Empat tahun lalu, Aira Nadiya mengalami malam paling kacau dalam hidupnya—malam yang membuatnya kehilangan arah, tapi juga memberi dirinya sesuatu yang paling berharga: seorang anak laki-laki bernama Arvan.
Ia tidak pernah memperlihatkan siapa ayah anak itu. Tidak ada foto, tidak ada nama, tidak ada cerita. Satu-satunya petunjuk hanya potongan ingatan samar tentang pria misterius dengan suara rendah dan mata gelap yang menatapnya seolah ingin menelan seluruh dunia.
Aira mengira itu hanya masa lalu yang terkubur.
Sampai suatu hari, karena utang ayahnya, ia dipaksa menikah dengan Dion Arganata, CEO muda yang terkenal dingin dan tidak punya empati. Lelaki yang seluruh hidupnya diatur oleh bisnis dan warisan. Lelaki yang membenci kebohongan lebih dari apa pun.
Dan Aira bahkan tidak tahu…
Dion adalah pria dari malam itu.
Ayah dari anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 — Rencana Pertama Tantri
Ketenangan dan kebahagiaan yang baru saja dicapai Dion dan Aira setelah malam pengakuan (Bab 29) adalah target sempurna. Tantri Arganata, yang telah menyaksikan kelembutan Dion dari jarak jauh melalui kamera pengawasnya, tidak membuang waktu. Ia tahu, di dunia Arganata, rumor lebih mematikan daripada peluru.
Tantri menghubungi jaringan media gosip online dan beberapa reporter tabloid yang sudah lama ia kendalikan. Dia tidak secara langsung menuduh, tetapi dia memberikan umpan yang cukup beracun: detail tentang masa lalu Aira.
"Wanita desa tanpa latar belakang... tiba-tiba menikah dengan CEO terkuat di Asia, beberapa bulan setelah menyelesaikan utang keluarganya..."
"Sumber terpercaya mengonfirmasi bahwa Nyonya Arganata yang baru adalah mantan petugas kebersihan yang bertemu Tuan Dion Arganata dalam keadaan yang sangat 'dipertanyakan'."
"Apakah Tuan Muda Arvan, yang tiba-tiba muncul setelah empat tahun, benar-benar pewaris sah, atau hanya upaya terencana untuk mengklaim warisan?"
Rumor-rumor ini, yang dihiasi dengan foto-foto buram Aira saat bekerja sebagai petugas kebersihan dan perbandingan mencolok antara rumah sederhana Nyonya Siti dan penthouse mewah Dion, meledak di media sosial dan portal gosip dalam waktu 24 jam.
Dion dan Aira baru mengetahui badai itu saat mereka sedang sarapan santai bersama Arvan. Arvan sedang asyik bermain dengan smartphone Dion—yang secara tidak sengaja membuka halaman berita utama.
Arvan membaca tulisan besar yang mencolok: "ISTRI GADUNGAN CEO ARGANATA".
“Papa, kenapa ini ada Mama?” tanya Arvan polos. “Kenapa dibilang Mama gadungan? Mama kan Mamaku yang asli.”
Aira merasakan jantungnya mencelos. Ia segera mengambil ponsel itu, wajahnya pucat pasi.
Dion, yang sedang membaca laporan keuangan di tabletnya, menyadari ketegangan itu. Ia menoleh, melihat wajah Aira yang panik, dan segera mengerti bahwa itu bukan urusan bisnis biasa.
“Apa yang terjadi, Aira?” tanya Dion, nadanya langsung berubah dingin.
Aira tidak menjawab, hanya memeluk Arvan erat-erat. Air mata mulai menggenang di matanya. Ia tidak peduli dengan dirinya, tetapi Arvan—Arvan tidak boleh terkontaminasi oleh kebencian dan kebohongan ini.
Dion mengambil ponselnya. Matanya memindai berita-berita utama. Dalam sepersekian detik, urat di leher Dion menegang. Amarahnya tidak lagi ditujukan pada Aira, tetapi pada entitas yang berani menyentuh keluarganya.
Berita-berita itu tidak hanya menyerang Aira; itu menyerang martabat Arganata dan, yang paling parah, meragukan asal-usul Arvan.
“Siapa yang berani…” desis Dion, suaranya mengandung bahaya yang mematikan. Dia tahu, hanya ada satu orang di lingkaran keluarganya yang memiliki sumber daya dan kebencian sekuat ini: Tantri.
“Dion, abaikan saja,” bisik Aira, suaranya gemetar. “Mereka hanya mencari sensasi. Jangan biarkan ini merusak…”
“Merusak?” potong Dion, berdiri tegak, menjulang tinggi dan mengerikan. “Mereka baru saja menyebut Ibu dari putraku sebagai 'gadungan' dan putraku sendiri sebagai 'tidak jelas asal-usulnya'! Ini bukan sensasi, Aira. Ini adalah perang!”
Dion segera memanggil kepala tim legal dan komunikasi.
“Aku tidak peduli butuh biaya berapa. Aku ingin semua berita ini ditarik. Semua. Aku ingin permintaan maaf yang tercetak di setiap halaman depan. Siapa pun yang menyebarkan ini, tuntut mereka sampai ke tulang. Hancurkan mereka.”
Perintah Dion sangat jelas: pertahankan Aira.
Namun, Aira tidak merasa lega. Dia hanya merasa takut. Kebohongan yang ia coba hindari seumur hidup—fitnah dan penghakiman masyarakat—kini kembali dengan kekuatan ratusan kali lipat.
“Dion, tolong,” Aira memohon, menarik lengan Dion. “Jangan lakukan ini. Semakin Anda melawannya, semakin mereka akan menggali. Saya tidak ingin masa lalu saya… masa lalu Arvan… terpapar. Biarkan saja.”
“Biarkan?” Dion menatap Aira dengan tak percaya. “Kau pikir aku akan membiarkanmu menangis sendirian, Aira? Aku Ayah Arvan! Aku suamimu! Siapa pun yang menyerangmu, mereka menyerangku. Aku tidak akan membiarkan orang lain menginjak-injak istriku.”
Dion mengakhiri panggilan teleponnya, wajahnya dingin dan keras.
Aira melihat pertahanan Dion, ia melihat pengakuan Dion, tetapi ia juga melihat api yang kembali menyala di mata Dion—api yang ia takutkan akan menghanguskan segalanya, termasuk kebahagiaan mereka yang rapuh.
Di kantornya, Tantri menerima laporan tentang tindakan keras Dion.
“Dion mengirimkan tim hukumnya? Dia menuntut semua media?” Tantri tertawa dingin. “Bagus. Reaksi yang sangat emosional. Tepat seperti yang kuduga.”
Asisten Tantri bertanya, “Apakah kita akan mundur, Nyonya? Kekuatan hukum Tuan Dion tidak main-main.”
“Mundur? Tentu saja tidak,” kata Tantri, tersenyum licik. “Ini baru permulaan. Dion menghabiskan kekuatannya untuk membersihkan media. Dia lupa, masalah ini bukan tentang media, tetapi tentang legitimasi di mata dewan dan Papa tirinya. Aku hanya menabur benih keraguan. Dan sekarang, aku akan menuai hasilnya.”
Tantri mengambil salinan dokumen yang berisi detail utang keluarga Aira, tanggal pernikahan kontrak, dan detail pekerjaan Aira sebagai petugas kebersihan di salah satu gedung milik Arganata.
“Kita tunjukkan pada mereka betapa murahnya harga Nyonya Arganata ini. Kita tunjukkan bahwa dia adalah wanita yang dibeli.”
Tantri semakin yakin. Aira harus disingkirkan. Kelembutan dan cinta yang Dion tunjukkan hanyalah kelemahan yang harus ia eksploitasi.
semoga cepet up lagi