Follow IG othor @ersa_eysresa
Anasera Naraya dan Enzie Radeva, adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Namun tepat di hari pernikahan, sebuah tragedi terjadi. Pesta pernikahan yang meriah berubah menjadi acara pemakaman. Tapi meskipun begitu, pernikahan antara Ana dan Enzie tetap di laksanakan.
Namun, kebahagiaan pernikahan yang diimpikan oleh Ana tidak pernah terjadi. Karena bukan kebahagiaan yang dia dapatkan, tapi neraka rumah tangga yang ia terima. Cinta Enzie kepada Ana berubah menjadi benci di waktu sama.
Sebenarnya apa yang terjadi di hari pernikahan mereka?
Apakah Ana akan tetap bertahan dengan pernikahannya atau menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hamil
Fabian tiba di ruang gawat darurat rumah sakit, dengan panik dia segera menyerahkan Sera ke perawat yang sudah menunggunya dan menjelaskan bahwa Sera pingsan mungkin karena kelelahan dan kerja berlebihan.
Setelah beberapa saat pemeriksaan intensif, seorang dokter wanita keluar menemui Fabian yang terlihat gelisah.
"Pak," kata dokter itu dengan nada tenang. "Pasien, Nona Valencia, baik-baik saja. Dia hanya mengalami kelelahan ekstrem dan tekanan darah rendah. Namun..." Dokter itu berhenti sejenak, menatap Fabian dengan tatapan penuh arti. "Ada hal lain yang kami temukan. Hasil tes darah menunjukkan kadar hormon human chorionic gonadotropin (hCG) yang sangat tinggi."
Fabian mengerutkan kening. "Maksud Anda...?"
"Nona Valencia tampaknya sedang hamil. Berdasarkan kadar hormonnya, perkiraan kami sudah berjalan sekitar tiga bulan," jelas dokter itu. "Kami telah memindahkannya ke ruang rawat inap. Saya sangat menyarankan Anda segera membawanya berkonsultasi dengan dokter ginekolog untuk pemeriksaan lebih lanjut dan USG."
Dunia Fabian terasa berputar. Hamil? Bayi Enzi? Semua kepanikan karena Sera pingsan seketika berubah menjadi shock yang menusuk. Wajah Enzi, sahabatnya yang tengah hancur di Jakarta, tiba-tiba terlintas di benaknya. Ia ingin marah, tetapi prioritasnya saat ini hanya satu, keselamatan Sera.
"Baik, Dokter. Tolong segera siapkan rujukan terbaik. Keselamatan Sera dan... dan bayinya adalah yang utama," ujar Fabian, berusaha menguasai suaranya agar tidak bergetar.
Sera membuka matanya dengan linglung. Bau antiseptik dan warna putih rumah sakit langsung menyeruak. Ia melihat Fabian duduk di samping ranjang, wajahnya terlihat lelah dan penuh beban.
"Bian? Ada apa? Apa yang terjadi? Apa aku baik-baik saja?" tanyanya dengan suara serak.
Fabian tersenyum, senyum yang dipaksakan. "Kamu membuatku takut setengah mati, Sera. Kamu pingsan di ruang rapat. Dokter bilang kamu kelelahan. Tapi... ada satu hal lagi."
Fabian menarik napas dalam-dalam. "Kamu harus ikut aku sekarang. Dokter sudah menunggu di lantai atas."
Sera merasa aneh, tetapi ia terlalu lemah untuk menolak. Didampingi Fabian, ia dipindahkan ke ruangan dokter ginekolog. Ketika dokter wanita yang ramah memperkenalkan diri dan mulai mempersiapkan alat USG, Sera langsung gelisah.
"Bian, kenapa harus ke ginekolog? Aku hanya kelelahan," protes Sera.
Fabian hanya diam tidak bisa menjawab dan hanya menunggu dokter yang menjelaskan kepada Sera tentang apa yang terjadi padanya.
Dokter itu pun menoleh, tersenyum lembut. "Karena tubuh Anda sedang melakukan pekerjaan besar, Nona Valencia. Kami ingin memastikan semuanya baik-baik saja dengan kehamilan Anda."
Mendengar kata 'kehamilan', Sera merasa dunianya hancur lagi. Hamil? Tidak mungkin. Pikirannya langsung melayang ke malam terakhirnya bersama Enzi.
"Tidak... Itu tidak mungkin," bisik Sera, matanya membelalak menatap Fabian, mencari bantahan.
Fabian hanya memegang tangannya erat, matanya penuh empati yang menyakitkan.
Dokter mulai mengoleskan gel dingin di perut bagian bawah Sera. Dan layar monitor di samping mereka menyala.
"Mari kita lihat," kata dokter itu sambil menggerakkan alat itu perlahan.
Beberapa detik kemudian, di layar muncul gambar hitam-putih yang samar-samar. Lalu, terdengar detak cepat yang teratur dari speaker alat tersebut.
"Dengar? Itu adalah detak jantungnya," ujar dokter itu. "Dan lihat, ini kepala kecilnya. Selamat, Nona. Anda hamil sekitar tiga belas minggu, memasuki trimester kedua. Bayi Anda tumbuh dengan sangat baik. Jika Anda tidak merasakan gejala mual atau pusing yang berlebihan sebelumnya, itu sangat baik. Tampaknya dia 'kooperatif' dengan ibunya."
Air mata Sera langsung mengalir deras. Ia tidak bisa mengeluarkan suara. Tiga bulan. Malam terakhirnya bersama Enzi adalah tiga bulan lalu, beberapa hari sebelum ia melarikan diri. Itu hanya sekali, sebelum ia sadar betapa hancurnya pernikahannya. Kenyataan bahwa ia membawa darah daging dari pria yang telah menghancurkan hidupnya terasa seperti ironi paling kejam.
Setelah pemeriksaan selesai, Fabian kembali membawa Sera ke ruang perawatannya. Di dalam ruangan itu, Sera menangis tanpa suara.
"Aku... aku tidak menginginkannya, Bi." kata Sera sambil memukuli perutnya dengan suaranya tercekat. "Aku akan menggugurkannya. Aku tidak mau ada bagian dari pria itu ada di dalam hidupku."
Fabian segera duduk di samping ranjang, memegang kedua tangan Sera dan mengusapnya dengan lembut perutnya yang masih terlihat datar.
"Jangan, Sera. Jangan lakukan itu dan jangan pernah berpikir untuk melakukan hal bodoh itu," ucap Fabian, matanya menunjukkan perpaduan antara kepedulian dan ketegasan. "Dia adalah anakmu. Dia tidak bersalah, dia suci, yang bersalah adalah ayah dari anak ini. Jangan kamu limpahkan kesalahan itu pada anak ini. Apapun kesalahan Enzi padamu, anak ini adalah darah dagingmu, dia juga bagian dari dirimu."
"Tapi dia juga darah daging Enzi! Setiap aku melihatnya, aku akan teringat padanya, aku tidak mau itu Bian!" Sera menekan suaranya.
"Kamu melarikan diri untuk mendapatkan hidup baru, bukan untuk melakukan dosa yang lebih besar, Sera. Kamu bukan pembunuh. Kamu adalah calon ibu sekarang. Kamu akan menyesal seumur hidupmu jika kau menggugurkannya," tegas Fabian. "Aku tahu kamu hancur. Tapi beri dia kesempatan. Bayi ini adalah bukti bahwa kamu pernah mencintai pria itu, betapapun sakit pada akhirnya."
Fabian melihat ke dalam mata Sera, yang kini dipenuhi keputusasaan. Dia tahu kata-kata tidak akan cukup untuk meyakinkan Sera dan membuatnya tenang. Dia harus memberikan sesuatu kepada Sera, sesuatu yang akan memberikannya kekuatan untuk masa depannya dan bayinya, tanpa bayangan Enzi dan masa lalunya.
Fabian menarik napas, mengucapkan kata-kata yang selama ini ia pendam, dengan suara yang pelan dan penuh ketulusan dia mencoba meyakinkan Sera.
"Lahirkan anak itu, Sera. Lahirkan dia... Aku akan menjagamu dan bayi itu. Aku akan menikahimu setelah anak itu lahir. Dan aku akan menjadi ayah untuknya. Kita akan menjadi keluarga kecil, hanya ada kamu, aku dan anak kita, bukan anak Enzi. Okey. Aku akan mengubur semua kenangan pahitmu dengan kebahagiaan yang akan membuatmu lupa kalau kamu pernah mengenal pria itu dan anak ini adalah anak kita. "
Sera terkejut dan juga shock mendengar ucapan Fabian, hingga air matanya terhenti. Ia menatap Fabian, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Fabian... apa yang kau katakan? Kau tidak perlu melakukan itu. Ini bukan tanggung jawabmu!"
"Ini adalah pilihan, Sera. Pilihanku. Aku mencintaimu, Sera Valencia. Sejak kita mulai berteman, aku selalu mencintaimu. Sekarang, aku tidak hanya mencintaimu, tetapi aku juga menghormatimu. Aku akan memberimu perlindungan, nama keluarga yang baru, dan jaminan bahwa anak ini akan tumbuh dengan cinta kedua orang tuanya dan nama keluarga yang layak. Lupakan Enzi. Fokus pada dirimu dan anak ini. Aku akan menjadi suamimu, dan aku akan menjadi ayah untuk anakmu."
Fabian menggenggam tangan Sera dengan kuat, menunggunya membuat keputusan yang akan mengubah segalanya.
Note : di bab ini jangan bully othor ya, karena kehamilan Sera/Ana. Karena ini semua akan berhubungan erat dengan masa depan anak ini. Dan jangan khawatir apa yang kalian takutkan tidak akan pernah terjadi. 😁
Biar Enzi hidup dalam penyesalan nya.
😁🤣
dobel up thor sekali" tak tiap hari jg🤭🥰🥰 thank you thor 🙏🥰