"Selain sering berbicara kaku seperti Google translate, kamu juga tidak peka, Peony. Mengertilah, Aku menyukaimu sejak awal!!" — Van Jeffdan Admaja.
"Maaf, Saya hanya berusaha bersikap profesional, Tuan.” — Peony Thamyta Sedjatie.
***
Peony adalah tuan putri manja yang segala sesuatunya selalu di siapkan oleh para pelayan.
Makan dari sendok emas. Kehidupan layaknya tuan putri yang keinginannya selalu di turuti sang raja. Itulah Peony Thamyta.
Hidupnya serba mewah, apa yang dia inginkan hanya perlu dia katakan dan beberapa menit setelahnya akan menjadi kenyataan.
Setidaknya, hal itu terus berlanjut sebelum Ayahnya —Darius Sedjatie, tiba-tiba menjodohkan Peony dengan anak teman bisnisnya.
Peony yang merasa belum siap menikah pun menolak! Berharap keinginannya kali ini akan terkabulkan, tapi sayangnya kali ini keberuntungan Peony seolah hilang. Darius tak mau menurutinya lagi, sehingga lelaki paruh baya itu menawarkan sebuah perjanjian gila.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkapan Jeffdan
Jeffdan berjalan menggandeng Peony menuju beberapa stand makanan yang sudah terjejer rapi di sepanjang jalan. Mereka berdua memutuskan untuk mengunjungi Pasar Malam untuk melepas penat. Apalagi ketika Peony terlihat lebih murung sejak siang tadi.
Jika di tanya pun gadis itu hanya akan diam dengan wajah datarnya, bicaranya pun sedikit ketus membuat Jeffdan bingung sekaligus kalut sendiri. Gara-gara itu pula dirinya tidak mendapat kan teh chamomile pada makan malam tadi.
Sekarang masih jam delapan kurang. Saat sampai pada tempat tujuan tadi, Jeffdan buru-buru mengajak Peony untuk mampir di beberapa stand makanan yang terlihat menggiurkan baginya.
“Peony, kau ingin apa?” Tanya Jeffdan menoleh. Peony sedari tadi hanya diam memandangi setiap sudut kerumunan yang di tangkap matanya.
“Peony? Hei?”
“Kenapa?” Peony berucap dengan nada tak santainya. Jeffdan sendiri bingung, kenapa dan apa yang terjadi dengan asistennya itu.
Kalau di pikir-pikir, harusnya dia yang bersikap arogan, kan? Kenapa jadi Peony yang seenaknya? Tapi, tak apa lah. Untuk kali ini Jeffdan memaklumi.
Mengalihkan tatapannya ke depan, lelaki itu menggeleng samar. “Kau ingin apa? Selagi disini, aku yang akan membayar semua yang kau inginkan” tawar Jeffdan. Tapi peony malah terlihat mengernyit.
Sementara itu, Peony bingung dan heran. Kenapa Bosnya mengajaknya ke tempat seperti ini? Karena jujur, Peony tak pernah memakan makanan cepat saji yang di jual di pinggir jalan. Bahkan restoran pun tidak.
“Haah, karena kau tak mau memilih, biar aku yang pilhkan.” Peony diam saja saat Jeffdan menariknya berjalan ke arah stand makanan berbahan dasar ayam.
“Tolong, dua porsi sedang.” Jeffdan berucap pada si penjual yang langsung di layani beliau.
“Apakah tidak apa-apa?” Peony berbisik pelan. Dia ragu untuk mencobanya. Lagian, Peony tak menyangkan seorang Jeffdan bisa dengan suka rela memakan makanan yang di jual di pinggir jalan. Apa enaknya? Pikir Peony.
Setelah beberapa saat, penjual tadi memberikan dua cup sedang yang berisi ayam goreng tepung dengan saus merah yang terlihat pedas. Satu untuknya dan satu untuk lelaki itu sendiri. Setelah sesi membayar selesai, mereka berdua —lebih tepatnya Jeffdan menarik Peony, berjalan menuju kursi panjang yang tersedia di sana.
Keduanya duduk bersebelahan, sembari menatap keindahan langit malam. Banyak kelap-kelip lampu yang di ciptakan oleh beberapa wahana bermain. Peony ingin menaiki salah satunya, tapi cukup takut dan geli karena tanah sedikit lembab bekas gerimis.
Keduanya larut dalam diam, tangan Peony tak berhenti-henti nya menyuapkan potongan ayam yang di belikan Jeffdan tadi. Meskipun sedikit ragu di awal, tetapi setelah melihat Jeffdan baik-baik saja melahapnya, dia pun mulai mencoba dan tak bisa di pungkiri memang, rasanya enak. Sampai pada potongan terakhir lalu membuang bekas cup nya ke dalam tong sampah yang sesuai.
“Ingin naik itu?” Tanya Jeffdan menunjuk sebuah wahana yang berbentuk bulatan besar dan terdapat sangkar-sangkar yang mengelilinginya. Peony mengangguk saja sebagai jawaban. Karena jujur dirinya juga sedikit penasaran bagaimana sensasinya menaiki bianglala di malam hari.
Atau lebih tepatnya, ingin tau sensasi menaiki wahana itu untuk pertama kali.
Jeffdan tersenyum hingga menampilkan dimple di kedua pipinya, lalu berdiri dan menuntun gadis manis itu untuk segera mengikutinya. Memesan tiket dan menunggu bagian kosong yang akan di naikinya berada di dasar.
"Kau pernah menaiki ini, Peony?" Tanya Jeffdan, tercetus begitu saja.
Wajah lelaki itu langsung melongo ketika Peony menggeleng dengan santai. "Belum," balas Peony. Semakin membuat Jeffdan terkejut.
'apa karena faktor ekonomi, sampai menaiki biang lala saja dia tak pernah?' batin Jeffdan merasa iba.
"Kalau begitu nikmatilah, kau akan tau bagaimana indahnya dunia malam lewat celah sangkar ini," tutur Jeffdan di sertai kekehan.
Peony angguk-angguk saja.
“Hm~ ini sangat indah, Aku bahkan baru pertama kali ke sini dan menaiki ini.” Ucap Peony saat keduanya sudah berada di puncak. Putarannya berhenti, sepertinya sedang ada sesi pergantian di bawah sana.
Dalam hati, Peony tak menyesali sama sekali keputusannya untuk pergi. Sebab, kapan lagi dia bisa menikmati suasana begini?
Meskipun saat waktu yang sudah di tentukan habis, dan Peony harus suka rela menerima perjodohan itu. Tak masalah, yang terpenting dia mendapat pengalaman dan udara bebas dari luar sebelum akhirnya dinikahi lelaki asing.
“Kau suka?” Pertanyaan Jeffdan membuat lamunan Peony buyar begitu saja, tapi senyum manisnya masih tetap tersemat. Gadis itu mengangguk.
“Hm, sangat suka. Aku senang bisa ke sini dan bisa menikmati langit malam.” Ucapnya girang.
“Aku juga senang,” Peony menoleh ke arah Jeffdan, mengernyitkan dahinya bingung.
“Yaa, pemandangan dari sini terlihat indah?” papar Peony.
Jeffdan terkekeh melihatnya, baginya senyum serta mengenal Peony adalah hal terindah di hidupnya. Sejak pertemuan pertama mereka di minimarket kala itu, tak berhentinya jeffdan mencari tau jejak Peony.
Dan semua itu seolah dimudahkan dengan keberadaan Tani yang mengaku sebagai teman dekat Peony, rasanya lebih menggembirakan dari menemukan harta karun tersembunyi.
“Mm ... Aku senang karena bisa menjadi orang pertama yang mengajak mu ke sini, dan melihatmu tersenyum lebar. Sangat cantik dan menggemaskan,” Celetuk Jeffdan membuat semburat merah menjalar di pipi Peony. Gadis itu mengalihkan pandangannya.
“Terdengar seperti ejekan, tapi tidak apa-apa." Balas Peony pura-pura tersinggung. Meskipun wajahnya yang sudah memerah tak bisa di sembunyikan lagi.
Baru kali ini Peony mendapat pujian dari lelaki lain selain Darius.
Jeffdan lagi-lagi terkekeh, kini lebih kalem alias tertawa tampan ala Tuan Muda Van Jeffdan. “Kenapa dengan wajahmu?” Ucapnya menggoda sang asisten.
Di tanya begitu, Peony tambah gugup, dia menempelkan kedua telapak tangannya di kedua pipinya; menutupi rona merah yang sialnya semakin terlihat jelas.
“Tidak!” ia mengelak dengan ketus, yang malah terlihat semakin menggemaskan bagi Jeffdan.
Tangan Jeffdan bergerak untuk mengambil kedua telapak tangan Peony yang masih tertengger apik di pipi si manis. Mengambilnya lalu di genggamnya erat tangan si gadis mungil di depannya itu. Mengecup singkat punggung tangan Peony membuat sang empunya melotot horor dan semakin merona di buatnya.
“Kalau aku boleh jujur, dari awal pertemuan kita di minimarket waktu itu. Aku sudah sangat tertarik dengan mu, Peony. Beruntung nya aku karena kau ternyata teman dekat dari orang yang aku kenal."
"Harusnya aku berterimakasih dengan Tani juga karena telah membawamu untuk bekerja bersamaku. Dari banyak kata yang sudah aku katakan baru saja, aku hanya ingin memberimu satu penegasan ... Jadilah milikku.” ucap Jeffdan tersenyum teduh.
Sial!
Ucapan lelaki itu membuat Peony memerah seluruh badan.