Dokter Arslan Erdem Mahardika, pria tampan dan cerdas berusia 33 tahun, memiliki segalanya kecuali satu hal yaitu kepercayaan diri untuk menikah.
Bukan karena dia playboy atau belum siap berkomitmen, tapi karena sebuah rahasia yang ia bongkar sendiri kepada setiap perempuan yang dijodohkan dengannya yaitu ia impoten.
Setiap kencan buta berakhir bencana.
Setiap perjodohan berubah jadi kegagalan.
Tanpa cinta, tanpa ekspektasi, dan tanpa rasa malu, Tari Nayaka dipertemukan dengan Arslan. Alih-alih ilfeel, Tari justru penasaran. Bukannya lari setelah tahu kelemahan Arslan, dia malah menantang balik sang dokter yang terlalu kaku dan pesimis soal cinta.
“Kalau impoten doang, bisa diobatin, Bang. Yang susah itu, pria yang terlalu takut jatuh cinta,” ucap Tari, santai.
Yang awalnya hanya pengganti kakaknya, Tari justru jadi pawang paling ampuh bagi Arslan pawang hati, pawang ego, bahkan mungkin pawang rasa putus asanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 30. Acara Sakral Yang Ditunggu
Langit pagi terlihat bersih. Hembusan angin menyusup pelan ke dalam pelataran masjid tempat berlangsungnya akad nikah. Dekorasi bunga putih dan emas membingkai pintu masuk.
Suasana sakral menyelimuti setiap langkah tamu yang hadir. Kamera dan mata tertuju pada dua perempuan yang berjalan pelan dari arah dalam.
Nayaka dan Aylara melangkah bersamaan, memakai gaun pengantin senada. Sentuhan modern berpadu adat. Mahkota kecil menghiasi kepala mereka, membuat semua yang melihat terdiam beberapa detik.
Tamu-tamu terpukau, bahkan orang tua mereka pun tak bisa menyembunyikan rasa haru dan bangga.
“Subhanallah itu Nayaka?” lirih salah satu tamu perempuan.
“Iya cantiknya nggak ada lawan,” timpal yang lain dengan senyum kagum.
Baju pengantin itu memang dibuat khusus oleh desainer ternama, tapi bukan gaunnya yang membuat semua terdiam, melainkan aura keduanya.
Ada pesona memikat yang tak bisa dijelaskan. Dan di sisi lain ruangan, Dr. Arslan Han Mahardika berdiri tegap. Jas putih gading membingkai tubuh jangkungnya.
Wajahnya tetap datar. Tak banyak ekspresi. Tapi matanya, tak lepas dari satu sosok Nayaka.
“Jantung saya deg-degan lihat Nayaka,” bisik Aylara sambil menahan tawa kecil.
“Aku juga. Tapi tenang, cowok-cowok kita sudah siap mental,” balas Nayaka genit, lalu menoleh ke arah pria dingin yang kini jadi calon suaminya.
Arslan hanya mengangguk pelan saat tatapan mereka bertemu. Tak ada senyum, dan Nayaka tahu, dari caranya menatap, pria itu sedang menyimpan badai di dadanya.
Acara dimulai. Lantunan ayat suci terdengar menggema lembut. Suara qari menyusup ke relung hati. Disusul ceramah pernikahan yang mengingatkan tentang amanah dan keberkahan dalam membangun rumah tangga.
Tak lama, MC naik ke podium dan mulai membuka sesi perizinan.
“Kami persilakan kepada calon pengantin wanita, untuk menyampaikan permohonan restu kepada ibunda tercinta Bu Dina,” ucap MC dengan nada tenang.
Nayaka menunduk, lalu melangkah maju. Tubuhnya sempat bergetar kecil. Tapi suaranya tak goyah ketika bicara.
“Ma… terima kasih sudah melahirkan dan membesarkan Nayaka. Hari ini, aku minta ijin bolehkah aku menikah dengan pria yang Mama tahu sendiri betapa keras kepalanya,” ujarnya disambut tawa kecil dari para tamu.
Bu Dina mengangguk, air matanya menetes pelan. “Mama relakan asal kamu bahagia, Nak.”
Setelahnya, giliran Arslan melangkah maju. Wajahnya tak berubah masih tetap tegas penuh kontrol. Tapi tangan kirinya sempat mengepal.
“Papa… Mama… saya ingin menjalani hidup bersama Nayaka. Mohon restu dan doanya,” ucapnya singkat namun tegas.
Pak Erdem tersenyum bangga. Bu Selma tampak berkaca-kaca.
“Restu kami penuh, Nak. Jaga dia. Dia liar, tapi hatinya tulus,” kata Bu Selma pelan, membuat sebagian tamu tertawa pelan.
Tak berhenti di situ. Audra Elzhar pun berdiri, menghampiri orang tuanya, bersuara tenang, “Mami, Papi, saya mohon doa dan izin kalian untuk memulai babak baru.”
Acara terus berlanjut. Tapi di balik semua prosesi yang sakral dan menyentuh, hati Nayaka masih terpaut pada satu hal.
Saat dia menatap Arslan, dan pria itu kembali menatapnya tanpa banyak gerak bibir, Nayaka tahu meski lelaki itu tak pandai berkata-kata, tapi detak jantungnya berisik saat menyebut namanya dalam hati.
MOMEN IJAB KABUL DUA PENGANTIN KEMBAR
Langit pagi itu cerah. Udara masih segar. Wangi bunga melati menyusup lembut dari altar pelaminan yang disusun manis di halaman belakang rumah keluarga Ghazali.
Dekorasi putih dan hijau pastel menyatu dengan semilir angin, menyambut dua pasangan yang akan mengucap janji sakral dalam satu waktu, satu tempat, satu cinta.
Para tamu telah duduk tenang. Para sahabat dekat berdiri di sisi kiri dan kanan altar. Di tengah, dua pria berdiri sejajar dengan busana terbaik mereka.
Arslan Han Mahardika dalam balutan beskap putih gading berdiri dengan wajah datar, namun bola matanya sesekali melirik ke arah depan, tepat ke arah
Nayaka yang duduk di pelaminan. Tangannya mengepal, bukan gugup, hanya kebiasaannya setiap kali menghadapi situasi penuh perhatian.
Di sisi kanannya, Audra Elzhar tampil kontras. Senyumnya tak bisa disembunyikan. Meski mengenakan baju serupa dengan Arslan, tapi ekspresinya jauh lebih santai.
Sesekali ia melirik ke arah Aylara yang duduk anggun mengenakan kebaya senada Nayaka. Aylara yang biasanya galak kini tampak tenang, sedikit gugup, namun sorot matanya jelas bahagia.
“Bismillahirrahmanirrahim,” ucap penghulu membuka prosesi.
Suasana berubah hening. Bahkan burung yang biasanya ramai pun seolah ikut menyimak.
Penghulu menoleh ke arah Arslan lebih dulu.
“Dr. Arslan Han Mahardika bin Erdem Mahardika, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Tari Nayaka Ghazali binti Gus Ghozali, dengan maskawin emas sepuluh gram dibayar tunai.”
Dada Nayaka ikut naik turun. Tangan kanannya mengepal di pangkuan. Sementara Kiara yang duduk di sampingnya berbisik pelan, “Gue deg-degan kayak bukan lo yang nikah.”
Nayaka mendesis, “Gue juga, Ki. Gawat, gue mau nangis.”
Arslan menatap lurus ke depan. Suaranya berat, tapi tenang. “Saya terima nikah dan kawinnya Tari Nayaka Ghazali binti Gus Ghozali, dengan maskawin emas sepuluh gram dibayar tunai.”
“SAH!” seru para saksi.
Kiara langsung bersorak pelan sambil memukul lutut Nayaka. “SAH, BUK!” ujarnya tertahan haru.
Nayaka terdiam. Matanya merah. Tak menyangka pria se-dingin Arslan akhirnya resmi jadi suaminya. Bahkan Arslan pun melirik sebentar, lalu menyisipkan senyum tipis yang hanya terlihat oleh Nayaka.
Selanjutnya giliran Audra.
Penghulu menoleh ke sisi kanan. “Audra Elzhar bin Elvino Elzhar, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Aylara Ghazali binti Gus Ghozali, dengan maskawin seperangkat alat salat dan logam mulia lima gram dibayar tunai.”
Audra menarik napas panjang. Tangannya sempat mengusap leher, membuat Odelia berbisik ke Kaisar yang duduk di belakang, “Tuh liat. Komandan panik.”
Kaisar melirik tanpa ekspresi. Sementara Elara di sampingnya tampak malas menanggapi, sibuk dengan ponselnya.
Audra mengangguk. “Saya terima nikah dan kawinnya Aylara Ghazali binti Gus Ghozali, dengan maskawin seperangkat alat salat dan logam mulia lima gram dibayar tunai.”
“SAAAH!” pekik semua saksi hampir bersamaan.
Aylara langsung menunduk, menyeka matanya dengan tisu. Ini bukan karena dia lembek. Tapi karena akhirnya semua luka masa lalu terbayar dengan momen sakral ini.
Di sampingnya, Nayaka sudah menyikut pelan. “Kita resmi istri, Kak. Gila! Lo istri Komandan. Gue istri dokter bedah impoten. HA!”
Arslan langsung menoleh. “Jangan ulang kata itu,” ujarnya dingin.
Tari Nayaka langsung menutup mulut, geli sendiri. “Siap, Pak Dokter maksudku dokter penuh cinta.”
Audra tertawa keras. “Itu kode lo mau honeymoon sekarang?”
“Bisa,” seru Nayaka.
Odelia di belakang cuma menepuk jidat. “Gila, yang nikah kayaknya cuma mereka doang yang bisa gila bareng begini.”
Kiara mengangguk. “Bukan cuma nikah. Ini duet maut. Dua pasangan beda dunia tapi serasi.”
Tiba-tiba Raymeer berdiri dari bangku tamu, mengangkat ponsel. “Senyum semua Oke... Tiga... Dua... Satu... Sah!”
Klik.
Dalam satu foto itu, terekam dua pria dengan dua wanita luar biasa yang berhasil menembus dinding kesendirian dan luka.
Arslan yang awalnya dingin, kini memiliki gadis paling ribut yang bisa menghangatkan hidupnya. Audra yang disiplin dan serius, kini punya pasangan sefrekuensi yang bisa menyeimbangkan dunianya.
Dan hari itu, di tengah semesta yang tersenyum lembut, dua cinta tumbuh dalam satu akad, satu nafas, satu tawa yang akan menjadi awal perjalanan panjang.
RESEPSI PERNIKAHAN MEGAH & MEWAH
Dua pengantin, dua pasangan, satu hari yang tak akan pernah terlupakan.
Langit sore itu cerah keemasan, dihiasi semburat jingga yang memantul di dinding kaca ballroom megah hotel bintang lima. Karpet merah terbentang dari pelataran lobby hingga ke pintu utama gedung.
Di kiri-kanannya, para petugas keamanan dan wedding usher berdiri tegak, menyambut tamu dengan senyum terbaik mereka. Musik orkestra lembut mengalun, berpadu dengan denting kecapi modern.
Sebuah spanduk LED raksasa di depan gedung menayangkan:
LIVE - "Cinta Dua Hati"
Disponsori oleh TV Swasta Nasional, disiarkan langsung dari Ballroom Aryaduta.
Dua pasangan dengan kisah cinta yang berbeda, namun disatukan di hari yang sama.
---
Narator (suara lembut TV host):
"Selamat sore, pemirsa. Hari ini, Indonesia menyaksikan pernikahan yang bukan hanya menyatukan dua insan, melainkan dua cerita cinta yang menginspirasi jutaan hati. Kami hadir langsung dari resepsi megah antara dr. Arslan Han Mahardika dan Tari Nayaka Ghazali, serta pasangan kedua Komandan Audra Elzhar dan Aylara yang dikenal sebagai aktivis sosial dan pebisnis muda."
---
Di dalam ballroom:
Ribuan bunga mawar putih dan merah muda menghiasi langit-langit ballroom. Lampu kristal menggantung elegan, menciptakan pantulan cahaya seperti taburan bintang.
Di pelaminan megah berwarna krem-emas, berdiri dua singgasana pengantin yang dirancang khusus dari bahan beludru Italia.
Tamu-tamu penting mulai berdatangan terdiri dari artis, pejabat tinggi, rekan sejawat kedokteran dan kepolisian, influencer, hingga sahabat lama dari masa kecil.
---
MC wanita: "Kita sambut pasangan pertama! Dokter muda berprestasi, dokter Arslan Han Mahardika dan sang pengantin cantik sang perawat penakluk dokter, Nayaka Ghazali!"
Sorak tepuk tangan menggelegar.
Nayaka berjalan perlahan, gaunnya panjang menjuntai penuh detail payet dan kristal Swarovski, dirancang desainer internasional.
Di sampingnya, Arslan tampak gagah dalam setelan tuxedo hitam klasik dengan pin dokter di dadanya.
---
Nayaka berbisik pada Arslan:
"Jangan tegang begitu, Mas. Kamu kayak mau operasi jantung terbuka."
Arslan menghela napas pelan, menyungging senyum tipis.
"Aku lebih gugup waktu mau nikahin kamu daripada waktu residen di UGD."
Nayaka tergelak kecil.
"Bagus. Aku suka kamu yang jujur kayak gini."
MC pria: "Dan kini kita sambut pasangan kedua. Sang komandan muda yang dikenal tegas namun penuh cinta Komandan Audra Elzhar, bersama pengantinnya yang mempesona dan aktif di dunia medis Aylara!"
Audra melangkah tegap. Seragam putihnya berkilau di bawah cahaya lampu. Di sebelahnya, Aylara tampil anggun dalam gaun beraksen modern etnik. Mereka tampak tenang, namun tangan Audra menggenggam tangan Aylara erat.
---
Aylara tersenyum malu, "Masih gak percaya ya, aku akhirnya nikah sama komandan polisi."
Audra menunduk sedikit, berbisik, "Aku lebih gak percaya kamu mau jadi istriku walau aku penuh luka."
---
Sesi lempar bunga..
Nayaka memutar badannya, memegang buket mawar besar, lalu menghitung,
"Satu... dua... tigaaa—"
Buket melayang ke udara.
DJ Raymeer yang berdiri di tengah kerumunan perempuan justru menangkapnya. Semua bersorak.
Kiara, pacarnya, langsung memeluknya sambil tertawa.
“Udah fix. Minggu depan kamu lamar aku ya," serunya centil.
Giliran Aylara melempar buket. Tanpa diduga, Odelia, kekasih polisi muda Uwais, yang menangkapnya sambil teriak,
"Yes! Bukti ini guys, gue yang next!"
Sesi dansa pertama:
Arslan mengulurkan tangan, membisikkan,
"Mau berdansa, Bu Dokter?"
Nayaka tertawa kecil, menerima uluran tangannya.
"Asal jangan injak kakiku ya, Mas."
"Jaminan dokter spesialis, sayang." jawab Arslan sambil mengayunkannya pelan mengikuti irama biola.
Di sisi lain, Audra dan Aylara hanya berdiri saling bertatapan.
"Aku gak bisa dansa," ucap Audra kikuk.
"Gak usah dansa. Cukup kamu di sini, di sampingku. Itu udah lebih dari cukup." ucap Aylara lembut.
"Dari ballroom yang penuh cahaya dan tawa, kami undur diri. Semoga pernikahan dua pasangan luar biasa ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk mencintai dengan tulus, setia dan sederhana."