NovelToon NovelToon
Whispers Of A Broken Heart

Whispers Of A Broken Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)

Rianti bekerja di perusahaan milik Bramantya, mantan suami adiknya. Menjelang pernikahannya dengan Prabu, ia mengalami tragedi ketika Bramantya yang mabuk dan memperkosanya. Saat Rianti terluka dan hendak melanjutkan hidup, ia justru dikhianati Prabu yang menikah dengan mantan kekasihnya. Di tengah kehancuran itu, Bramantya muncul dan menikahi Rianti, membuat sang adik marah besar. Pernikahan penuh luka dan rahasia pun tak terhindarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Setelah kejadian tadi, Bramantya masih mengerucutkan bibirnya.

Sedangkan Mama sudah pulang dari tadi dan ia meminta Bramantya untuk menjaga Rianti.

"Bram, duduklah disini. Jangan menjauh seperti itu." pinta Rianti yang melihat suaminya yang duduk menjauh.

Bramantya pura-pura tidak mendengar dan asyik bermain ponselnya.

Rianti menghela nafas panjang dan bangkit dari tempat tidurnya sambil membawa botol cairan infusnya.

"Eh, Ri! Kamu mau kemana?” tanya Bramantya panik.

Rianti berjalan pelan mendekat sambil tersenyum menggoda.

“Mau deketin suamiku yang lagi ngambek.”

“T-tidak ngambek,” bantah Bramantya cepat, matanya tetap ke ponsel meski jelas-jelas layarnya sudah mati.

Rianti berhenti tepat di depannya, mencondongkan tubuh sambil menyandarkan dagunya di tiang infus.

“Masa sih? Padahal aku lihat bibir kamu udah kayak bemper truck mogok.”

Bramantya akhirnya menoleh, cemberutnya makin jelas.

Rianti menyipitkan mata lalu berbisik manja ke arah suaminya.

“Itu tadi mantan istri kamu yang bawa si Prabu kesini. Bukan aku yang menggundang Mas Prabu." ucap Rianti.

Bramantya melirik Rianti, tapi wajahnya tetap manyun.

“Hmph.”

Rianti makin mendekat, kali ini mencondongkan tubuh sampai wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.

“Mau aku rayu-rayu dulu biar nggak ngambek?”

Belum sempat Bram menjawab, Rianti tersenyum jenaka dan mencubit pipinya pelan.

“Dasar suami cemburuan.”

Namun kalimat Rianti mendadak terputus dan ia langsung jatuh pingsan.Matanya berkedip lambat lalu kehilangan fokus.

“Ri?” panggil Bramantya cepat.

Tubuh Rianti tiba-tiba goyah. Tangannya terlepas dari tiang infus. Botol infusnya ikut bergoyang kuat.

“Rianti?!”

Tanpa sempat berpikir, Bramantya langsung berdiri dan menangkap tubuh istrinya yang ambruk ke arahnya.

“Ri! Hei! Bangun!”

Rianti tak merespon. Kepalanya bersandar lemah di dada Bramantya.

“Tekanan darahnya rendah lagi” gumam Bram panik.

Dengan wajah pucat dan tangan bergetar, ia mengangkat tubuh Rianti ke pelukannya.

“Dasar nakal…” lirihnya serak, mencoba menahan rasa takut. “Disuruh istirahat, malah godain aku…”

Tanpa membuang waktu, ia membopong Rianti ke tempat tidur, menata tubuhnya dengan hati-hati lalu menekan bel pemanggil perawat dengan panik.

“PERAWAT! SUSTER! TOLONG!!”

Nafasnya memburu, namun tangannya tetap menggenggam tangan Rianti erat-erat.

“Ri, kalau kamu bangun nanti aku janji nggak ngambek lagi.”

Dokter masuk ke dalam dan segera memeriksa keadaan Rianti yang tiba-tiba pingsan.

Dokter masuk bersama dua perawat, langsung memeriksa tekanan darah Rianti.

Jarum tensi meter bergerak lambat dan berhenti di angka yang membuat sang dokter mengerutkan dahi.

“Tekanannya turun lagi. 80 per 50. Rendah sekali.” ucap dokter dengan nada serius.

Bramantya menghela napas panjang, seakan seluruh tenaga di tubuhnya ikut goyah mendengarnya.

“Bagaimana keadaannya, Dok?” tanyanya dengan suara berat.

“Kami akan tambahkan cairan infus dan beri suplemen penambah darah. Tapi untuk saat ini,dia harus benar-benar istirahat, tidak boleh emosi, tidak boleh terlalu banyak bergerak, dan yang terpenting jangan dibiarkan keluyuran sambil godain suaminya.”

Perawat di belakang langsung tertawa cekikikan mendengar perkataan dari dokter.

Bramantya sempat memerah karena malu, tapi ia hanya mengangguk patuh.

“Baik, Dok.”

Setelah dokter dan perawat keluar, kamar kembali tenang.

Rianti masih tertidur pucat dan nafasnya masih pelan.

Bramantya duduk di tepi ranjang, memandang wajah istrinya lama, lalu mengusap pelan pipinya.

“Kalau kamu bisa dengar aku, mulai hari ini, kamu nggak boleh jatuh pingsan lagi tanpa izin,” gumamnya lirih.

Perlahan, ia merogoh saku jaketnya menarik sepasang borgol kecil dari bulu.

Dengan ekspresi serius tapi wajah masih memerah, ia memasangkan satu sisi borgol ke pergelangan tangannya.

Klik.

Lalu ia mengambil tangan Rianti yang terkulai di tempat dan memasangkan sisi satunya.

Klik.

“Kita nikah bukan buat pisah-pisah ranjang…” bisik Bramantya.

“Kali ini kamu nggak akan kemana-mana lagi, bahkan kalau pingsan sekalipun.”

Ia bersandar di tepi ranjang, masih menggenggam tangan Rianti yang kini terborgol bersamanya, lalu berbisik lirih dengan senyum kecil.

“Mulai sekarang, kamu tawanan hatiku.”

Beberapa jam kemudian cahaya matahari sore menembus tirai tipis, menerangi wajah Rianti yang masih tertidur.

Bramantya, yang sedari tadi duduk bersandar di tepi ranjang dengan kepala terkulai, akhirnya ikut tertidur dalam posisi duduk dengan tangan kirinya masih terborgol ke tangan Rianti.

Rianti perlahan membuka matanya dan pandangan awalnya buram.

Ia menggerakkan tangan dan mendengar bunyi klik-klik dari rantai borgol berbulu.

“….”

Bulu merah muda menyelimuti borgol di pergelangan tangannya.

“Ini apa?” gumamnya pelan.

Ia menoleh dan melihat Bramantya tertidur dengan kepala miring, bibir manyunnya sedikit terbuka, dan tangan mereka terikat satu sama lain seperti pasangan kriminal gagal kabur dari kantor polisi anak-anak TK.

Rianti menahan tawa. Bahunya berguncang pelan.

“Duh, Mas. Kamu ini romantis sekarang ya. Seperti degan drama cinta tapi anggarannya 50 ribu rupiah doang."

Bramantya bergumam dalam tidur, seolah mendengar perkataan dari istrinya.

“Hmph,.jangan kemana-mana…”

Rianti tersenyum lebar, menatap wajah suaminya lama, lalu menggoyangkan pergelangannya pelan hingga rantai bulu itu ikut bergeser dan menyentuh pipi Bram.

Selebet....

“Uh!” Bramantya langsung terbangun sambil refleks menarik tangannya yang otomatis ikut menarik tangan Rianti juga.

“Eh! Ri! Kamu sudah sadar?!”

Rianti menatap wajah suaminya dengan tatapan lurus

“Mas.”

Suara Rianti terdengar pelan tapi mengandung sesuatu yang tak bisa ditebak antara marah, geli, dan ingin tertawa

“Eh, itu tadi.Jadi, kamu pingsan dan takut kamu kabur lagi jadi aku langsung pasang ini."

Rianti mengangkat tangan mereka yang terikat.

“Mas borgol aku pake bulu PINK?”

Bram langsung memerah dan menjelaskan kepada Rianti.

“Itu diskon di toko…”

Rianti tidak tahan lagi dan langsung tertawa terbahak, sampai air matanya keluar.

“HAHAHAHAHA MAS. MAS, KENAPA BULUNYA WARNA PINK?! Kenapa bukan hitam? Kenapa bukan besi biasa? KENAPA BULU FLUFFY?!”

Bramantya langsung menunduk, wajahnya makin merah.

“Tadinya ada yang leopard motif macan, tapi tinggal satu dan itu sudah dibeli ibu-ibu."

Rianti nyaris jatuh lagi dari kasur saking ngakaknya.

Dengan masih tertawa, ia menarik tangan Bramannya pelan.

“Udah lah, Mas. Mulai hari ini kalau Mas mau jebak aku, jebak aja terus. Tapi jangan pakai bulu pink lagi. Aku takut dikira cosplay ayam kalkun.”

"Baik, besok aku beli motif harimau.”

Rianti kembali tertawa, tapi kali ini sambil meraih tangan suaminya dan menggenggamnya erat.

“Terima kasih udah nggak ninggalin aku.”

“Sampai kapanpun aku nggak akan ninggal kamu."

Rianti menatap borgolnya lagi dan terkekeh kecil seperti anak kecil.

“Mulai sekarang, aku tahanan kamu ya?”

Bram tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya.

“Bukan.”

“Hah?”

“Mulai sekarang kita tahanan satu sama lain.”

Sementara itu, di rumah Prabu dimana Tryas sedang duduk di sofa ruang tamu dengan tangan terlipat di dada sambil menunggu kedatangan suaminya.

Pintu depan terbuka pelan dan Prabu masuk dengan langkah berat.

Tubuhnya lelah setelah seharian bekerja dan saat pulang, ia mendapati istrinya yang sedang menunggunya.

Tryas tidak menoleh, hanya melirik sekilas dengan senyum sinis.

“Enak ya. Bisa lihat mantan kekasih.”

Prabu memejamkan mata sebentar, lalu mendekat walau tahu dirinya sedang menuju ke medan perang.

“Dia sakit, Tryas,” ucap Prabu pelan, berusaha tetap sabar.

Tryas langsung berdiri dan menatap wajah suaminya.

“Aku juga sakit, Mas! Hatiku sakit saat suamiku masih peduli dengan mantan kekasihnya!"

Suasana mendadak panas dan Prabu hanya terdiam.

“Aku tahu. Dan aku minta maaf, Tryas."

“Apanya yang kamu minta maaf? Kamu masih mikirin Kak Rianti, di depan istrimu!”

“Aku minta maaf, Tryas."

Tryas tertawa sinis saat mendengar permintaan maaf dari suaminya.

“Kalau Kak Rianti mau balik lagi, apa kamu akan pergi dari aku?”

Prabu terdiam sejenak sampai beberapa detik saja.

“ Ternyata Jawabannya jelas, Mas."

Ia berbalik, menyeka air mata dengan kasar dan Prabu langsung mendekat, ingin menyentuh bahunya.

“Tryas, dengar aku...”

“JANGAN SENTUH AKU!!”

Tryas menarik napas panjang, menenangkan dirinya.

“Mulai malam ini, kamu tidur di sofa. Dan besok aku akan ke rumah Richard. Aku butuh waktu sendiri.”

Prabu spontan panik saat istrinya menyebut nama Richard yang merupakan mantan kekasih Tryas.

“Tryas,jangan pergi. Tolong.”

“Aku bukan Rianti, Mas. Aku nggak akan mengejar kamu kalau kamu lari.”

Ia melangkah menuju kamar dan langsung menutup pintu kamarnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!