bagaimana jadinya jika seorang gadis desa yang sering dirundung oleh teman sekolahnya memilih untuk mengakhiri hidup? Namun, siapa sangka dari kejadian itu hidupnya berubah drastis hingga bisa membalaskan sakit hatinya kepada semua orang yang dulu melukainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mas Bri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Bab 23
“Ay, kamu gak papa, kan?! Ayu!” Juan mulai panik melihat pelayan kakaknya sedikit linglung dan ketakutan. Dia pegang erat agar tidak sampai terjatuh.
Laki-laki itu membawanya untuk duduk di salah satu kursi yang ada di luar ruangan. Sambil menenangkan dia memberikan air mineral yang dibawakan pelayan.
“Kamu minum dulu,” lirihnya sambil dia berikan sebotol air. Wajahnya begitu panik, takut terjadi apa-apa dengannya.
Setelah lebih baik dari sebelumnya, gadis itu mulai memprotes tindakan Juan.
“Jadi kamu mengajakku ke sini cuma buat mempermalukan ku lagi?!”
“Bu-bukan gitu maksudku, Ay. Mereka cuma mau minta maaf sama kamu,” jelas Juan. Dia tidak menyangka kalau reaksi Ayu akan sehebat ini. Dia pikir gadis itu akan baik-baik saja saat bertemu dengan teman-temannya. Tetapi sayang, dugaannya salah besar.
Saat mereka berdebat, dua orang wanita dengan baju yang cukup seksi dan sedikit terbuka di bagian pahanya berjalan ke arahnya.
“Oh … jadi maksud kamu ngajak kita-kita makan di sini cuma buat ketemu sama gadis miskin yang sekarang jadi penjilat orang kaya,” celetuk Cika.
“Ups … atau jadi pel*c*r biar bisa seperti kita-kita,” sahut Sinta dengan nada mengejek.
Sebelumnya Juan memang tidak bilang kalau akan makan bersama dengan Ayu. Dia pikir teman-temannya sudah berubah karena sebelumnya mereka mau untuk meminta maaf dengan gadis itu. Tidak disangka kalau dirinya juga dibohongi.
“Iya, aku pikir ini reuni kita untuk melepas rindu karena sudah lama tidak bertemu. Ternyata cuma buat minta maaf sama orang miskin doang! Mengotori bibirku saja.”
Dua wanita berbaju seksi itu seakan tidak punya rasa takut meski di sini Juan lah yang berkuasa. Dari semua temannya hanya Juan yang memiliki kekayaan luar biasa dan pengaruh di negaranya.
“Jaga ucapan kalian! Kalian sudah berjanji untuk minta maaf sama dia.” Juan begitu marah dengan perlakuan teman-temannya.
Ayu berdiri dari duduknya mengusap kasar air mata yang terjatuh sebelumnya. “Aku juga tidak sudi menerima permintaan maaf kalian. Kalian tidak pantas disebut manusia! Kalian lebih cocok disebut dengan ibl*s!” balasnya tak kalah pedas.
Dulu mungkin dirinya akan diam saja, tapi sekarang tidak. Dia akan melawannya hingga titik darah penghabisan. Seperti apapun perlakuan mereka, akan Ayu ladeni. Dirinya sudah tidak takut apa-apa lagi sekarang. semenjak ibunya pergi, gadis itu hanya bertahan untuk menjalani sisa hidup saja.
Sudah tidak ada minat memiliki banyak harta karena orang yang ingin dia bahagiakan telah pergi selama-lamanya.
“Oh … jadi nantangin, nih.” Cika berjalan maju mendekati pelayan cantik dengan gaya sombong.
“Siapa takut!” balas Ayu tak mau kalah.
Tiga gadis cantik itu akhirnya saling menjambak rambut dan mencakar wajah. Begitu mudah Ayu membaca setiap gerakan duo gila yang saat ini beradu dengannya. Karena dirinya sudah sering diperlakukan dengan hal yang sama.
Meski wajah mulusnya sedikit terkena cakaran
Dimas yang saat itu berada di dalam langsung keluar ikut melerai tiga orang yang sedang berkelahi, begitu juga dengan Riko.
Hanya saja dia tidak membantu melerai, melainkan menjadi wasit dan bersorak sorai meramaikan suasana.
Kesal dengan kelakuan temannya, Juan menarik tangan Cika keras. “Kalian semua bisa diam, gak?!” teriaknya mencengkram tangan Cika keras.
“Apa-apaan sih?! Sakit tau!” gadis sombong itu menggosok-gosok tangannya yang merah.
“Kalau kalian tidak ingin minta maaf, tidak masalah. Pertemanan kita cukup sampai di sini!”
Laki-laki itu langsung pergi membawa pelayan cantik kakaknya untuk meninggalkan restoran. Hatinya begitu kesal dan marah karena mereka masih saja sama, tidak berubah sama sekali.
Sesampainya di parkiran, Juan membukakan pintu mobil agar Ayu segera masuk. Setelah itu giliran dirinya yang ikut menyusul.
“Apa kamu baik-baik saja?” tanya laki-laki blasteran dengan nada lembut. Satu tangannya terangkat mengusap pipi putih yang terlihat ada bekas cakaran.
Tetapi, belum sampai dia menyentuhnya, gadis itu menghindar.
“Maaf, aku sudah banyak menyakitimu. Aku juga tidak menyangka kalau mereka akan seperti ini. Sebelumnya mereka sudah berjanji akan meminta maaf padamu,” lirihnya tertunduk lesu.
“Kita pulang saja.”
“Tapi luka di pipi kamu?”
“Biar nanti aku obati sendiri.”
Selama perjalanan tidak ada satu kata yang terucap dari bibir merah gadis cantik. Dia duduk diam menatap keluar jendela dengan tatapan kosong.
Juan sendiri takut mengajaknya bicara, takut kalau dirinya mengganggu.
Tidak butuh waktu lama mereka sampai di halaman rumah William. Dari luar tampak lampu kamar tuan nya masih menyala, itu artinya William masih belum tidur.
“Biar aku yang bicara dengan Kak Willi, kamu bisa istirahat,” ujar Juan sebelum Ayu keluar mobil.
“Tidak perlu. Aku bisa menjelaskannya sendiri. Akan timbul banyak masalah jika kamu yang bicara,” balas Ayu dingin. Kakinya melangkah menuruni mobil sambil sedikit merintih kesakitan karena pipinya terasa perih.
Juan begitu khawatir dengan keadaan gadis cantik yang mengusik hatinya. Setelah pelayan cantiknya turun, dia menginjak pedal gas mobil membawanya keluar halaman rumah menuju apotik terdekat.
Dia membeli beberapa salep penghilang bekas luka dan pereda nyeri. Setelah selesai, mobil pun bergegas kembali sebelum kakaknya nanti bertanya yang tidak-tidak.
Begitu mobil memasuki halaman rumah dan Juan baru saja akan turun, William sudah berdiri di depan pintu utama rumahnya.
