“Mama, dadan Luci atit, nda bita tatan ladi. Luci nda tuat..."
"Luci alus tatan, nda ucah bitala dulu. Abang Lui nda tuat liat Luci nanis,” mohon Rhui berusaha menenangkan adik kembarnya yang tengah melawan penyakit mematikan.
_____
Terasingkan dari keluarganya, Azayrea Jane terpaksa menghadapi takdir yang pahit. Ia harus menikah dengan Azelio Sayersz, pimpinan Liu Tech, untuk menggantikan posisi sepupunya, Emira, yang sedang koma. Meski telah mencintai Azelio selama 15 tahun, Rea sadar bahwa hati pria itu sepenuhnya milik Emira.
Setelah menanggung penderitaan batin selama bertahun-tahun, Rea memutuskan untuk pergi. Ia menata kembali hidupnya dan menemukan kebahagiaan dalam kehadiran dua anaknya, Ruchia dan Rhui. Sayangnya, kebahagiaan itu runtuh saat Ruchia didiagnosis leukemia akut. Keterbatasan fisik Rhui membuatnya tidak bisa menjadi pendonor bagi adiknya. Dalam upaya terakhirnya, Rea kembali menemui pria yang pernah mencampakkannya lima tahun lalu, Azelio Sayersz. Namun, Azelio kini lebih dingin dari sebelumnya.
"Aku akan melakukan apa pun agar putriku selamat," pinta Rea, dengan hati yang hancur.
"Berikan jantungmu, dan aku akan menyelamatkannya.”
Dalam dilema yang mengiris jiwa, Azayrea harus membuat pilihan terberat: mengorbankan hidupnya untuk putrinya, atau kehilangan satu-satunya alasan untuknya hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Di ruang keluarga, keheningan mencekam. Papa Joeson duduk tegak di sofa, rahangnya mengetat, sisa amarah masih membara di matanya.
“Cukup! Aku sudah muak! Keluarga Emira sudah berkali-kali menodai nama baik kita. Perjanjian kerja sama itu selesai! Aku putuskan sekarang juga!” ucap Papa Joeson, tangannya terlipat kaku di dada.
Mama Azura, duduk di sebelahnya, menghela napas panjang. “Pa, tolonglah, Pa. Jangan gegabah. Kalau kita putus hubungan, bagaimana nasib Rea? Dia…”
Papa Joeson mendengus keras, memotong perkataan istrinya. “Rea? Rea lagi? Lupakan saja perempuan itu, Ma! Dia sudah lenyap dari muka bumi!”
Kata-kata itu, diucapkan dengan penekanan dingin, membuat Rexan yang sedari tadi mengintip dari balik tiang pintu, tersentak mundur.
“Papa!” seru Mama Azura, wajahnya memerah karena kesal. “Ibunya belum mati! Perasaan Ibu ini kuat, Pa. Ibu kandung Rexan itu masih hidup! Mama sering memimpikan Rea pulang bawa sepasang cucu untuk kita!”
Ibu tandung Lejan? Tapi Mama Emi macih hidup. Apa Mami calah?
Rexan jadi bingung. Ia memeluk boneka dinosaurusnya erat-erat, kakinya terpaku.
Papa Joeson melunakkan pandangannya saat melihat bayangan cucunya. Ia berbisik pelan, “Ma, nanti kita bahas lagi…”
“Bahasa apa lagi, Pa? Mau bertengkar denganku di depan cucumu?” tantang Mama Azura, suaranya bergetar.
Papa Joeson hanya menunjuk ke arah pintu dengan matanya. Mama Azura berbalik dan melihat Rexan.
“Rexan, sayang? Kamu sudah pulang? Kenapa diam di situ? Sini Nak,” ujar Mama Azura lembut, mendekati sang cucu.
Rexan berjalan pelan, kepalanya tertunduk. “Mami… mana Mama Emi?” tanyanya, suaranya kecil.
Mama Azura tersenyum hambar. “Mama Rexan sedang… liburan, Nak.”
“Nda muntin, Mami!” Rexan menggeleng tegas, air mata sudah menggenang di matanya. “Temalin Mama cama Papa mau bikin pesta. Nda muntin Mama Emi tindalin Lejan cendili cini. Mama Emi nda mati tan, Mami? Mama nda tingdalin Lejan…”
Tiba-tiba, Papa Joeson menyela dengan nada yang jauh lebih serius dan tegas dari biasanya. “Rexan, dengar Kakek. Dia tidak mati. Dia hanya kabur karena tidak mau jadi istri Papamu. Dia sudah berbuat fatal. Dia tidak pantas kau panggil Ibu.”
Rexan mendongak, matanya yang berkaca-kaca menatap tajam ke kakeknya.
“Napa Kakek bicala begitu?! Hik…” Tangisnya pecah, suara sengau karena cadel.
Mama Azura pun mendesis marah. “Papa, cukup!”
Tapi Papa Joeson mengabaikan istrinya, fokus pada Rexan. “Emira itu… dia hanya pengasuh yang pura-pura jadi Ibumu. Ibu kandungmu yang sebenarnya… dia pergi jauh, Nak. Dia meninggalkanmu. Mungkin saja dia sudah lama mati!”
Duarr!
Kata-kata tajam itu menghantam dada Rexan. Ia mundur selangkah, air mata mengalir deras membasahi pipi. “Kakek bohong!” pekiknya keras, lalu berbalik dan lari sekencang mungkin menuju kamarnya.
Mama Azura terdiam kaku. Ia menatap kepergian Rexan, lalu membalikkan badan, matanya sudah berkaca-kaca. Papa Joeson berdiri gemetar.
“Ma-ma… maafkan Papa. Papa kelepasan. Papa terlalu emosi pada keluarga Emira,” ujarnya, menyesal.
“Jangan pernah lampiaskan amarahmu pada cucu yang tidak bersalah itu, Pa!” kata Mama Azura menangis.
“Iya, Ma. Maaf. Nanti Papa akan minta maaf pada cucu kita,” janji Papa Joeson memeluk sang istri.
Di kamarnya, tangis Rexan terdengar pilu. Ia meringkuk di sudut kamar, memeluk lutut erat-erat.
“Hikss… hiks… Mama Lejan nda muntin cepelti itu. Palti cemuana bohong. Mama Lejan nda calah…”
Napa cemua benci Lejan? Lejan cuma mau puna Mama. Napa Lejan alus hidup cepelti ini? Mama…
.
Di dalam peti, Rea merasa dingin, sesak, dan sunyi. Di luar, ia mendengar tawa Tante Luna dan Selina.
“Semua sudah beres?” tanya Pak Ezton.
“Ma, apa kalian serius ingin mengubur Rea hidup-hidup?” tanya Selina, nadanya ragu. “Bagaimana kalau kita ambil organ-organnya dulu lalu dijual?”
Rea terkejut. Tante Luna menimpali: “Oh bagus juga idemu, Selina. Mama jadi ingat adik Ayahmu yang menyumbangkan jantungnya sebelum mati. Kematiannya itu cukup tragis dan siapa sangka malam ini hal seperti itu akan terjadi pada putrinya. Kalau semua dijual, kira-kira berapa yang akan kita dapat? Hahaha…” Tawa mereka terdengar kejam.
“Sudah, Ma! Kita kubur saja, jangan buang waktu kita dengan hal seperti itu, sini bantu Papa angkat peti ini sebelum hujan,” pinta Pak Ezton.
Saat mereka mengangkat peti, kilatan petir langsung menggelegar, membuat mereka terkejut. Mereka buru-buru mengangkatnya lagi, tetapi Selina tiba-tiba melepaskan tangannya.
“Ada apa denganmu, Selin?” tanya Tante Luna, melihat raut wajah putrinya yang pucat pasi dan ketakutan.
BLARR!
Petir bergemuruh. Kilatan cahaya menerangi sosok yang kini berdiri tegak di belakang Pak Ezton dan istrinya.
“Itu… itu… Mama.. Papa…” Selina berbisik ketakutan.
Tubuh Pak Ezton langsung ambruk ke belakang karena terkejut. Tante Luna menjerit pelan, gemetar setengah mati saat melihat sosok Azelio Sayersz, pimpinan Liu Tech, berdiri di hadapan mereka. Tatapan Azelio dingin, menusuk, dan sangat mengintimidasi, diperburuk oleh cahaya kilat yang sesekali menyambar.
Di belakang Azelio, berdirilah Bob, sang sekretaris yang selalu setia mendampinginya.
"Bob," panggil Azelio dengan nada rendah dan dingin. "Buka peti itu."
Bob bergegas mendekat. Ia membuka kunci peti perlahan, dan terkejut setengah mati melihat Rea terikat tak berdaya di dalamnya. Rea terlihat kacau, wajahnya berlumuran air mata.
Rasa kaget yang sama menghantam Azelio. Ia melihat Rea, yang ia kira sudah mati atau kabur, kini terperangkap dalam peti yang mengerikan.
Tatapan tajam Azelio menghujam ke arah tiga orang di depannya. Pak Ezton, Tante Luna, dan Selina.
Tanpa perlu Azelio mengucapkan sepatah kata pun, ketiga orang itu panik. Mereka langsung berlari masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rapat-rapat, meninggalkan Rea dan Azelio di halaman yang gelap.
Sementara Rea, air matanya sudah membanjiri wajah. Tatapannya memohon penuh kepiluan agar segera dibebaskan.
Dengan isyarat mata dari Azelio, Bob segera membantu Rea melepaskan lakban dari mulut serta ikatan tali di tangan dan kakinya.
Rea segera bangkit. Dengan sisa tenaga dan tubuh gemetar, ia berdiri tegak di depan Azelio, pria yang dulu mencampakkannya dan tidak pernah mencintainya.
Azelio terdiam, menunggu ucapan terima kasih. Namun, yang ia dapatkan adalah permohonan yang menusuk.
"Aku akan melakukan apa pun... tapi tolong, selamatkan putriku.”
Putriku? Dia sudah punya anak? Anak dari mana?
Dalam benak Azelio, keheranan dan keterkejutan bercampur aduk. Ia tidak tahu Rea hamil, apalagi memiliki anak.
Rea mengabaikan tatapan Azelio. Pikirannya hanya terfokus pada keselamatan kedua anaknya. Ia tahu, satu-satunya orang yang memiliki kekuatan untuk menyelamatkan mereka saat ini adalah pria dingin di depannya ini. Meskipun terasa berat, ia tidak peduli lagi dengan harga dirinya.
"Ku mohon..." pinta Rea, berlutut.
Azelio menarik napas panjang. "Baiklah. Tapi..." Ia berhenti sejenak, tatapannya kini berubah dingin dan penuh perhitungan. Ia menarik dagu Rea terangkat menatapnya.
"Sebagai gantinya, donorkan jantungmu."
Seketika, Rea merasa tercekik dan air matanya hilang ditelan rintik hujan yang membasahi wajahnya.
…
Like ya biar Mom Illa semangat crazy update
srmoga saja fia mau, wlu pyn marah dan kesal pada kelakuan papa ny
tapi ingin menyelsmat kan putri ny darimaut
maka ny dia marsh sambil ngebrak meja 😁😁😁
songong juga nech si Ron2.
henti kan kegilaan mu Rhui, utk memberi pelajaran dan menghancue kan perusahaan ayah mu
jika bukan Luna dan Celina...
Emira hafis baik, dia tdk akan mauenikah dengan mu, katena ituenyakiti jati afik ny Rea.
paham kamu..
kokblom keliatan.
jarus kuat. pergi lah sejauh mungkin, dan utup indentitas mu, agar yak afa yg bisa menemu kan mu Rea.
biar kita lihat, sampai do mana sifat angkuh nu ny si Azeluo