NovelToon NovelToon
Aku Bisa Tanpa Dia

Aku Bisa Tanpa Dia

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Minami Itsuki

Aku sengaja menikahi gadis muda berumur 24 tahun untuk kujadikan istri sekaligus ART di rumahku. Aku mau semua urusan rumah, anak dan juga ibuku dia yang handle dengan nafkah ala kadarnya dan kami semua terima beres. Namun entah bagaimana, tiba-tiba istriku hilang bak ditelan bumi. Kini kehidupanku dan juga anak-anak semakin berantakan semenjak dia pergi. Lalu aku harus bagaimana?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27

Aku sudah berusaha menahan, tapi lidah Mira dan Clara makin tajam. Mereka memandangku hanya sebatas baby sitter—pengasuh yang bisa disuruh ini-itu, bukan seorang ibu yang pantas dihormati. Hatiku perih setiap kali kata itu keluar, tapi malam itu aku tak lagi bisa menahan beban sendiri.

Aku memberanikan diri mendekati Mas Erlangga di ruang tamu. Suaraku bergetar, “Mas… Mira sama Clara bilang aku cuma baby sitter. Apa aku memang segitu rendahnya di mata mereka? Aku ini istrimu, bukan orang yang dibayar buat jaga anak.”

Kupikir ia akan menenangkanku, membela perasaanku, atau setidaknya memberi pengertian pada anak-anaknya. Tapi yang kuterima hanyalah tatapan dingin, wajah datar tanpa ekspresi. Bibirnya terkatup rapat sejenak, sebelum akhirnya terbuka dengan kalimat yang menghancurkanku.

“Memang begitu kenyataannya, Rat. Kamu di rumah ini ya tugasnya ngurus anak-anak. Kalau mereka anggap kamu baby sitter, apa salahnya? Bukankah itu yang kamu kerjakan setiap hari?”

Darahku seakan berhenti mengalir. Kata-kata itu menamparku lebih keras daripada hinaan siapa pun. Jadi, di matanya pun aku bukan istri, bukan pasangan hidup, melainkan sekadar pengasuh yang bisa diganti kapan saja.

Aku tercekat, tak sanggup menjawab. Hanya air mata yang jatuh diam-diam, membasahi pipi. Saat itu aku sadar, yang kutahan selama ini bukan hanya ucapan anak-anak, tapi juga ketidakpedulian suami yang seharusnya melindungiku.

Sejak malam itu, ada sesuatu dalam diriku yang mati. Aku tidak lagi berusaha mati-matian untuk menyenangkan Mira dan Clara. Apa pun yang mereka lakukan, aku biarkan saja. Jika mereka butuh sesuatu, silakan cari sendiri. Jika mereka ingin membentakku, biarlah. Aku sudah terlalu lelah untuk peduli.

Mas Erlangga tidak pernah tahu, bahwa di balik sikap manisnya, Mira justru menyimpan rahasia besar. Aku sengaja pura-pura tidak memperhatikan, tapi diam-diam aku tahu. Mira menjalin hubungan dengan seorang pria yang jauh lebih tua darinya. Mereka kerap berbalas pesan larut malam, bahkan beberapa kali aku mendengar suara samar-samar saat Mira menelepon di kamar.

Aku hanya memandangi layar ponsel Mira yang tak sengaja terbuka saat ia meninggalkannya di meja makan. Nama pria itu muncul jelas, dengan panggilan mesra yang tidak pantas untuk usianya.

Hatiku sebenarnya ingin menegur, tapi bayangan wajah Erlangga terlintas di benakku. Untuk apa aku repot-repot memperingatkan anak yang jelas-jelas tidak pernah menganggapku ada? Untuk apa aku melaporkan pada Erlangga, sementara ia pun tidak pernah percaya dengan kata-kataku?

Aku menarik napas panjang. “Biarlah, Mira. Suatu saat, perbuatanmu sendiri yang akan membongkar semuanya. Dan saat itu, aku tidak akan mengulurkan tangan lagi.”

Dan satu lagi, Tak lupa aku mengingatkan Mas Erlangga untuk mengajarkan Mira dan Clara agar bisa mandiri karena mereka sudah SMP untuk masa depannya. Tapi apa jawab dia.

Mas Erlangga menatapku dingin, seperti biasa. “Mereka masih anak-anak, Ratu. Jangan terlalu keras. Lagi pula ada kamu di rumah, tugasmu memang mengurus mereka.”

Aku menggertakkan gigi menahan perasaan yang meluap. “Aku bukan baby sitter, Mas. Aku ini istrimu. Aku hanya ingin mereka bisa mandiri, bukan malah bergantung terus.”

Tapi ia hanya bersandar di kursinya, lalu menyalakan televisi tanpa peduli dengan ucapanku. “Kalau kamu merasa terbebani, itu pilihanmu. Tapi jangan paksa anak-anakku melakukan hal yang tidak mereka mau.”

Malam itu aku duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke arah lemari yang separuhnya penuh dengan bajuku. Rasanya dada ini sesak sekali. Dua tahun bertahan dalam pernikahan ini sudah lebih dari cukup. Aku lelah diperlakukan seperti pengasuh, bukan istri.

Aku berdiri perlahan, menahan suara agar tidak membangunkan siapa pun. Tanganku mulai memasukkan pakaian ke dalam koper kecil. Setiap lipatan terasa berat, seakan mengingatkan luka-luka yang kualami selama ini.

“Aku sudah cukup,” gumamku pelan, hampir berbisik pada diriku sendiri.

Aku sempat menoleh ke arah foto pernikahan yang tergantung di dinding kamar. Foto itu kini hanya membuatku muak. Senyumku dalam bingkai itu hanyalah senyum palsu—senyum seorang perempuan yang dipaksa menikah demi hutang keluarga.

“Mulai malam ini, aku bukan lagi bagian dari rumah ini,” bisikku dalam. Hati.

Butuh waktu seminggu penuh untuk menyiapkan semuanya. Aku tidak bisa pergi begitu saja tanpa rencana, karena Erlangga orangnya curiga dan mudah marah. Setiap hari, diam-diam aku mengeluarkan sedikit demi sedikit barang-barangku.

Hari pertama, hanya beberapa helai baju yang kuselipkan ke dalam tas. Setiap kali aku mengantar anak-anak ke sokolah. Esoknya, aku membawa perhiasan kecil hasil tabunganku sebelum menikah. Hari berikutnya lagi, dokumen-dokumen penting seperti ijazah, kartu identitas, dan buku tabungan, tak lupa buku nikah yang diam-diam aku ambil lalu kupindahkan ke tempat aman.

Untuk masalah perceraian di pengadilan biar aku pikir kan nanti. Yang jelas aku harus keluar dari rumah ini.

Setiap langkah harus penuh perhitungan. Aku bahkan pura-pura berbelanja untuk menutupi jejak koper kecil yang kubawa keluar.

Di rumah, wajahku tetap datar. Seolah tidak ada yang terjadi. Saat ibu mertua menyuruhku mencuci atau Mira dan Clara kembali menghina, aku hanya tersenyum tipis. Mereka tidak tahu bahwa sebentar lagi aku tidak akan berada di sini lagi.

Setiap malam aku berbaring di ranjang sambil menatap langit-langit, menghitung hari.

“Sedikit lagi… hanya beberapa hari lagi,” gumamku pelan.

Dan tepat di akhir minggu itu, semua barangku yang penting sudah aman berada di luar rumah.

Tapi ada satu hal yang membuatku terkejut sebelum benar-benar pergi dari rumah ini. Saat itu aku baru saja selesai membereskan piring di meja makan, dan langkahku terhenti di ruang tamu.

Ponsel Mas Erlangga tergeletak begitu saja di atas meja. Layarnya menyala, menampilkan notifikasi pesan. Aku tak berniat membuka, tapi sekilas pandanganku tertangkap pada nama yang muncul di layar itu.

“Sayangku ❤️.”

Jantungku berdegup kencang. Tanganku gemetar menahan rasa penasaran, namun akhirnya aku mendekat dan melihat lebih jelas. Pesan itu singkat, tapi menghujam dadaku.

“Mas, jangan lupa malam ini kita ketemu. Aku kangen.”

Kepalaku seakan berputar. Mas Erlangga diam-diam mempunyai wanita lain, pantas saja aku hanya dianggap seperti pembantu, dan Baby Sister, tapi juga menjalin cinta dengan wanita lain di belakangku.

Aku menutup mulut, menahan isak yang hampir pecah. Semua rasa sakit yang kualami selama ini seperti menemukan puncaknya malam itu.

Itu, jari-jariku bergetar saat membuka layar dan memastikan apa yang kulihat barusan bukan sekadar ilusi. Pesan-pesan mesra dari perempuan bernama Megan berderet rapi, lengkap dengan panggilan manja yang tak pernah kudapatkan lagi sejak awal pernikahan.

Dadaku serasa diremas. Ada luka yang dalam, tapi bersamaan dengan itu timbul kekuatan yang selama ini hilang. Aku menyalin semua pesan itu, memotret layar sebagai bukti.

“Kalau memang begini adanya… tidak ada lagi yang perlu kutakuti,” gumamku lirih, air mata menetes namun segera kusesap dengan punggung tangan.

Walau hatiku hancur berkeping-keping, aku harus kuat. Bukti ini akan kugunakan saat tiba waktunya aku berdiri di depan hakim. Aku tidak boleh goyah lagi.

Sebelum ketahuan olehnya, aku sempat memfoto bukti perselingkuhan melalui chat dan juga beberapa foto dan Video. Setelah semuanya beres

Dengan cepat aku mengembalikan ponsel itu ke tempat semula, seakan tak pernah kusentuh. Lalu aku menarik napas panjang, menyeka wajahku, dan melangkah ke kamar dengan langkah yang mantap.

Keputusan sudah bulat. Malam itu juga, aku tahu, aku tidak akan pernah kembali menjadi “istri” yang hanya dianggap pembantu.

1
Anonymous
Ini sdh end?
Riani Putri
mantap, tinggal liat gimana menderitanya dia ditinggal ratu, belum lg ketauan korupsi dikantor nya, ayo Thor dilanjutkan lg cerita nya
Riani Putri
mana lanjutannya thor
Riani Putri
ayo dong kk, up lagi, seru ceritanya
Pajar Sa'ad: oke, siap.. ditunggu ya
total 1 replies
Himna Mohamad
mantap ini
Pajar Sa'ad: terima kasih, kak.. tunggu update selanjutnya ya kak 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!