Lanjutan dari novel Reinkarnasi Pendekar Dewa
Boqin Changing, pendekar terkuat yang pernah menguasai zamannya, memilih kembali ke masa lalu untuk menebus kegagalan dan kehancuran yang ia saksikan di kehidupan pertamanya. Berbekal ingatan masa depan, ia berhasil mengubah takdir, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menghancurkan ancaman besar yang seharusnya merenggut segalanya.
Namun, perubahan itu tidak menghadirkan kedamaian mutlak. Dunia yang kini ia jalani bukan lagi dunia yang ia kenal. Setiap keputusan yang ia buat melahirkan jalur sejarah baru, membuat ingatan masa lalunya tak lagi sepenuhnya dapat dipercaya. Sekutu bisa berubah, rahasia tersembunyi bermunculan, dan ancaman baru yang lebih licik mulai bergerak di balik bayang-bayang.
Kini, di dunia yang telah ia ubah dengan tangannya sendiri, Boqin Changing harus melangkah maju tanpa kepastian. Bukan lagi untuk memperbaiki masa lalu, melainkan untuk menghadapi masa depan yang belum pernah ada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian Empat Tahun Lalu
Wu Ping mengangguk pelan, seolah kata-kata Boqin Changing membuka kunci terakhir di dalam kepalanya.
“Benar,” katanya lirih. “Setelah pertarungan pecah, barulah kami menyadari betapa putus asanya posisi Keluarga Feng saat itu.”
Ia menatap lantai sejenak sebelum melanjutkan, suaranya menjadi berat.
“Keluarga Feng sama sekali tidak tahu bahwa di ibukota telah terjadi pemberontakan besar. Bagi mereka, malam itu hanyalah serangan tiba-tiba dari kelompok tak dikenal yang menuntut Pangeran Shang Yuan.” Wu Ping menghela napas. “Mereka mengira ini hanya upaya penculikan biasa… atau tekanan politik dari kelompok tertentu.”
Namun kenyataannya jauh lebih buruk.
“Mereka mempertahankan Pangeran Shang Yuan mati-matian,” lanjut Wu Ping. “Bukan hanya karena kesetiaan pada takhta, tetapi karena mereka tahu… jika sang pangeran jatuh di tangan yang salah, maka Keluarga Feng akan ikut musnah. Tidak ada jalan kembali.”
Tangannya mengepal.
“Bagi mereka, kegagalan melindungi Pangeran Yuan berarti tuduhan pengkhianatan. Seluruh keluarga mereka baik tua, muda, pria, wanita, tidak akan luput dari hukuman. Jadi mereka memilih bertahan. Sampai titik darah terakhir.”
Zhiang Chi menarik napas tajam. Rahangnya mengeras, tetapi ia tidak menyela.
Wu Ping melanjutkan.
“Di tengah kekacauan itu, Keluarga Feng dengan cepat membuka jalur evakuasi rahasia. Jalur lama, dibuat sejak generasi sebelumnya, untuk keadaan darurat yang bahkan sebagian anggota keluarga sendiri tidak mengetahuinya.”
Ia mengangkat kepalanya.
“Dengan mengorbankan banyak pendekar, mereka berhasil membuka celah. Pangeran Shang Yuan… berhasil dibawa keluar dari kota ini.”
Kalimat itu menggantung di udara.
“Namun,” suara Wu Ping merendah, “harga yang harus dibayar… terlalu mahal.”
Ia menelan ludah dengan susah payah.
“Setelah para pemberontak menyadari bahwa target utama mereka telah lolos, kemarahan mereka meledak. Mereka tidak lagi menahan diri. Semua anggota Keluarga Feng yang tersisa… dibunuh.”
Ruangan terasa semakin dingin.
“Tidak peduli tua atau muda. Tidak peduli apakah mereka bertempur atau tidak,” lanjut Wu Ping pelan. “Darah mengalir di seluruh kediaman. Jeritan terdengar hingga beberapa blok jauhnya.”
Shang Mu menutup matanya sejenak. Dadanya naik turun perlahan.
“Dan itu belum berakhir,” Wu Ping melanjutkan. “Sebagai peringatan bagi seluruh kota, kediaman Keluarga Feng dihancurkan. Tidak disisakan apa pun. Gudang, rumah lainnya, aula latihan… semua dibakar.”
Ia mengepalkan tangan lebih keras.
“Usaha-usaha mereka, toko obat, penginapan, dan usaha lainnya semuanya diratakan. Seolah-olah Keluarga Feng tidak pernah ada.”
Wu Ping mengangkat pandangannya, matanya dipenuhi kegetiran.
“Itu adalah peringatan. Bagi seluruh warga kota. Bagi seluruh bangsawan.”
Ia menghela napas panjang.
“Sebenarnya,” katanya lirih, “bukan berarti para penduduk atau keluarga bangsawan lain tidak ingin membantu Keluarga Feng. Banyak yang ragu. Banyak yang marah. Bahkan ada yang sudah bersiap bergerak.”
Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan suara berat.
“Namun setelah diketahui bahwa salah satu kelompok penyerang adalah Kelompok Kalajengking Hijau… semuanya mundur.”
Zhiang Chi mengumpat pelan di dalam hati.
“Kelompok itu terkenal brutal,” Wu Ping berkata pahit. “Tidak hanya membunuh target. Mereka membantai keluarga, murid, bahkan orang-orang yang sekadar berada di sekitar. Tidak ada yang berani menyinggung mereka secara terbuka.”
Ia menggeleng.
“Tidak ada yang ingin membawa malapetaka ke keluarga mereka sendiri. Jadi… kota ini memilih diam.”
Shang Mu membuka mata. Sorotnya bergetar, penuh emosi yang naik turun. Amarah, penyesalan, dan kesedihan bercampur menjadi satu.
Wu Ping melanjutkan kembali.
“Sejak malam itu… hingga empat tahun berlalu sekarang, tidak pernah ada kabar apa pun tentang Pangeran Shang Yuan.”
Ia mengangkat bahu perlahan.
“Tidak ada laporan penangkapan. Tidak ada berita kematian. Tidak ada mayat. Keberadaannya… hilang bak ditelan bumi.”
Ruangan kembali hening.
“Dan soal keadaan Kekaisaran Shang saat ini,” Wu Ping melanjutkan dengan nada lebih pahit, “keadaannya jauh dari baik.”
Shang Mu menegang.
“Semenjak Yang Mulia turun takhta dan Shang Yao naik menggantikan,” kata Wu Ping hati-hati, “kekaisaran menjadi kacau.”
Ia menatap Shang Mu dengan ragu, lalu tetap melanjutkan.
“Pihak-pihak yang dianggap berjasa dalam pemberontakan diberi banyak keistimewaan. Kemudahan, fasilitas, hak istimewa… perlakuan khusus yang jauh melampaui kelompok lain.”
Ia menggeleng pelan.
“Sementara kelompok-kelompok yang netral, atau yang dulu memiliki kedekatan dengan pemerintahan sebelumnya, perlahan tapi pasti terpojok. Ditekan. Dipersulit.”
Wu Ping menarik napas.
“Dan untuk menutup kekurangan kas serta membiayai kepentingan istana… pajak dinaikkan.”
Tangannya mengepal.
“Rakyat semakin menderita. Pedagang kecil gulung tikar. Petani menyerahkan hasil panen lebih dari separuh. Keluhan ada di mana-mana, tetapi tidak ada yang berani bersuara.”
Kata-kata itu menghantam dada Shang Mu dengan keras. Ia tertegun. Untuk sesaat, mantan kaisar itu tidak berkata apa-apa. Wajahnya kaku, seolah menahan badai yang bergemuruh di dalam dirinya. Tangannya perlahan mengepal di atas lutut.
Keheningan itu berbicara lebih keras daripada teriakan mana pun.
Wu Ping melanjutkan lagi ceritanya setelah jeda panjang itu. Suaranya terdengar lebih pelan, namun justru semakin menekan dada siapa pun yang mendengarnya.
“Setahun terakhir ini,” katanya perlahan, “keadaan di wilayah utara semakin tidak terkendali. Ada sekelompok orang yang akhirnya tidak tahan lagi dengan tekanan istana… dan mereka mulai memberontak.”
Alis Zhiang Chi berkerut. Shang Mu mengangkat sedikit kepalanya.
“Mereka tidak menyerang sembarangan,” lanjut Wu Ping. “Target mereka jelas. Kota-kota yang dikuasai pihak-pihak yang terang-terangan menjadi sekutu istana. Para pejabat daerah, bangsawan kecil, dan kelompok yang selama ini disebut rakyat sebagai… anjing istana.”
Nada suaranya mengeras.
“Mereka membunuh tanpa ragu. Para pejabat yang dikenal menindas rakyat digantung di gerbang kota. Kantor pajak dibakar. Catatan pungutan dihancurkan.”
Wu Ping menghela napas pendek.
“Namun setelah itu, mereka tidak bertahan. Begitu pasukan bantuan dari istana mendekat, kelompok itu langsung mundur. Mereka kabur dan menuju ke arah hutan-hutan di wilayah utara.”
“Jadi mereka tidak menguasai kota?” tanya Zhiang Chi akhirnya.
Wu Ping menggeleng.
“Tidak. Tidak pernah sampai menguasai satu kota pun. Tapi akibat ulah mereka… beberapa kota mengalami kerusakan yang cukup parah. Perdagangan lumpuh, administrasi kacau, dan rasa takut menyebar ke mana-mana.”
Ia menatap Shang Mu.
“Karena itu, istana murka. Saat ini, kelompok itu sedang diburu habis-habisan.”
Wu Ping berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan suara lebih rendah, seolah membicarakan sesuatu yang tabu.
“Kelompok itu menamakan diri mereka Pembebas Tanah Shang.”
Nama itu menggantung di udara.
“Pemimpin mereka,” lanjut Wu Ping, “selalu muncul di garis depan. Ia memakai topeng berwarna emas yang menutupi seluruh wajahnya. Karena itu… orang-orang menjulukinya Pendekar Topeng Emas.”
Sorot mata Shang Mu berubah.
“Menurut rumor yang beredar,” kata Wu Ping ragu, “perawakan pemimpin kelompok itu… tinggi badannya, cara berjalan, bahkan aura yang terpancar… sangat mirip dengan Pangeran Shang Yuan.”
Ruangan seakan membeku.
Shang Mu dan Zhiang Chi tertegun sejenak. Mata mereka membelalak, lalu perlahan, sangat perlahan, cahaya yang hampir padam itu kembali menyala.
Jika cerita itu benar…Jika rumor itu bukan sekadar bualan rakyat… Maka putra mereka belum tertangkap. Yang lebih penting, ia mungkin masih hidup.
Napas Shang Mu bergetar. Ia menoleh tajam ke arah Wu Ping.
“Dari mana rumor itu berasal?” tanyanya, suaranya tertahan.
Wu Ping menjawab jujur,
“Aku mendengarnya dari banyak pedagang dan pendekar bayaran yang membicarakannya secara diam-diam di rumah makan ini.”
Shang Mu menggenggam tangannya sendiri, menahan getaran di jemarinya.
“Jadi…” katanya pelan namun tegas, “jika memang cerita itu benar… sebaiknya kami pergi ke arah utara untuk mencari putra kami?”
Wu Ping mengangguk pelan.
“Kemungkinannya seperti itu, Yang Mulia. Jika Pangeran Shang Yuan masih hidup dan benar memimpin Pembebas Tanah Shang, maka jejaknya pasti ada di sana. Di wilayah hutan dan kota-kota perbatasan utara.”
Ia lalu melanjutkan, menceritakan apa pun yang ia ketahui, tentang pola serangan kelompok itu, tentang rute pelarian mereka, tentang daerah-daerah yang kini dijaga ketat oleh pasukan istana. Kata-katanya mengalir hingga matahari benar-benar tenggelam di balik cakrawala.
Tanpa terasa, malam pun tiba. Lampu-lampu dinyalakan. Keheningan kembali menyelimuti ruangan ketika akhirnya tidak ada lagi yang bisa dibicarakan.
Tak lama kemudian, para pelayan datang membawa hidangan.
“Makan malam sudah siap,” kata salah satu dari mereka dengan hormat.
Shang Mu mengangguk lemah.
“Baik. Kita makan dulu.”
Kelompok itu pun akhirnya duduk bersama menikmati makan malam, meski rasa makanan nyaris tak terasa. Pikiran mereka sudah melayang jauh, ke utara, ke hutan, ke sosok bertopeng emas yang mungkin… membawa harapan terakhir mereka.
💥💥💥💥
🔥🔥🔥