Atas perintah Nyonya Shen, kami diutus untuk mengirimkan beberapa hadiah. Mohon diterima.”
Chen Xi yang baru saja keluar dari dalam rumah, tertegun di depan beranda. Rambutnya masih terurai sebagian, wajahnya terlihat pucat karena belum tidur semalaman.
“Hadiah?” ulangnya pelan, hampir tidak percaya. “Untuk… saya?”
Bibi Chan mengangguk. “Benar. Nyonya berkata, ‘Untuk menunjukkan rasa sayang nya dan terimakasih pada anda'.”
Kalimat itu seperti petir di pagi yang tenang.
Lian menatap majikannya dengan cemas, sementara beberapa pelayan lain mulai meletakkan hadiah di meja depan.
Kotak pertama dibuka: berisi perhiasan giok hijau pucat yang dipahat dalam bentuk bunga plum.
Kotak kedua: sepasang kalung mutiara putih yang jelas bukan barang murah.
Lalu ada kain sutra dari Lu yang, parfum bunga lotus, hingga selendang merah muda halus yang tampak baru ditenun semalam.
“Ini… terlalu banyak,” ucap Chen Xi dengan suara bergetar. “Saya tidak bisa menerima ini.”
Bibi Chan tersenyum lembut, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang dalam. “Nyonya Shen memohon agar Nona tidak menolak. Beliau hanya ingin Nona tahu… bahwa rumah keluarga Shen selalu terbuka untuk Anda.”
Chen Xi menunduk, jari-jarinya meremas ujung bajunya. Kata-kata itu kembali mengaduk hatinya.
Bayangan wajah Nyonya Shen semalam tatapan penuh kasih itu tiba-tiba muncul di benaknya.
“Bibi Chan,” katanya akhirnya, suaranya pelan. “Saya tidak tahu harus berkata apa. Tapi semua ini saya takut menerima sesuatu yang bukan seharusnya untuk saya.”
Bibi Chan menatap gadis itu lama.
“Semua hadiah ini nyonya kumpulan sejak dulu untuk anda,” katanya lembut. “Saya mohon agar nona tidak menolak semua ini, jangan tolak niat baik nyonya.Hatinya pasti sakit jika nona menolaknya,nyonya sudah merasa anda seperti putrinya sendiri.”
Chen Xi tidak bisa berkata-kata lagi,nyonya Shen yakin kalau dirinya adalah putri yang ia cari.
Bibi Chan menunduk memberi hormat. “Nyonya besar menunggu anda untuk berkunjungi dirinya,nyonya sangat senang jika nona mau berkunjung sore ini kesana.”
Lian segera melangkah maju, wajahnya menegang. “Bibi Chan,kami harus izin dulu pada nyonya Heng.Nona kami tidak bisa—.”
Tiba-tiba Chen xi memotong ucapan Lian, dengan memberikan tanda mengangkat tangannya yang memberikan tanda untuk Lian tidak perlu melanjutkan ucapannya.
“Kami akan kesana bi, sampaikan kepada nyonya Shen kami akan mengunjungi nyonya sore ini”
“Tentu,” jawab Bibi Chan halus. “Nyonya sangat senang sekali mendengarnya.”
Ia menatap Chen Xi dalam-dalam, lalu menambahkan dengan suara yang lebih pelan, “Nyonya Shen sangat merindukan nona dan ingin dekat dengan nona Chen xi.”sambil memegang tangan Chen xi dengan lembut.
Setelah itu, ia memberi aba-aba pada para pelayan untuk menata rapi semua hadiah di dalam rumah, lalu perlahan mundur memberi salam pamit.
Begitu gerobak-kereta keluarga Shen meninggalkan halaman, suasana di rumah seketika sunyi.
Chen Xi berdiri di ambang pintu, menatap tumpukan hadiah berkilau di depannya. Semua tampak indah, berharga… ia seakan merasakan kasih sayang seorang ibu untuk anaknya.
Tangannya tanpa sadar menyentuh pergelangan kanan tanda teratai itu masih di sana, samar tapi jelas.
Angin pagi berhembus pelan, mengibaskan tirai bambu di belakangnya, dan entah mengapa… matanya terasa panas.
“Nona, jika nyonya tahu tentang semua ini. Dia akan marah, apa perlu kita tunggu nyonya Heng pulang?. ”ucap Lian yang cemas.
“Tidak perlu Lian, biarkan ibu tahu dan aku ingin tahu apa yang disembunyikan oleh ibu tentang siapa aku. ”
“Maksud nona? ”
Chen xi terdiam melihat hadiah dari nyonya Shen, tanpa memperdulikan rasa penasaran Lian.
“Kalau benar aku anak keluarga Shen,” bisiknya lirih, “bagaimana bisa nyonya Heng bisa berhubungan dengan keluarga Shen?.”
Lian yang berdiri di belakangnya menatap majikannya dengan mata khawatir.
Namun di dalam diri Chen Xi, Xu Yuan hanya bisa diam.
Ia tahu hari ini bukan hanya tentang hadiah, tapi juga tentang takdir yang mulai menuntunnya kearah keluarga istana melalui keluarga Shen.
Sore itu, kediaman keluarga Shen tampak lebih sibuk dari biasanya. Paviliun utama di sisi timur dipenuhi pelayan yang mondar-mandir membawa nampan, bunga, dan lilin aromatik.
Lentera merah muda digantung di sepanjang lorong menuju ruang tamu besar. Meja persembahan di tengah aula dihiasi kain sutra ungu lembut, dan di atasnya sudah tersusun teko teh porselen putih dengan ukiran burung phoenix dan teh yang hanya disajikan untuk tamu terhormat.
Suara langkah tergesa-gesa dan bisikan lembut memenuhi udara.
“Letakkan kue manis itu di piring giok!”
“Bunga peony harus segar, cepat ganti vasnya!”
“Pelayan di aula timur, pastikan kursi nyonya diselubungi kain brokat baru!”
Segalanya tampak dipersiapkan dengan sangat hati-hati, seolah-olah mereka sedang menanti kedatangan seorang bangsawan penting.
Dari arah koridor samping, Huan Xuan, putra satu-satunya Nyonya Shen dan saudara kembar Chen xi, berjalan perlahan sambil menatap pemandangan itu dengan alis terangkat.
Ia baru saja pulang dari latihan berkuda di markas penjaga perbatasan, namun begitu melangkah masuk ke halaman rumah, suasana sibuk itu langsung menarik perhatiannya.
Seumur hidupnya,untuk pertama kali kediaman ibunya dihiasi sesempurna itu. Tapi kali ini tidak ada tanda-tanda kunjungan pejabat tinggi, tidak ada pengawalan militer, tidak pula utusan dari istana.
Dengan langkah tegap, ia menghampiri pelayan kepala, Madam Qiu, yang sedang memberi perintah di tangga depan.
“Madam Qiu,” suaranya berat namun tenang. “Apa yang sedang terjadi di sini? Apakah Ibu menantikan kunjungan dari pejabat istana?”
Madam Qiu menoleh cepat, wajahnya sedikit gugup.
“Oh, Tuan Muda Huan! Anda pulang lebih awal.” Ia menunduk hormat. “Tidak, bukan tamu istana, tapi… tamu yang sangat penting bagi Nyonya.”
“Tamu penting?” Huan Xuan mengulang pelan, matanya menyipit. “Siapa?”
Madam Qiu menunduk lebih dalam, ragu menjawab. “Saya tidak berani mengatakan banyak, Tuan Muda. Hanya saja… Nyonya sudah mempersiapkan ini sejak pagi. Beliau sendiri yang memilih setiap bunga dan hiasan.”
Mendengar itu, rasa penasaran Huan Xuan makin tumbuh. Ibunya memang dikenal berhati lembut, tapi jarang sekali ia menunjukkan antusiasme sebesar ini,terutama untuk menyambut seseorang yang bukan pejabat atau keluarga bangsawan.