Menikah dulu... Cinta belakangan...
Apakah ini cinta? Atau hanya kebutuhan?
Rasa sakit dan kecewa yang Rea Ravena rasakan terhadap kekasihnya justru membuat ia memilih untuk menerima lamaran dari seorang pria buta yang memiliki usia jauh lebih tua darinya.
Kai Rylan. Pria buta yang menjadi target dari keserakahan Alec Maverick, pria yang menjadi kekasih Rea.
Kebenaran tanpa sengaja yang Rea dengar bahwa Kai adalah paman dari Alec, serta rencana yang Alec susun untuk Kai, membuat Rea menerima lamaran itu untuk membalik keadaan.
Disaat Rea menganggap pernikahan itu hanyalah sebuah kebutuhan hatinya untuk menyembuhkan luka, Kai justru mengikis luka itu dengan cinta yang Kai miliki, hingga rahasia di balik pernikahan itu terungkap.
Bisakah Rea mencintai Kai? Akankah pernikahan itu bertahan ketika rahasia itu terungkap? Apa yang akan terjadi jika Alec tidak melepaskan Rea begitu saja, dan ingin menarik Rea kembali?
Ikuti kisah mereka....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Pikirkanlah
"Aku setuju untuk menikah denganmu,"
Apa yang baru saja Rea ucapkan membuat Kai terpaku di tempat duduknya selama beberapa saat, kepalanya bergerak seakan ia tengah menajamkan pendengarannya.
"Kamu mendengarku, Paman," ucap Rea.
"Apakah kamu sadar dengan apa yang kamu katakan, Re?" tanya Kai.
"Apakah Paman menganggap aku sedang membual?" Rea balas bertanya.
Kai mendesah pelan.
"Jika ini tentang bisnis keluargamu, kamu tidak perlu khawatir. Aku akan membantu sebisaku tanpa ikatan pernikahan,"
"Aku sadar, aku tidak pantas untukmu, dan usia kita terpaut terlalu jauh,"
"Tidak!" Rea menggeleng.
"Aku setuju tanpa desakan atau tuntutan apapun. Dan tolong jangan katakan apa saja yang membuat diri Paman terlihat rendah. Aku tidak menyukainya. Lagipula, Paman memiliki wajah tampan, jadi aku tidak akan rugi bukan?" sambungnya diakhiri kekehan pelan, berusaha untuk menutupi perih yang masih terasa di hatinya.
Meski samar dan hanya sekilas, Rea bisa melihat rona merah di wajah pria buta yang kini duduk di samping tempat tidurnya.
"Tapi aku buta," ucap Kai.
"Setidaknya hati Paman tidak," jawab Rea sembari menaikkan bahu.
"Apakah kamu tidak malu?" Kai bertanya lagi.
"Paman bahkan tidak malu saat melamarku, kenapa sekarang bertanya tentang aku malu atau tidak?" balas Rea.
"Awalnya memang tidak," sahut Kai. "Tapi, setelah melihatmu pergi meninggalkan rumah dalam keadaan marah, aku memikirkan ulang tindakanku,"
"Aku tidak seharusnya mengikatmu dalam pernikahan yang tidak kamu inginkan,"
"Sekarang aku menginginkannya," jawab Rea.
"Terpaksa," Kai tersenyum, menyembunyikan getir yang hatinya rasakan.
"Kamu terpaksa melakukannya karena ingin membantu bisnis keluargamu,"
"Apakah karena Paman sudah menemukan seseorang yang lebih cantik dariku?" tanya Rea lirih.
"Apa?" Sambut Kai mengerutkan kening, tak habis pikir dengan pertanyaan yang baru saja ia dengar.
"Itulah mengapa Paman tidak mau lagi melanjutkan niat Paman untuk melamarku, bukan? Aku tidak layak, terutama dengan sikap kekanakan yang aku miliki, sikap impulsif yang aku lakukan, dan..."
"Stop!" Kai mengangkat satu tangannya untuk menghentikan Rea berbicara, menunjukkan ekspresi tidak senang sembari menghela napas.
"Kenapa sekarang justru kamu yang merendahkan dirimu sendiri? Aku hanya ingin kamu memikirkan ulang apa yang menjadi keputusanmu tanpa penyesalan dikemudian hari. Pernikahan bukan hal yang bisa kamu permainkan, Re!"
"Aku tahu, dan keputusanku tidak berubah. Aku bersedia menikah dengan Paman," jawab Rea.
Tok... Tok... Tok...
Suara ketukan pintu kamar perawatan tiba-tiba terdengar diikuti sosok Jim membuka pintu dan melangkah masuk, menahan Kai untuk kembali berbicara seakan pria itu bisa mengetahui bahwa asistennya mendekat.
"Tuan,"
"Ada apa?" tanya Kai.
Jim membungkuk, mendekatkan wajahnya ke telinga atasannya dengan harapan apa yang akan ia sampaikan tidak terdengar orang lain.
"Orang-orang kita melaporkan bahwa Alec berada di halaman rumah sakit. Sepertinya dia sudah tahu tentang Nona Rea mengalami kecelakaan," bisik Jim.
Kai mengangguk. "Keluarlah! Aku akan menyusul sebentar lagi,"
"Baik," sahut Jim.
"Ada apa? Apakah terjadi sesuatu?" tanya Rea.
"Aku akan keluar sebentar," jawab Kai seraya berdiri.
"Paman tidak akan pergi, bukan?" tanya Rea.
"Aku hanya keluar untuk menemui seseorang yang sudah menungguku di halaman rumah sakit, dan kembali setelah urusanku selesai," jawab Kai.
"Janji?"
"Janji,"
Kai tersenyum, meraba sisi tempat tidur untuk mencari tongkat penuntun miliknya dan pergi meninggalkan ruang perawatan.
"Sayang...!"
Hanya sesaat saja Rea sempat memejamkan mata setelah Kai pergi meninggalkan ruangan, pintu ruang perawatan kembali dibuka diikuti sosok Alec melangkah masuk dengan wajah khawatir. Pria itu bahkan segera memeluk tubuh Rea tanpa memberi ruang bagi wanita itu untuk menghindar.
Rea bergerak tidak nyaman, ingin sekali mendorong tubuh Alec menjauh. Sayangnya, rasa sakit pada sekujur tubuhnya membuat ruang geraknya terbatas.
"Ah... Maaf," ucap Alec melepaskan segera pelukannya.
"Aku mengkhawatirkanmu. Kamu baik-baik saja, bukan?"
'Sangat baik. Dan akan menjadi lebih baik jika kau enyah dari hadapanku!' batin Rea.
Rea menghembuskan napas panjang, berusaha untuk meredam emosi yang tengah ia rasakan.
Pengkhianatan, penghinaan dan fakta bagaimana Alec hanya memanfaatkan dirinya dengan memperkenalkan Kai padanya hanya untuk keuntungan pribadi membuat Rea menanamkan dalam benaknya bahwa Alec harus mendapatkan balasan atas apa yang dia lakukan.
Terutama setelah ia mengetahui Kai adalah kerabat Alec sendiri. Melihat pengkhianatan Alec dengan kedua matanya sendiri membuat Rea berpikir bahwa semua yang Alec ceritakan padanya hanyalah dusta. Dan Kai merupakan korban dari keserakahan yang Alec miliki.
'Aku benar-benar bodoh percaya pada orang seperti dia selama ini,'
"Ada apa kau kemari?" Rea bertanya dingin.
Alec terdiam, keningnya berkerut dengan netra menatap lekat wajah wanitanya yang kini memberikan sorot dingin padanya. Hal yang tidak pernah Rea lakukan sejak mereka menjalin hubungan.
"Apakah kamu marah karena aku tidak di sisimu saat kamu bangun?" tanya Alec.
"Bukan, aku marah karena kau datang kemari," jawab Rea.
"Ayolah Sayang, aku minta maaf. Aku terlambat mengetahui kabar tentangmu. Aku bahkan segera kemari dan meninggalkan urusan kantor hanya untukmu begitu tahu kamu masuk rumah sakit, tidakkah itu cukup?" bujuk Alec.
Rea mendengus. 'Urusan kantor katanya?' batinnya.
"Sayang..."
Panggilan sehalus beludru yang sebelumnya mampu meluluhkan hati Rea, kini justru membuat wanita itu merasa mual mendengarnya.
"Keluar! Aku ingin istirahat!" usir Rea.
Alec kembali terdiam, merasakan betapa kekasihnya bersikap berbeda dari biasanya. Ia yakin Rea hanya sedang marah padanya karena sempat mengabaikan panggilan serta tidak membalas pesan yang wanita itu kirim.
"Baiklah... Aku mengerti kenapa kamu bersikap seperti ini. Aku minta maaf karena sudah mengabaikan panggilan serta pesan darimu, bisakah kamu memaafkan aku? Aku janji tidak akan mengulanginya lagi,"
Alec mendekat, mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Rea yang gagal ia lakukan saat wanita itu dengan cepat menepis tangannya.
"Aku akan menikah, kuharap kau tahu apa batasanmu," ujar Rea tajam.
"Ahh... Si buta itu sudah melamarmu. Itu sesuai dengan rencana kita bukan?" sambut Alec tersenyum, sangat yakin Rea tetap mencintainya meski menikahi orang lain.
"Dan orang yang kau sebut buta itu adalah pamanmu sendiri,"
Deg...!
"Sekarang, kaluar! Aku tidak ingin melihatmu. Hubungan kita berakhir. Itu yang kau inginkan bukan?" ucap Rea.
"Apakah dia yang mengatakannya?" tanya Alec.
"Kaulah yang mengatakannya," jawab Rea.
"Aku? Kapan?" sambut Alec.
Alec kembali mendekat, mengulurkan tangan untuk memeluk wanitanya dengan pemikiran bahwa Rea masih kesal karena ia abaikan. Akan tetapi, ia kembali mendapat penolakan saat wanita itu justru mendorong dadanya menjauh. Bahkan memberikan sorot tajam padanya.
"Baiklah... Aku mengaku," desah Alec.
"Dia memang pamanku. Tapi, apa yang aku ceritakan sebelumnya padamu tentang dia adalah benar. Kamu percaya padaku, bukan?"
Alec kembali mendekat, mendapatkan penolakan untuk kesekian kalinya dari wanita yang selalu mencintai dirinya seakan apa yang ia katakan tidaklah cukup untuk meluluhkan hati wanita itu.
"Baiklah... Aku akan mengalah kali ini. Melihat kepalamu diperban, sepertinya kamu mendapatkan benturan cukup keras. Aku akan kembali besok setelah suasana hatimu membaik. Jaga dirimu, Sayang,"
Rea mendengus, menatap punggung Alec dengan kekecewaan yang tidak bisa ia tunjukkan sepenuhnya terhadap pria itu sebelum melakukan pembalasan.
. ... .
. . . ..
To be continued...
NOTE :
- Impulsif
Adalah melakukan sesuatu tanpa berpikir atau mempertimbangkan konsekuensinya. Biasanya dilakukan secara spontan atau mendadak akibat kurangnya pengendalian diri untuk bertindak sesuai keinginan tanpa mempertimbangkan resiko dalam jangka panjang.